MENILAI KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP BERDASARARKAN
KODE ETIK PERIKANAN YANG BERTANGGUNG
3 Februari
2016 07:52
LANGKAT (3/2/2016) www.pusluh.kkp.go.id
Indonesia sebagai negara kepulauan
yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan
yang sangat besar dan beragam (UU No.45/2009). Potensi perikanan yang dimiliki
merupakan sumber pendapatan negara disamping menjadi sumber mata pencaharian
sebagian besar masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan (Hermawan, 2006).
Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor
perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp.148,16
triliun atau memberikan kontribusi 3,14% pada tahun 2010 (Kementerian Kelautan
dan Perikanan, 2011). Selain itu, produk perikanan yang merupakan bahan makanan
penting masyarakat pada umumnya, konsumsi domestiknya terus mengalami
peningkatan sebesar 8,87% pertahun dari tahun 2007-2011 (Kementerian Kelautan
dan Perikanan, 2011). Atas dasar inilah perikanan perlu dipertahankan
keberlanjutannya.
Perikanan
tangkap yang merupakan usaha menangkap ikan di perairan, sangat tergantung pada
ketersediaan atau daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya. Pada masa
lampau rekomendasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Indonesia pada
umumnya didasarkan pada hasil maksimum yang lestari (Hermawan, 2006). Konsep
ini terfokus pada aspek ekonomi dengan menguras sumberdaya ikan tanpa
mempertimbangkan aspek sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan. Menurut Fauzi
dan Buchary (2002) bahwa praktek perikanan yang unsustainable di
Indonesia menimbulkan kerugian negara mencapai US$ 386.000/tahun atau 4 kali
lebih besar dari manfaat yang diterima. Demikian juga yang terjadi terhadap
40.000 nelayan Atlantik Canada yang kehilangan pekerjaan karena penurunan
drastis stok ikan cod di perairan Barat Daya Atlantik pada tahun 1990. Dari
kasus-kasus tersebut jelas bahwa sebagai modal kerja, teknologi juga akan
menentukan apakah pendapatan dan keuntungan dari usaha perikanan tangkap akan
mendukung kesejahteraan komunitas secara berkelanjutan.
Kode etik
perikanan yang bertanggung jawab yang diperkenalkan FAO mengisyaratkan perlu dianalisis faktor ekologi, ekonomi, sosial,
teknologi dan hukum-kelembagaan (FAO, 1999). Ekologi mencakup pemeliharaan
keberlanjutan stok/biomas, meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem. Dalam
hal ekonomi, usaha perikanan tangkap dapat memberikan keuntungan dan pendapatan
bagi pelaku usaha. Secara sosial tidak menimbulkan konflik dan terdapat
hubungan emosional yang baik antara sumberdaya, ekosistem dan pelaku. Teknologi
yang digunakan dalam usaha penangkapan harus ramah lingkungan. Secara hukum dan
kelembagaan terdapat peaturan perundangan yang jelas dalam menjalankan usaha
serta terbina kelembagaan usaha yang baik dan sehat. Hal ini sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan perikanan menurut UU No.45/2009, yakni pengelolaan
perikanan dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta
kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup
untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Keberlanjutan
perikanan tangkap saat ini harus dilihat secara lengkap, tidak sekedar tingkat
penangkapan perikanan tangkap atau biomas, tetapi aspek-aspek lain perikanan,
seperti ekologi, struktur sosial ekonomi, komunitas nelayan dan pengelolaan
kelembagaannya. Keberlanjutan ekologi menyangkut bagaimana memelihara
keberlanjutan stok/biomass dan meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem.
Keberlanjutan sosio-ekonomi menyangkut kesejahteraan pelaku perikanan pada
tingkat individu dan kelompok. Keberlanjutan komunitas menyangkut keberlanjutan
kesejahteraan komunitas dan keberlanjutan kelembagaan menyangkut pemeliharaan
aspek finansial dan administrasi yang sehat. Kegiatan perikanan yang hanya
mengutamakan salah satu aspek saja dan mengabaikan aspek-aspek perikanan lainnya
akan menimbulkan ketimpangan yang mengakibatkan ketidakberlanjutan perikanan
itu sendiri.
Status
keberlanjutan perikanan merupakan hal penting yang sangat diperlukan dalam
penentuan berbagai kebijakan perikanan ke depan. Keberlanjutan perikanan
tangkap penting diketahui para stakeholder baik untuk para pelaku
usahanya maupun masyarakat luas serta untuk kepentingan negara. Oleh karenanya
keberlanjutan perikanan merupakan tantangan mengingat produk perikanan menjadi
kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang (intertemporal)
sehingga tingkat pemanfaatan akan terus meningkat sejalan dengan tingkat
kebutuhan konsumsi lokal dan global. Di sisi lain stok sumberdaya ikan
dibeberapa lokasi semakin terbatas sekalipun sumberdaya ikan bersifat dapat
pulih (renewable). Ketimpangan dan ketidakberlanjutan sumberdaya dapat
terjadi apabila pemanfaatannya melampaui kapasitas atau karena kegiatan
perikanan yang hanya mengutamakan salah satu aspek dan mengabaikan aspek
lainnya. Dengan demikian status keberlanjutan perikanan tangkap harus dikaji
secara komprehensif yang mencakup berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut
diantaranya aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan aspek
hukum-kelembagaan.
Kontributor:
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan dan Kelautan
Kab.Langkat
Daftar
Pustaka
Hermawan,M.2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus
Perikanan Pantai di Serang dan Tegal. Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana
IPB. Bogor
FAO,1999. Rapfish;
A Rapid Appraisal Technique for Fisheries, And ist Application To The Code
of Conduct For Responsible Fisheries.Rome.
Fauzi, A and
E. Buchary. 2002. A Socio-economic Perspective of environmental degradation
at Kepulauan Seribu National Park, Indonesia. Coastal Management Journal
Vol 30(2). 167-181.
Kementerian
Kelautan dan Perikanan.2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.
Jakarta
Undang-Undang No.45 tahun 2009. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar