KONDISI MASYARAKAT PESISIR DAN
TANTANGAN BAGI PENYULUH PERIKANAN
KENDARI (7/2/2016)
www,pusluh.kkp.go.id
Masalah kemiskinan
merupakan persoalan yang dihadapi diseluruh daerah perkotaan di Indonesia yang
hingga kini belum dapat ditanggulangi. Ketidakmampuan setiap pemerintah kota di
Indonesia dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini, disebabkan karena
strategi penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan belum mampu menjawab atau
menyentuh akar persoalan kemiskinan, kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat
multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang
menyeluruh. Untuk itu, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang
menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan.
Secara umum,
kemiskinan masyarakat pesisir ditenggarai oleh tidak terpenuhinya
hak-hakmasyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, inftastruktur dan lain-lain. Di samping itu, kurangnya
kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan
permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi
tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan
Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah
satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.
Melimpahnya potensi perikanan yang dikandung oleh laut di sekitar tempat
komunitas nelayan bermukim, seharusnya dapat menjadi suatu asset besar bagi
nelayan setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi. Namun,
kenyataannya sampai saat ini kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam
garis kemiskinan.Hal tersebut, sesuai dengan kondisidilapangan, dimana
pada pagi hari dapat ditemui pada nelayan yang telah giat bekerja untuk turun
ke laut guna menangkap ikan. Selain itu, ada pula diantara mereka yang
mengangkut hasil tangkapannya dengan memakai sepeda menuju tempat pelelangan
ikan untuk memasarkan langsung hasil tangkapannya. Disamping itu, nelayan
seringkali dijadikan objek eksploitasi oleh para pemilik modal. Misalnya ketika
harga ikan yang merupakan sumber pendapatan mereka, dikendalikan oleh para
pemilik modal atau para juragan atau ponggawa. Hal ini, tentu saja dapat
membuat distribusi pendapatan menjadi tidak merata dimana dengan adanya
permainan harga, nelayan mendapatkan pendapatan yang rendah atau berada pada
posisi yang dirugikan sedangkan para pemilik modal, dapat meraup keuntungan
yang besar dari adanya tindakan spekulasi harga. Demikian halnya dengan gejala
modernisasi perikanan yang juga tidak banyak dapat membantu, bahkan sebaliknya
membuat nelayan utamanya nelayan tradisional menjadi semakin terpinggirkan,
seperti pada saat munculnya kapal tangkap yang berukuran besar dan berteknologi
modern (motorisasi) yang mampu menangkap ikan lebih banyak. Penggunaan kapal
besar yang berteknologi modern oleh pemilik modal sudah barang tentu dapat
menghasilkan tangkapan ikan yang lebih besar bila dibandingkan dengan nelayan
tradisional yang hanya menggunakan teknologi tradisional.
Kemiskinan yang dialami oleh komunitas nelayan, sesungguhnya juga tak lepas
dari pengaruh atau budaya yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Terlepas
dari sadar atau pun tidak sadar, budaya atau kebiasaan hidup seperti sikap
malas dan pasrah terhadap nasib telah menjadi bagian dari kebiasaan mereka,
sehingga secara psikologis, individu dari komunitas nelayan akhirnya merasa
kurang bahkan tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi sebagai upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Akibat dari sikap hidup di atas, pada akhirnya menyebabkan tingkat
pendapatan dari seorang nelayan tidak menentu bahkan terkadang nihil, sehingga
pada saat tingkat pendapatan dari nelayan rendah, maka tingkat pendidikan
anak-anaknya pun rendah. Tidak sedikit anak nelayan yang harus berhenti sebelum
lulus sekolah dasar atau tidak melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih
tinggi. Umumnya mereka disuruh bekerja untuk membantu orang tua dalam mencari
nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarganya yakni kebutuhan pangan
untuk dapat bertahan hidup.
Demikian penjelasan di atas yang menunjukkan adanya benang merah bahwa
kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti adanya
distribusi pendapatan yang tidak merata, kebijakan dari pemerintah yang tidak
adil dan cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu, juga dari sikap
hidup mereka atau sekelompok masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya
mereka seperti sikap malas, dan pasrah terhadap nasib. Namun Pemerintah
pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan
program-program strategis yang berhubungan langsung dengan nelayan diantaranya
Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN), sertifikat hak atas tanah nelayan (SEHAT),
Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan, program tersebut sangat membantu
kehidupan nelayan dan keluarganya (Pelaku Utama Perikanan. Disisi lah peran penyuluh perikanan begitu
penting dalam menanamkan semangat untuk berubah ke arah lebih baik
Kontributor:
Jon Dahlan, S.Pi
Penyuluh Perikanan
Prov. Sulawesi Tenggara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar