Teknologi pengawetan ikan dengan cara pengasapan
I. Pengawetan Ikan
Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan
dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik
jumlahnya mencapai 30%. Seperti halnya dengan metode-metode pengawetan
tradisional,asal mula penemuan pengawetan ikan dengan cara pengasapan mungkin
secara kebetulan aja di mana sewaktu ikan dikeringkan di atas nyala api yang
berasap ternyata selain menjadi lebih awet ikan juga mempunyai rasa dan aroma
yang sedap
Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk
dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Di beberapa negara
Eropa, ikan asap merupakan makanan yang biasa disantap pada waktu sarapan pagi.
Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau
pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu
luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit,
karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
II. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
II. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa
partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang
sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap
diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna
dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu
penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya
aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam
asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam
pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap,
kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung
kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang
diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan
diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek,
aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan
menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan
menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20
macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang
dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka
harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung
kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung
senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan
dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk
kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan
daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit
pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap
oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas
pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang
telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan
uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air
tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran
asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan
mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena
air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan
mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka
permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya
dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami
efek pengeringan.
III. Macam-Macam Cara Pangasapan Dan Peralatan
Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah
Pengasapan Dingin (cold smoking) dan Pengasapan Panas (hot smoking), pada
pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 400C, kelembaban nisbi (R.H)
yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses pengeringan berlangsung sangat
lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering terlalu cepat, kadar air
ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah, sehingga
pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih
awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas).
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 1200C atau
lebih dan suhu pada daging ikan bagian dalam dapat mencapai 600C. Kadar air
ikan asap yang dihasilkan relatif masih tinggi, sehingga daya awetnya lebih
rendah daripada yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin. Pengasapan panas
biasanya menghasilkan ikan asap yang mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh
rasa ikan asap yang diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan
perlakuan-perlakuan pendahuluannya
Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan
pengasapan dingin ialah kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional
sangat sederhana dan ikan hanya di gantungkan di atas api yang berasal dari
serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan asap yang dihasilkan sangat
sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses pengasapan
telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap mekanik
ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik
dan mudah.
IV. Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek
Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang
mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan
pengasapannya sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi,
penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman
kecil ( dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting).
Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik
air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi
tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga
menyebabkan daging ikan menjadi enak.
B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke
dalam kamar asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara
tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga
permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek
pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk
berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan uang sangat
penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang
diuapkan.
C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan
pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak
begitu tinggi efek pengawetannya hamper tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet
ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena
jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih
tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan
aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan
menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan
selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan
D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah utnuk mengawetkan dan
member warna dan rasa spesifik pada ikan. sebenarnya asap sendiri daya
pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap),
sehingga agar ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan
cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau
penyimpanan pada suhu rendah.
V. Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung
zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri
pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi
sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap.Hal ini
disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang
terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan
lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya
reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu
sendiri.
C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai
kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol
dari asap dengan oksigen dari udara
D. Rasa Ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat
spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh
asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu
VI. Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan
lainnya,pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi
karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan
mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu
ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan
menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak
cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat
menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan
tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan
kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila
dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam
kondisi yang sangat baik
B. Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap
dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya
dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing
dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun
yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses
pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah
penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara
penggaraman basah atau larutan )brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan
yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk
mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus
mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%.Larutan di atas 100% akan merusak produk
yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan.
Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan
menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang
merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam
dalam larutan harus selalu dikontrol.Seringkali penambahan garam ke dalam
larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer
(alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch)
harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu
untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan
kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah
digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan
garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk
gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan
tidak menarik lagi.
C. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar,
lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum
proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara
mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat
dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban
nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban
yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan
harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk
lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan
menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu criteria yang diinginkan pada
ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan
larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih
rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram
VII. Kesimpulan
1. Ikan yang diawetkan dengan pengasapn hanya
mempunyai daya awet yang relative singkat,tergantung kepada kesegaran ikan yang
dipakai,lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan
kadar air pada produk akhir.Untuk memperpanjang daya awet dapat
dilakukan dengan cara mengkombinasikannya dengan cara-cara pengawetan lainnya,
misalnya menggunakan zat-zat pengawet ( preservative), penggalengan atau
penyimpanan pada suhu renda. Menurut hasil percobaan yang dilakukan di Lembaga
Penelitian Teknologi Perikanan, ikan bandeng yang diasap dengan cara kombinasi
pengasapan panas dan dinginbila disimpan pada suhu kamar hanya tahan sampai 7
hari, sedangkan bila disimpan pada suhu rendah (+30C) dapat tahan lebih dari
150 hari. Kadar garam dan kadar air bandeng asap tersebut masing-masing 4% – 57%.
2. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, maka
hal-hal yang harus diperhatikan ialah :
a. Kesegaran dan kondisi ikan yang akan diasap
b. Konsentrasi dan kebersihan larutan garam
c. Jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap dan
d. Kontrol terhadap suhu dan jumlah asap dalam kamar
pengasap.
3.Untuk membuat (praktik) ikan asap, dapat dipelajari
pada : “Paket Ketrampilan Teknologi Pengolahan Hasil Laut”, materi pokok
Membuat ikan Pindang dan Ikan Asap,Seri: B-2 (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar