Tahukah
anda kenapa ikan sakit???
Pertanyaan ini muncul ketika kita menemukan kejadian yang berbeda dari kondisi
ikan yang sehat. Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal yang menakutkan bagi
pembudidaya. Karena hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan,
penebaran benih sampai dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan
berganti dengan kerugian jika ikan terkena penyakit. Penyakit ikan terjadi jika
ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang sesuai untuk
kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau
berkembang biak. Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada
organ-organ tubuh ikan.
Timbulnya
serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi
antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak
serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit.
Jika pertahanan tubuh inang lemah dan patogen yang terdapat dalam tubuh inang
banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan mendukung untuk meningkatkan
ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan muncul karena patogen tidak
dapat berkembang biak.
Manusia
memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada
ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi
antara tiga komponen tersebut di atas. Umumnya wabah penyakit yang menyerang
ikan di kolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan
kolam. Sebagai contoh, serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas
hydrophila dan Pseudomonas sp. pada usaha budidaya air tawar di
tahun 1980-an yang telah menimbulkan kematian puluhan ton ikan air tawar di
Jawa Barat. Kasus serangan penyakit yang terbaru adalah timbulnya penyakit Koi
Herves Virus (KHV) yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan Ikan mas di
Pulau Jawa pada tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan
kolam, sehingga keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu.
Infeksi
KHV yang bermula terjadi di Pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan
Kalimantan Selatan. Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah menyerang ikan mas
pada kegiatan budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya
larangan untuk mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan
karantina ikan. Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan
terhadap terjadinya penyakit (yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan dalam
diagram Venn pada gambar dibawah ini.
Inang
dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap
serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: umur dan ukuran,
jenis, daya tahan tubuh dan status kesehatan ikan. Pada kondisi normal, ketiga
faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu menjaga keseimbangan. Ikan
yang kita budidayakan akan memanfaatkan makanan yang berasal dari makanan yang
bermutu, sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi dalam
rangka melanjutkan keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan
lingkungan sekitarnya dengan baik. Terjadinya serangan penyakit pada ikan
merupakan akibat adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor di atas.
Jasad
patogen biasanya akan menimbulkan gangguan sehingga terjadi perubahan pada
kondisi lingkungan yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh ikan (ikan
menjadi stress). Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat menyerang pada
semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk. Penyakit yang biasa
menyerang benih ikan biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran
yang besar biasanya yang menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan.
Penjelasan dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut:
- Ikan
Ikan
merupakan sasaran atau inang dari penyakit. Ikan sehat memiliki kemampuan
mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit dengan adanya mekanisme
pertahanan diri. Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit
tergantung pada kesehatan ikan dan lingkungan. Jika kesehatan ikan menurun atau
kondisi lingkungan kurang menunjang, maka ikan akan mengalami stres, sehingga
menurunkan kemampuannya mempertahankan diri dari serangan penyakit.
Stres
terjadi jika suatu faktor lingkungan (stressor) meluas atau melewati
kisaran toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi fisiologis pada ikan
tersebut. Pengaruh stres terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara
hormonal. Ikan stres mempunyai respon hormonal, contohnya dapat berupa hormon
esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak), atau hormon adrenaline dan
respon seluler (phagocytic) relatif rendah, sehingga tidak mempunyai
ketahanan yang memadai terhadap serangan penyakit. Penyebab stres pada
ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia, lingkungan dan
biologis. Penyebab stres ini dapat langsung mempengaruhi ikan atau secara tidak
langsung mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang
dipelihara atau dibudidayakan.
Stres
kimia disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya
konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit. Konsentrasi sublethal dari
insektisida, pestisida maupun logam berat juga dapat dikategorikan sebagai
salah satu penyebab terjadinya stres kimia. Beberapa parameter yang dapat
menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain adalah temperatur yang
ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya yang berlebihan,
fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer. Gangguan yang disebabkan oleh
aktivitas parasit eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab
terjadinya stres biologi. Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan.
- Lingkungan
Lingkungan
dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Stressor
(faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor: 1) fisik
(suhu, cahaya, suara, tekanan air); 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan
metabolik, logam berat); 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama); dan 4)
prosedural budidaya (penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah,
pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami rangkaian perubahan
morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut General Adaptive Syndrome
(GAS). Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah
satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter-parameter air yang biasanya
diamati untuk menenetukan kualitas suatu perairan adalah:
a.
Oksigen
Oksigen
adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Beberapa jenis
ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm,
tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar
spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan
konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan
tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga
pertumbuhannya menjadi terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila
konsentrasi oksigen mencapai nol.
b.
Karbondioksida
Karbondioksida
adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara. Gas ini
dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses penguraian bahan organik.
Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan
merupakan masalah utama di daerah tropis. Adanya gas karbondioksida terhadap
ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan tersebut.
Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas
karbondioksida dapat diabaikan.
c.
Derajat keasaman (pH)
Derajat
keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air
tempat hidup. Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan. Sebagian besar
ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai
derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan
air tawar, pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut
adalah 8.3. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH)
di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel:
Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
|
Pengaruh
Terhadap Ikan
|
4-5
|
Tingkat keasaman yang mematikan
dan tidak ada reproduksi
|
4-6,5
|
Pertumbuhan lambat
|
6,5-9
|
Baik untuk produksi
|
>
11
|
Tingkat alkalinitas mematikan
|
d.
Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering
dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup
drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan
yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu
perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang
memadai. Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat,
borat, dan silikat, maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan
dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis.
e.
Ammonia
Pada
suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena
pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain
itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi
protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati. Ammonia dengan
konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat
menyebabkan terjadinya New Tank syndrome yaitu kondisi tidak stabil
terhadap perubahan lingkungan.
Konsentrasi
ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di
atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping
itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapt
mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang.
Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di
atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil
oksigen dari lingkungannya. Efek keracunan ammonia sangat bervariasi,
tergantung spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur
air. Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi
pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya kematian akan
terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
f.
Temperatur
Temperatur
memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara
langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO),
konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai
temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar
kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu
melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal.
Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap
laju respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
- Organisme Parasit
Penyakit
ikan yang disebabkan oleh organisme parasit umumnya menimbulkan kerugian cukup
besar. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan
infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu
ikan ke ikan yang lain secara langsung dimana organisme parasit sering
menyebabkan infeksi sekunder. Tubuh ikan dapat terluka karena gesekan dengan
benda keras atau berhasil meloloskan diri dari serangan hama. Tetapi jika
terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi sekunder
yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.
Serangan
parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup
tinggi. Jika tidak ditangani segera tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi
sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus misalnya melalui luka yang
ditimbulkan olehnya. Dengan demikian, pembudidaya tidak akan membuat kesalahan
dalam menduga penyebab timbulnya penyakit tersebut. Infeksi sekunder yang
disebabkan oleh organisme parasit telah terbukti telah menimbulkan banyak
kematian pada ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan tingkat
serangan dari parasit. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
- Faktor Biologis meliputi umur,
stres, nutrisi dan tingkat kepadatan yang tinggi.
- Umur: Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap
penyakit. Ikan yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit dibanding
ikan dewasa. Kondisi ini dikarenakan daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem kekebalan pada tubuh ikan belum sempurna sehingga belum banyak
memproduksi anti bodi). Sebagai contoh benih ikan sangat rentan terhadap
parasit protozoa.
- Stres: kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang
mengalami perubahan kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres
pada ikan. Tingkat imunitas pada ikan dapat menurun bila ikan mengalami
stres sehingga ikan lebih rentan terhadap penyakit. Ikan yang lemah akan
mengalami serangan parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi
serangan sekunder oleh patogen lainnya seperti bakteri atau virus melalui
jaringan kulit yang rusak.
- Nutrisi: Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang cukup maka
sistem kekebalan akan menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan
parasit. Pakan pada awal hidup ikan sangat penting untuk membantunya
selamat dari serangan parasit.
- Tingkat Kepadatan Yang Tinggi :
Tingkat kepadatan ikan yang
tinggi mampu menimbulkan stres dan peluang menyebarnya parasit. Transmisi
langsung dari ikan ke ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda
monogenea. Sangat lebih mudah bagi parasit untuk menemukan inang pada
kolam yang padat ikan dan hal ini memungkinkan parasit untuk berkembang
secara pesat.
- Faktor Lingkungan meliputi
salinitas, kualitas air dan jenis sistem akuakultur.
- Salinitas : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air
tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang
bersalinitas tinggi (air laut). Salinitas adalah faktor penting dalam serangan
suatu parasit yang spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina hanya
dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat
sebanyak 5 ppt.
- Kualitas Air : Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang
tinggi, oksigen terlarut yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi
dan keberadaan bakteri akan menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik
bagi ikan dan menimbulkan stres.
- Jenis Sistem Akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang
berbeda. Sistem akuakultur seperti karamba yang menampung ikan dengan
jumlah yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi ektoparasit yang
mempunyai siklus hidup langsung. Kolam tanah adalah lingkungan yang lebih
kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat bereproduksi di
sela tanaman air. Lumpurnya sendiri bisa menjadi reservoir untuk
dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang
perantara dari Digenea Trematoda. Semakin besar kolam akan semakin
sulit untuk mengatasi populasi parasit.
Serangan
organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme
parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan
dari daerah lain misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru. Dalam
kondisi lingkungan kolam yang baik, organisme parasit yang ada di kolam maupun
di tubuh ikan tidak mampu menyebabkan timbulnya penyakit. Akan tetapi jika
kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan cenderung menurun dan
perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik. Adanya
serangan parasit yang dapat menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Dengan
demikian tidaklah mengherankan apabila pada kolam yang kurang terawat sering terjadi
wabah penyakit, sebab pada kolam semacam ini kondisi tubuh ikan menjadi lemah
sehingga tidak akan mampu menahan serangan organisme. Semoga informasi ini
dapat berguna. Terimakasih (NDK).
Sumber:
Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit
Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar