Pemeriksaan Patogen Pada Ikan
Diagnosa
adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering
disebut sebagai diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa) penyakit
berdasarkan pada gejala-gejala yang tampak (symptom). Diagnosa klinik didahului
dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih di dalam
bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah laku
abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya
gerak tak terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan
perubahan-perubahan tingkah laku abnormal lainnya. Ahli penyakit memiliki 2
(dua) tugas utama di lapangan yaitu:
- Pemeriksaan atau peninjauan
lapangan ke daerah yang terserang penyakit,
- Mengumpulkan sampel yang akan
diperiksa di laboratorium untuk menemukan penyebab kematian.
Sejarah
ikan mempunyai arti penting dalam diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status
ikan dan riwayat kejadian penyakit mempunyai arti penting dalam diagnosa
penyakit ikan.. Status ikan dapat berupa jenis atau spesies, populasi, umur,
kelamin, ukuran dan berat, daerah asal (lokasi) pemeliharaan, serta sistem
pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan. Dalam riwayat/ ejarah kejadian
perlu diketahui inseden (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan
kesakitan. Data tersebut diperlukan sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit
tertentu (kualitas air, virus, bakteri, parasit, pakan, atau faktor-faktor
lain). Hal-hal yang perlu diketahui pada saat terjadinya penyakit adalah
sebagai berikut:
1..Morfologi
- Tanggal mulai terjadinya
kematian
- Jumlah ikan mati per hari
2. Gejala ikan yang diserang
- Tingkat kematian akut/ kronis
- Karakteristik tingkah laku ikan
- Tanda-tanda eksternal dari ikan
- Tanda-tanda internal
3.
Faktor lingkungan
- Suhu air media pemeliharaan
- Kekeruhan air
- Konsentrasi oksigen terlarut
- Konsentrasi ammonia dan pH
media pemeliharaan
4. Metode pemeliharaan
- Lokasi wadah pemeliharaan
- Tingkat pertukaran air
- Kepadatan ikan
- Jenis obat atau zat kimia yang
pernah dipakai
Prosedur
diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut:
- Pengukuran panjang dan berat
ikan.
- Pengamatan tanda-tanda luar
permukaan tubuh dan insang.
- Gunting lembaran insang dan
ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah mikroskop.
- Ambil contoh darah dari sirip
dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan preparat apusan darah dengan
menggunakan pewarnaan Giemsa.
- Isolasi jamur dengan
menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur. Isolasi bakteri
dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada
insang atau sirip yang membusuk.
- Isolasi bakteri dari luka
dengan menggunakan Agar TS atau BHI, jika ikan memiliki borok atau ada
pembengkakan pada permukaan tubuh.
- Bedah ikan dengan peralatan
bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati tanda-tanda
internal.
- Isolasi bakteri dari hati,
ginjal dan limpa dengan menggunakan Agar TS atau BHI. Pembuatan preparat
limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi infeksi
bakteri.
- Fiksasi setiap organ dengan
larutan formalin 10% berpenyangga fosfat untuk histopatologi dan dalam
etanol 70% untuk uji PCR.
Dalam
memulai pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah terdapat
makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea. Jika
parasit telah diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan seberapa
parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan. Jika ditemui
parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak
mengganggu proses akuakultur. Jika jumlah parasit yang menyerang ikan sangat
banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada
ikan-ikan yang lain. Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan
mengeruk kulit dan insang ikan.
Ketepatan
hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh banyak
hal. Untuk ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan
secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi
pemeriksaan terhadap abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi
dan anggota tubuh, warna kulit, keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan
anggota gerak dan kemungkinan terdapatnya ektoparasit kulit, perubahan abnormal
insang berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing pada ikan,
abnormalitas mata. Semua hasil diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah
kartu pemeriksaan atau Kartu Status Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan
penyakit sebaiknya ikan hidup atau baru saja mati. Sampel untuk setiap
pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga sakit dan baru
saja mati.
Banyaknya
ikan contoh yang diambil tergantung pada kondisi kesehatan ikan. Pada populasi
ikan sakit yang menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka jumlah
contoh yang diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor).
Contoh ikan yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang
mewakili kondisi populasinya. Jika populasi ikan yang tidak sakit tidak
menunjukkan gejala klinis yang nyata dan tidak seragam, maka dilakukan
pengambilan contoh secara sampling. Jumlah contoh ditentukan dari jumlah
populasinya serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Jumlah
populasi (ekor)
|
Jumlah
ikan yang disampling dengan asumsi tingkat prevalensi
|
||||||
2%
|
5%
|
10%
|
20%
|
30%
|
40%
|
50%
|
|
50
|
50
|
35
|
20
|
10
|
7
|
5
|
2
|
100
|
75
|
45
|
23
|
11
|
9
|
7
|
6
|
250
|
110
|
50
|
25
|
10
|
9
|
8
|
7
|
500
|
130
|
55
|
26
|
10
|
9
|
8
|
7
|
1.000
|
140
|
55
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
1.500
|
140
|
55
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
2.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
4.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
10.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
≥ 100.000
|
150
|
60
|
30
|
10
|
9
|
9
|
8
|
Salah
satu hal penting dalam ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan adalah
kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium. Jika pengambilan contoh
tidak dilakukan dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah.
Pengambilan sampel ikan sedapat mungkin diusahakan dari ikan atau sekelompok
ikan dengan gejala patogenik. Jumlah sampel ikan untuk pemeriksaan parasitologi
diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan virologi 3 – 10 ekor ikan sakit dan untuk
pemeriksaan bahan pencemar akibat pencemaran diperlukan sampel sejumlah 2 – 3
ekor. Jika ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera
ke laboratorium terdekat. Beberapa cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah:
- Pengiriman Sampel Ikan Hidup
(untuk seluruh pemeriksaan).
- Pengepakan ikan sehat dan ikan
sakit dipisahkan
- Sampel ikan dengan kantong
plastik diangkut dan diberi oksigen, atau dapat pula menggunakan aerasi
bila waktu tempuh tidak terlalu lama.
- Apabila kondisi cuaca saat
pengangkutan panas, sebaiknya pengangkutan menggunakan kotak styrofoam
atau termos yang diisi es(suhu diatur 22 – 24 0C)
2. Pengiriman sampel ikan dengan es (untuk pemeriksaan parasit dan
bakteri)
- Pisahkan pengepakan ikan sehat dan ikan sakit
- Tiriskan satu persatu disimpan dalam plastik
- Masukan dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan
es
Pemeriksaan
parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang penting dari manajemen kesehatan
ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan secara regular. Penting sekali
untuk mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan
menentukan metode pengobatannya kelak. Khususnya dalam pemeliharaan udang, diagnosis
merupakan tindakan yang menentukan keberhasilan dalam usaha pengendalian
penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
- Diagnosis Sementara
(Presumptive)
Diagnosis
sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan tingkah
laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis
penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata.
Gejala klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga
permasalahan yang sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung,
antara lain:
- Pengamatan terhadap perubahan
tingkah laku seperti udang menunjukkan peningkatan nafsu makan kemudian
diikuti dengan kehilangan nafsu makan. Perubahan tingkah laku antara lain:
mendekat ke aliran air masuk atau permukaan air, menyendiri, mengarah ke
pematang kolam dan berenang abnormal.
- Pengamatan kondisi fisik udang.
Kegiatan ini dapat dilakukan di petak kolam atau udang ditempatkan dalam
wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya bintik putih.
- Pengamatan perubahan kualitas
air, terutama terhadap parameter kunci seperti suhu, oksigen terlarut, pH,
salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.
- Diagnosis lanjut, udang dapat
diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih detail secara mikroskopis.
Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang dan dikirim ke
laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar Minggu,
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau Jepara, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung,
dan Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo).
2. Diagnosis Definitif
Diagnosis
defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium
dengan berbagai teknik seperti:
- Pengamatan karapas udang dengan
menggunakan mikroskop.
- Mikroskop elektron.
- DNA probes.
- Polymerase Chain Reaction
(PCR).
Dari
keenam teknik tersebut, sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat
dan tepat dalam mendeteksi patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik
PCR sudah banyak digunakan oleh masyarakat.
Sumber:
Dailami.
D, A.S. 2002. Agar Ikan Sehat. Swadaya. Jakarta.
Effendi
Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Swadaya. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar