MEMANFAATKAN
PETA PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Saatnya Menjadi Nelayan
Penangkap Ikan Tuna & Cakalang, Bukan “ Pencari” Tuna & Cakalang
Peta Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan (PPDPI) merupakan salah satu produk nyata Balai Penelitian dan
Observasi Laut (BPOL) Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk masyarakat
nelayan di Indonesia. PPDPI telah dibuat dan didistribusikan sejak tahun
2000, saat itu masih dilakukan langsung oleh Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Dari awal diproduksi hingga saat ini, PPDPI terus mengalami
perkembangan dan perbaikan.
PPDPI itu sendiri adalah salah
satu produk peta tematik kelautan yang memanfaatkan penggabungan data-data
parameter oseanografi (suhu permukaan laut, produktivitas primer, ketinggian
permukaan laut, arus, salinitas) baik data dari satelit oseanografi maupun
data-data pada stasiun pengamatan untuk menganalisa daerah potensi penangkapan
ikan. Hal ini didukung oleh tersedianya fasilitas data-data satelit oseanografi
yang bebas penggunaan dan bersifat near real time. Dan sebagai tambahan, data
pengamatan lapangan dan prediksi seperti data-data meteorologi (kecepatan
angin, arah angin, gelombang laut) oleh Instansi seperti Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Pembuatan peta dapat dilakukan secara rutin
karena akses data utama yang near real time salah satunya pada citra Satelit
Terra dan Aqua (MODIS/ Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) oleh
Instansi NASA melalui url berikut(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/modis/).
Pembuatan peta ini berdasarkan informasi yang didapat dari data oceancolor dari
MODIS, data suhu permukaan laut dari sensor advance very high resolution
radiometer (avhrr), suhu permukaan laut dari sensor amsr and tmi, ketinggian
permukaan laut, klorofil-a, dan kecepatan ketinggian permukaan laut serta data
arah dan kecepatan angin dan gelombang laut. Berdasarkan informasi-informasi
dari data tersebut, dapat diinterpretasikan menjadi daerah penangkapan ikan dan
daerah yang berpotensi menjadi daerah penangkapan ikan. Selanjutnya informasi
daerah penangkapan ikan dan daerah yang berpotensi menjadi daerah penangkapan
ikan tersebut dikemas menjadi suatu bentuk peta yang lengkap dengan
atribut-atributnya, sehingga memudahkan penggunaannya (BROK-DKP, 2007).
Penggunaan parameter
oseanografi untuk menduga keberadaan gerombolan ikan sebenarnya bukan merupakan
sesuatu yang baru dalam penginderajaan jarak jauh (ideraja). Beberapa Negara
maju seperti Jepang dan Kanada telah lama menggunakannya. Misalkan saja
Jepang, pada dekade tahun 1990-an pemerintah Jepang melalui lembaga terkait
telah mengekspose informasi sebaran suhu permukaan laut kepada khalayak ramai
melalui surat kabar harian, lengkap dengan letak posisi lintang dan
bujurnya.
Informasi tersebut tentu saja
sangat berharga bagi Nelayan di Jepang. Dari data sebaran suhu permukaan
laut, nelayan Jepang dapat menentukan posisi daerah penangkapan ikan. Hal
ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dan menghafal betul kisaran suhu
optimum yang disukai Tuna dan Cakalang. Kondisi ini sangat berbeda dengan
Nelayan di Indonesia dimana untuk mengetahui keberadaan gerombolan Tuna dan
Cakalang, terlebih dahulu harus mencarinya melalui tanda-tanda alam berupa
adanya burung yang terbang menukik di permukaan laut, adanya batang kayu yang
hanyut, adanya sekumpulan ikan lumba-lumba dan tanda-tanda alam lainnya.
Cara yang sudah agak lebih maju lagi yaitu dengan menggunakan rumpon laut dalam,
namun tentu saja tidak selamanya suatu rumpon akan terus didatangi oleh
gerombolan ikan karena keberadaan rumpon-rumpon tersebut sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan perairan dimana rumpon itu berada.
Di Indonesia, teknologi
inderaja untuk menentukan daerah penangkapan ikan baru berkembang setelah
Presiden Kyai Haji Abdurrahman Wahid membentuk Departemen Eksplorasi
Laut. Hadirnya departemen ini memberikan dampak yang luas dalam
kegiatan-kegiatan penelitian di bidang kemaritiman. Pada masa Orde Baru,
bidang perikanan laut merupakan bagian dari Departemen Pertanian sehingga
kegiatan penelitian masih terbatas dan tentunya porsi anggaran yang
dialokasikan relative kecil karena terbagi dengan bidang-bidang lainnya.
Seiring dengan perkembangan waktu dan tiada henti-hentinya melakukan
perbaikan-perbaikan, institusi ini berhasil membuat Peta Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan yang tadinya berlaku selama seminggu kini menjadi dua
hari. Suatu kemajuan yang cukup luar biasa dan patut diapresiasi walaupun
prakiraan ini belum menyamai atau sejajar dengan kemajuan Negara Jepang yang
sebelumnya telah berhasil melakukan pendugaan daerah penangkapan ikan yang
berlaku secara harian.
Cara Mengakses Peta PDPI,
Global Positioning System (GPS) dan Alat-Alat Tambahan
Didalam Peta PDPI terkandung
informasi koordinat lintang bujur daerah yang diduga sebagai daerah penangkapan
ikan dan daerah yang diduga berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan.
Informasi Peta PDPI dapat diperoleh/diakses secara gratis melalui internet dari
website Kementerian Kelautan dan Perikanan www.kkp.go.id. Setelah
website-nya dibuka, para pengguna tinggal memilih (klik) konten Aplikasi
Tematik KKP yang didalamnya terdapat beberapa aplikasi tematik termasuk
Peta PDPI. Selanjutnya, para pengguna bisa langsung memilih daerah
penangkapan yang diinginkan.
Dewasa ini, kemajuan teknologi
di bidang informasi dan komunikasi mempermudah masyarakat dalam berkomunikasi
dan mengakses berbagai informasi. Demikian halnya dalam penggunaan internet,
asalkan saja sudah memiliki jaringan telepon seluler, masyarakat di pedesaan
pun dapat mengakses informasi melalui Hand Phone (HP) yang memiliki fasilitas
internet. Ini berarti semakin mudahnya informasi Peta Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan (PPDPI) itu dapat diakses oleh Nelayan, di samping tidak
harus mengeluarkan biaya yang mahal (murah) untuk mendapatkan informasi
tersebut. Jika di suatu daerah belum bisa mengakses internet, maka dapat
meminta bantuan kepada teman, kerabat maupun keluarga yang berada di tempat
lain untuk mencari informasi peta PDPI melalui internet. Hanya dengan
memberitahukan posisi lintang dan bujur kepada Nelayan, maka letak daerah
penangkapan dapat diketahui.
Berbicara tentang posisi
lintang dan bujur, tidak terlepas dari alat navigasi yang digunakan oleh
Nelayan. Jika menggunakan Global Positioning System (GPS) maka titik lintang
dan bujur daerah penangkapan ikan bisa diperoleh secara akurat. Berbeda dengan
kompas manual, posisi lintang dan bujur cenderung mengalami selisih
+ 2 mil laut dari titik yang sebenarnya (pengalaman penulis).
Pada penangkapan ikan
yang berskala besar, biasanya digunakan juga alat bantu penangkapan ikan,
seperti fish finder (teknologi akustik kelautan untuk mendeteksi besarnya
gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona potensi ikan) dan
fishery sonar (fungsi sama dengan fish finder tetapi kualitasnya lebih tinggi
terutama luasan sudut deteksinya yang mencapai 180 derajat sedangkan fish
finder hanya 7-15 derajat), nelayan dapat berputar pada radius tertentu di
sekitar titik tersebut untuk memonitor persebaran ikan dan menangkap
ikan.
Di akhir tulisan ini, penulis
ingin mengajak para pelaku utama, terutama Nelayan tradisional yang ada di
Maluku untuk mencoba memanfaatkan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (Peta
PDPI) dalam melakukan kegiatan penangkapan Tuna dan Cakalang sehingga predikat
Nelayan Penangkap Ikan benar-benar adanya, bukan sebagai Nelayan Pencari
ikan. Selain itu, tentu saja bukan hanya ingin menghilangkan predikat di
atas, akan tetapi dengan mengetahui posisi daerah penangkapan ikan melalui Peta
PDPI, Nelayan dapat menghemat waktu dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga akan
mengurangi biaya operasional penangkapan ikan …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar