NEGARA MARITIM YANG BERDAULAT DALAM PERSPEKTIF
PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
“Indonesia kaya”. Kita
mengakui itu. Bagaimana tidak, wilayah daratannya merupakan tanah yang
subur dengan berbagai tanaman yang dapat tumbuh subur, ditambah lagi lautannya
yang kaya dengan sumber daya alam, baik di permukaan laut, kolom laut hingga ke
dasar laut. Selain itu, jumlah populasi penduduk Indonesia adalah yang
terbesar se-ASEAN, yakni sebesar 40% dari populasi ASEAN (Harian Rakyat Sultra,
Edisi 6 November 2014). Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki sumber daya
manusia yang juga tidak sedikit. Ini terbukti pada setiap ajang kompetisi
baik dalam skala nasional, ASEAN ataupun internasional, yang diikuti oleh
putra-putri Indonesia, tidak jarang memboyong piala kemenangan. Ya, kita
kaya dengan sumberdaya alam dan SDM yang mumpuni.
Benarkah???
Mari sejenak mereview. Sejak 2009 hingga 2014 rata-rata pertumbuhan
ekonomi kita hanya 5,7% dengan pendapatan perkapita sebesar USD 4.700, yang
masih sangat jauh dibawah negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dengan
pendapatan perkapita sebesar USD 10.000, Malaysia sebesar USD 15.000 dan
Singapura yang mencapai USD 50.000 (Harian Rakyat Sultra, Edisi 6 November
2014). Sementara, pada Workshop SIMLUH KP di Semarang Tanggal 28 Mei 2015,
sebagaimana paparan Kepala Bidang Program Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan, bahwa indeks ketahanan pangan Asia dan Afrika, Indonesia berada pada
ranking 10 ASEAN dan ranking 64 dunia (Indonesia berada dibawah Vietnam).
Uraian
diatas memunculkan satu pertanyaan. “Sebagai negara maritim dengan
potensi kelautan dan perikanan yang besar, dapatkah negara tercinta ini disebut
sebagai negara maritim yang berdaulat???”. Padahal, sebagai negara
agraris sekaligus negara maritim yang besar dengan potensi sumber daya alam
yang beragam, Indonesia mempunyai berbagai peluang untuk mencapai
kesejahteraan.
Menurut Yusni, I.S (2015) bahwa, banyak kajian dan laporan tentang potensi
kekayaan laut hayati dan non hayati Indonesia telah dipublikasikan,
diantaranya:
1. Laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar
di dunia, memiliki 8.500 spesies ikan, 555 spesies terumbu karang dan 950
spesies biota yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang.
2. Laut Indonesia dan selat-selatnya merupakan alur transportasi Internasional
yang ramai, menghubungkan antara Benua Asia, Pantai Barat Amerika dan Benua
Eropa.
3. Tiga lempeng tektonik (Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik)
bertemu diwilayah Indonesia. Pertemuan lempeng tektonik tersebut memicu
terjadinya gunung api, serta gempa bumi. Secara bersamaan, keadaan ini
merupakan prasyarat pembentukan sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas di
darat maupun laut.
Potensi kelautan Indonesia diperkirakan 1.2 trilliun USD, yang
dapat menyerap
tenaga
40 juta tenaga kerja. Dari potensi
tak tereksploitasi (sleeping potency), kontribusi seluruh sektor kelautan (11 sektor) terhadap PDB Indonesia terhitung
20 %.
Diperhitungkan sekitar Rp 300 trilliun potensi ini hilang karena Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF), yang
merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.
Selanjutnya
dikatakan 70%
produk Indonesia dieksport melalui Negara Singapura (Dahuri,
2014).
Sumber lain menyebutkan
bahwa, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan meliputi, perikanan tangkap di
perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi 0,9 juta
ton/tahun. Budidaya laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu,
dan gobia), budidaya moluska (kekerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya
rumput laut, budidaya air payau (tambak) yang potensi lahan pengembangannya
mencapai sekitar 913.000 ha, dan budidaya air tawar terdiri dari perairan umum
(danau, waduk, sungai, dan rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah,
serta bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan
seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih
ikan dan udang serta industri bahan pangan. Besaran potensi hasil laut dan
perikanan Indonesia mencapai 3000 triliun per tahun, akan tetapi yang sudah
dimanfaatkan hanya sekitar 225 triliun atau sekitar 7,5% saja.
Pemulihan ekonomi dari
sektor kelautan dan perikanan diperkirakan sebesar US$82 miliar per
tahun. Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk
perikanan terbesar dunia, karena kontribusi perikanan pada 2004-2009 terus
mengalami kenaikan.
Literatur lain juga
menyebutkan bahwa, potensi perikanan yang mencapai 82 millar U$D yang dimiliki
negara ini, jika dikelola dengan baik, bertanggung jawab dan berkelanjutan akan
mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dengan membuat regulasi
yang tepat dan berpihak kepada para pelaku usaha kecil (nelayan dan
pembudidaya) akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Issue
peningkatan kesejahteraan melalui kemandirian pangan menjadi issue sangat
strategis, setelah Bapak Joko Widodo menginginkan Indonesia menjadi negara yang
mandiri dan berdaulat dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut Sri
Raharjo, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) periode
2004-2006, suatu negara yang tidak memiliki kemampuan secara mandiri dalam memenuhi
kebutuhan pangan secara berkelanjutan, akan semakin tergantung pada negara
lain.
Sehingga
sangat tepat jika seorang pemimpin negara seperti Bapak Joko Widodo, yang
menginginkan kedaulatan negara dengan basis ketahanan pangan. Disisi
lain, ada sosok ibu Susi Pudjiastuti menteri kelautan dan perikanan yang
memiliki visi misi besar menegakan kedaulatan maritim dengan pemberantasan IUU
Fishing-nya.
Dua tokoh
besar tersebut diatas menjadi inspirator dalam menegakan negara maritim ini
menjadi berdaulat dan berkepribadian. Nah, bagaimana mendukung visi misi
tersebut dalam perspektif penyuluhan kelautan dan perikanan ???
Menanti Penyelenggaraan Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan yang Berdaulat
Pasca
terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya
menyebutkan bahwa urusan penyelenggaraan penyuluhan kelautan dan perikanan
menjadi kewenangan pemerintah pusat, menjadi sebuah angin segar bagi
penyelenggaraan penyuluhan terutama oleh penyuluh perikanan itu sendiri.
Sebab, selama ini penyelenggaran penyuluhan kelautan dan perikanan yang
berlangsung di daerah, ibarat urusan yang di nomor sekiankan. Sesuatu
yang bisa disebut tidak penting. Ditambah lagi dengan embel-embel otonomi
daerah, dimana hampir di setiap daerah mengutamakan pembangunan infastruktur
dan peningkatan produksi.
Bahwa jika
pembangunan jalan raya dan gedung-gedung tidak terlihat nyata, maka
dikatakanlah tidak terjadi pembangunan. Atau jika produksi
pertanian/perikanan menurun, sibuklah dengan penyediaan saspras yang diharapkan
dapat meningkatkan produksi pertanian/perikanan. Tetapi kemudian
melupakan satu hal kecil yang sangat urgen (sesungguhnya, red). Yakni,
bagaimana menata pola pikir, sikap dan pengetahuan para pelaku dilapangan
(pelaku utama dan pelaku usaha). Inilah peran penyelenggaraan penyuluhan.
Penyuluh
seringkali disebut sebagai “ujung tobak”. Menurut Bapak Wakil Walikota
Kendari, saat acara Gempita di Kota Kendari Tahun 2015 lalu, mengatakan bahwa
penyuluh perikanan merupakan “ujung tombak”. Maknanya adalah
bahwa tombak yang baik memiliki mata tombak yang tajam, artinya setiap penyuluh
perikanan harus jeli dalam melihat kondisi sekitarnya, terutama kondisi pelaku
utama perikanan yang merupakan sasaran penyuluhannya.
Kejeliannya
akan menghasilkan sebuah identifikasi masalah yang baik, untuk selanjutnya
mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pelaku utama perikanan.
Selain memiliki mata tombak yang tajam, sebuah tombak yang baik, idealnya
memiliki tangkai yang kokoh yang dapat dilempar tanpa patah ketika terbentur
benda lain. Mata tombak dan tangkainya dianalogkan sebagai seorang
penyuluh perikanan. Bahwa selain memiliki ketajaman intelektual, penyuluh
perikanan juga seharusnya memiliki mental baja, sebab tidak dipungkiri medan tugas
penyuluh perikanan bukanlah mudah.
Jika sebuah
tombak yang utuh diasumsikan sebagai seorang penyuluh perikanan, maka harus ada
seseorang yang akan memegang tombak tersebut untuk selanjutnya melemparkannya
menuju sasaran. Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan,
seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil
atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih besar, atau bahkan KKP sebagai
“suhu” pelempar tombak tersebut. Seorang pelempar tombak, idalnya
memiliki tenaga yang kuat dan tangkas dalam membidik sasaran.
Sasaran kita
adalah pelaku utama perikanan. Data SIMLUHDAYA KP yang diantaranya
memuat data kelompok pelaku utama, menunjukkan bahwa secara kuantitas jumlah
pelaku utama perikanan yang kita miliki sangat besar. Untuk satu provinsi
saja seperti Sulawesi Tenggara, terdapat lebih dari seribu kelompok pelaku
utama perikanan dengan jumlah anggota antara 10 s/d 25 orang perkelompok.
Dengan asumsi dari 1000 kelompok, terdapat 20 orang anggota perkelompok saja,
total pelaku utama untuk satu provinsi adalah 20.000 orang pelaku utama.
Data ini hanya menghitung jumlah anggota kelompok, belum menghitung jumlah
anggota keluarga setiap orang dalam satu kelompok, yang umumnya mereka juga
merupakan pelaku utama perikanan (istri dan anak-anak, red).
Jika
diasumsikan jumlah rata-rata anggota keluarga pelaku utama perikanan adalah 5
orang saja, maka total pelaku utama perikanan persatu provinsi adalah 100.000
orang pelaku utama. Indonesia terdiri dari 34 provinsi dan jika
rata-rata perprovinsi memiliki 100.000 orang pelaku utama maka untuk Indonesia
memiliki 3.400.000 orang pelaku utama perikanan.
Data diatas
umumnya adalah pelaku utama perikanan dengan skala usaha kecil. Jumlah
ini cukup fantastis, dan sangat mampu untuk menggerakkan roda pembangunan
kelautan dan perikanan. Tinggal bagaimana menyelaraskan antara kualitas
dan kuantitas. Jika kegiatan pemberdayaan benar-benar menyentuh pelaku
utama perikanan, bukan mustahil mampu meningkatkan pemanfatan SDA yang baru
sekitar 7,5% sebagaimana diuraikan sebelumnya, hingga “mimpi” berjaya terhadap
kelautan dan perikanan Indonesia menjadi kenyataan.
Jika
menelaah makna kata “berdaulat”, yang berarti berkuasa, berjaya, berhak ataupun
otonom, maka ketika kedaulatan itu telah dipegang oleh BPSDMP KP dan PUSLUHDAYA
KP, tentunya penyelenggaraan penyuluhan kelautan dan perikanan, bukan lagi
dipandang sebagai kegiatan yang di nomor sekiankan seperti ketika otonomi
daerah.
Saat ini
Pusluhdaya KP tengah gencar-gencarnya menyuarakan pemberdayaan masyarakat
kelautan dan perikanan, seiring dengan berubahnya nomenklatur Pusluh KP menjadi
Pusluhdaya KP. Suara memberdayakan masyarakat KP menggaung di telinga
setiap penyuluh perikanan, sehingga saat ini hampir disetiap momen diskusi para
penyuluh adalah dengan topik yang nyaris seragam yakni “Pemberdayaan Masyarakat
KP”. Gelar “Garda Pembangunan Kelautan dan Perikanan” juga merupakan satu
dari sekian gelar yang telah terpatri pada penyuluh perikanan. Sehingga
sebagai “garda” untuk menuju pada bangunan pemberdayaan masyarakat KP, mutlak
untuk terlebih dahulu memberyakan penyuluh perikanan itu sendiri.
Bisa
dibanyangkan jika penyuluh perikanan yang jumlahnya sekitar 14.484 orang (data
simluhdaya kp), telah berdaya, baik dari aspek teknis maupun ekonomisnya, maka
pemberdayaan pelaku utama bukanlah hal sulit untuk dilakukan. Layaknya
dalam sebuah pesawat terbang, kita sering kali dituntun oleh pramugari, untuk
lebih dulu menolong diri sendiri baru kemudian menolong orang lain (anak, red).
Penulis
membayangkan suatu saat pelaku utama bisa melakukan apa saja untuk usahanya,
mulai dari budidayanya, pengolahannya hingga produk-produknya yang menguasai
pasar dalam daerah atau bahkan dalam negeri sendiri, dan pada saat itu lah
penyuluh perikanan tepat menyandang gelar sebagai “agen perubahan”. Dan
saat yang bersamaan, kedaulatan negara maritim tercipta, sebab pelaku industri
perikanan adalah warga lokal yakni pelaku utama perikanan. Untuk kesana,
hanya ada KERJA, KERJA dan KERJA dibarengi dengan meluruskan niat untuk
benar-benar memberdayakan masyarakat kelautan dan perikanan.
Kontributor:
Mirnawati
Firdaus,
Penyuluh Perikanan Muda Pada
Sekretariat.Bakorluh PPK Prov. Sulawesi Tenggara
Daftar
Pustaka
Yusni,
I.S., (2015). Menggali Potensi Sumberdaya Laut Indonesia.
Makalah. USU Medan.
http://www.kompasiana.com/robin_kfc/sumber-daya-perikanan-sebagai-tulang-punggung-perekonomian-indonesia_55111a3b8133116b41bc5feb