BUDIDAYA LELE SANGKURIANG (Clarias
sp.)
BUDIDAYA LELE SANGKURIANG
Ikan lele merupakan salah
satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh
masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat
dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan
padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh
masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan
relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya
ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia
pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh
lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.
Namun demikian perkembangan
budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele
dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat
(inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas
rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang
gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap
penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).
Sebagai upaya perbaikan mutu
ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk
menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele Sangkuriang.
Seperti halnya sifat biologi
lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun
lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta,
udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya,
penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar
terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Tujuan pembuatan Petunjuk
Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo
strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan
untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi
masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keunggulan lele
dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka
lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada
instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini,
diberi nama Lele Sangkuriang. Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan
genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2)
dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi
yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua
lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6
merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk
dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara
induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap
pertama (F2 6).
Budidaya lele Sangkuriang
dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m – 800 m dpi. Persyaratan lokasi,
baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan
penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih
tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi.
Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan
tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang
dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.
Budidaya lele, baik kegiatan
pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau
bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan
pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.
Sumber air dapat menggunakan
aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan
yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk
pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Suhu air yang ideal untuk
pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju
pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen
dalam air.
pH air yang ideal berkisar
antara 6-9.
Oksigen terlarut di dalam
air harus > 1 mg/l.
Budidaya ikan lele
Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah.
Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan
kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Bentuk kolam yang ideal
untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500
m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari
pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit
(kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit
dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.
Sebaiknya pintu pemasukan
dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa
monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua
bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang
papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan
satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang
dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana,
yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah
pematang dengan bantuan pipa berbentuk L mencuat ke atas sesuai dengan
ketinggian air kolam.
Saringan dapat dipasang pada
pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos
keluar/masuk.
Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele
ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan
kolam meliputi:
a. Persiapan kolam tanah
(tradisional)
Pengolahan dasar kolam yang
terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya.
Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu
agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk
kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).
Untuk tempat berlindung ikan
(benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan
kubangan (bak untuk pemanenan).
Memberikan kapur ke dalam
kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas
tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman
kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga
sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan
sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.
Pemupukan dengan kotoran
ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2;
NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan
pengeluaran air dipasang penyaring
Kemudian dilakukan pengisian
air kolam.
Kolam dibiarkan selama ± 7
(tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b. Persiapan kolam tembok
Persiapan kolam tembok
hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan
pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan
bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan
sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium
permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan
dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum
ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu)
dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut
benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari
kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini
berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana
wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50
ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d. Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk
mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa
pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total
ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap
hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus
dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul,
jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat
dibuat bentuk pellet.
e. Pemanenan
Ikan lele Sangkuriang akan
mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot
antara 200 – 250 gram per ekor dengan panjang 15 – 20 cm. Pemanenan dilakukan
dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan
kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara
lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa
paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan
lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat
ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah
berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk
diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan ikan lele dapat
dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang
diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
Proses Produksi pada
kegiatan pembesaran disajikan Tabel 1.
Tabel 1
Proses pembesaran lele
Sangkuriang di bak tembok.
Kriteria Satuan Pembesaran
Ukuran Tanaman
– Umur hari 40
– panjang cm 4 – 8
– bobot gram 4- 6
Ukuran Panen
– Umur hari 130
– panjang cm 15 – 20
– bobot gram 125 – 200
Sintasan % 80-90
Padat Tebar Ekor/m2 50-75
Pakan
– Tingkat Pemberian % bobot
3
– Frekuensi Pemberian
kali/hari 3
Tingkat Konversi Pakan 0,8 –
1,2
Kegiatan budidaya lele
Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan
timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit
banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme
predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan
organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp.,
Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.
Penanggulangan hama insekta
dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat
pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat
dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling
kolam.
Penanggulangan organisme
pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan
pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan
obat-obatan yang direkomendasikan.
Pengelolaan lingkungan dapat
dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya
dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan,
pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan
pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya
dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi
pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian
tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula
dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.
Untuk menghindari terjadinya
penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pindahkan segera ikan yang
memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah
parah sebaiknya dimusnahkan.
Jangan membuang air bekas
ikan sakit ke saluran air.
Kolam yang telah terjangkit
harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur
(CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam
retak-retak.
Kurangi kepadatan ikan di
kolam yang terserang penyakit.
Alat tangkap dan wadah ikan
harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya
dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50
liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
Setelah memegang ikan sakit
cucilah tangan kita dengan larutan PK
Bersihkan selalu dasar kolam
dari lumpur dan sisa bahan organik
Usahakan agar kolam selalu
mendapatkan air segar atau air baru.
Tingkatkan gizi makanan ikan
dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.
ANALISA USAHA
Pembesaran lele Sangkuriang
di bak plastik
1. Investasi
a. Sewa lahan 1 tahun @ Rp
1.000.000,- = Rp 1.000.000,-
b. Bak kayu lapis plastik 3
unit @ Rp 500.000,- = Rp 1.500.000,-
c. Drum plastik 5 buah @ Rp
150.000,- = Rp 750.000,-
Rp 3.250.000,-
2. Biaya Tetap
a. Penyusutan lahan Rp
1.000.000,-/1 thn = Rp 1.000.000,-
b. Penyusutan bak kayu lapis
plastik Rp 1.500.000,-/2 thn = Rp 750.000,-
c. Penyusutan drum plastik
Rp 750.000,-/5 thn = Rp 150.000,-
Rp 1.900.000,-
3. Biaya Variabel
a. Pakan 4800 kg @ Rp 3700 =
Rp 17.760.000,-
b. Benih ukuran 5-8 cm
sebanyak 25.263 ekor @ Rp 80,- = Rp 2.021.052,63
c. Obat-obatan 6 unit @ Rp
50.000,- = Rp 300.000,-
d. Alat perikanan 2 paket @
Rp 100.000,- = Rp 200.000,-
e. Tenaga kerja tetap 12 OB
@ Rp 250.000,- = Rp 3.000.000,-
f. Lain-lain 12 bin @ Rp
100.000,- = Rp 1.200.000,-
Rp 24.281.052,63
4. Total Biaya
Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 1.900.000,- + Rp
24.281.052,63
= Rp 26.181.052,63
5. Produksi lele konsumsi
4800 kg x Rp 6000/kg -Rp 28.800.000,
6. Pendapatan
Produksi – (Biaya tetap +
Biaya Variabel)
= Rp 28.800.000,- – ( Rp
1.900.000,- + Rp 24.281.052,63)
= Rp 2.418.947,37
7. Break Event Point (BEP)
Volume produksi = 4.396,84
kg
Harga produksi = Rp 5.496,05
Sumber :Buku Budidaya Lele
Sangkuriang, Dit. Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar