SEJARAH
PENGUKURAN KAPAL
Sebelum
ditetapkannya cara pengukuran kapal yang saat ini diberlakukan di banyak negara
termasuk Indonesia, masing-masing negara menerapkan cara pengukuran yang
berbeda-beda. Cara pengukuran kapal yang berbeda-beda ini kemudian menimbulkan
permasalahan bagi kapal2 dengan rute pelayaran internasional. Berdasarkan hal
tersebut, maka pada tahun 1927 dibuat persetujuan tentang pengukuran kapal di
Oslo, Norwegia. Isi persetujuan ini adalah pemberlakuan cara ukur MOORSOM dalam
pengukuran kapal. Persetujuan ini berlaku bagi Indonesia dengan diberlakukannya
Ordonansi Pengukuran Kapal (Sceepmentie ordonantie) 1927.
Isi dari ordonansi pengukuran kapal ini adalah tentang pemberlakuan cara ukur
MOORSOM bagi kapal2 Indonesia. Cara ukur MOOSOM sendiri telah diterapakan sejak
tahun 1855 di Inggris dan negara2 jajahannya. Kemudian penerapannya diikuti
oleh Austria, Italia, Turky, Norwegia dan Finlandia pada tahun 1886, Tetapi,
dalam pelaksanaannya satu negara dengan negara yang lain mempunyai sistem yang
berbeda-beda.
Menyadari betapa pentingnya penetapan suatu sistem universal untuk pengukuran
kapal guna melayani pelayaran internasional, maka pada tanggal 27 Mei s/d 23
Juni diadakan suatu konferensi di London yang bertujuan merumuskan suatu
konvensi internasional tentang pengukuran kapal. Konferensi ini menghasilkan
tiga rekomendasi yang timbul dari pertimbangan2 mendalam. Ketiga rekomendasi
tersebut adalah :
Disahkannya
International Convention on Tonnage Measurment of Ships 1969;
Penggunanaan
isi kotor (Gross Tonnage) dan isi bersih (Net Tonnage) sebagai parameter
pengukuran; dan
Adanya
penafsiran yang seragam terhadap definisi berbagai istilah.
Pemerintah
Indonesia kemudian mengesahkan hasil konvensi tersebut melalui Keputusan
Presiden Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Pengesahan International Convention on
Tonnage Measurment of Ships (TMS 1969).
Beberapa hal penting yang perlu diketahui dari TMS 1969 adalah bahwa konvensi
ini diterapakanya bagi kapal2 yang memiliki panjang 24 meter atau lebih (pasal 3-4).
Sementara itu, bagi kapal2 yang panjang kurang dari 24 meter diatur oleh
masing2 negara. Selanjutnya berdasarkan ketentuan TMS 1969 kemudian
pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungan Tentang Pengukuran
Kapal2 berbendera Indonesia yang berukuran panjang < 24 meter dapat diukur
berdasarkan ketentuan Ordonansi Pengukuran Kapal 1927.
Sesuai dengan petunjuk Keputusan Menteri Perhubungan tersebut, maka Direktur
Jenderal Perhubungan Laut kemudian menetapkan Kepusannya Nomor PY.67/1/13-90
yang berisi tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kapal2 Indonesia. Kemudian
dalam keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90
menyebutkan bahwa terdapat tiga cara pengukuran kapal2 di Indonesia :
Pengukuran
untuk kapal berukuran panjang 24 meter atau lebih dapat di ukur dengan cara
pengukuran internasional, dengan rumus GT = K1 x V;
Pengukuran
untuk kapal berukuran panjang < 24 meter dapat diukur dengan cara pengukuran
dalam negeri, dengan rumus GT = 0,353 x V; dan
Pengukuran
utk kapalberukuran panjang < dari 24 atas permintaan pemilik kapal dapat
diukur dengan cara pengukuran internasional, dengan rumus GT= 0,25 x V.
Panjang
kapal yang dimaksud diatas adalah sesuai dengan ketentuan TMS 1969 yaitu 96
persen dari panjangnya garis air (Water Line) sekurang-kurangnya pada 85
persen dari ukuran dalam tebesar (Least Moulded Depth) diukur dari sebelah atas
lunas, atau panjang dari bagian depan haluan sampai sumbu poros kemudi pada
garis air. Definisi ini dalam bidang arsitektur perkapalan (Naval Architecture)
dikenal dengan Lenght Perpendicular (LPP) atau (LBP) yang merupakan
panjang kapal antara After Perpendicular (AP) dengan Fore Perpendicular
(FP).
Panjang kapal bedasarkan TMS 1969 dijadikan dasar utk menentukan cara
pengukuran GT yang akan digunakan terhadap kapal. Pada tanggal 17 Mei 2002
DIRJEN PERLA menetapkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor
PY.67/1/16-02 tentang perubahan atas Keputusan DIRJE PERLA Nomor PY.67/1/13-90.
Keputusan ini mengubah dan menggantikan rumusan cara pengukuran dalam negeri
yang tecantum dalam pasal 26 ayat (1) Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor
PY.67/1/13-90 sehingga selengkapnya berbunyi :
Diposkan
oleh Fuadi's77 di 12.38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar