Dampak Perubahan
Iklim bagi Indonesia
Posted on 12 Oktober 2009 by munzir08
Perubahan iklim pada kenyataannya
sangat berdampak terhadap kelangsungan hidup umat manusia. Dampak ekstrem dari
perubahan iklim terutama adalah terjadinya kenaikan temperature serta pergeseran
musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan
Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut
dan kenaikan permukaan air laut. Berbagai kerugian yang telah dan akan dirasakan
oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dampak perubahan iklim adalah sebagai
berikut:
1. Kenaikan Temperatur dan Berubahnya Musim Di
Indonesia sendiri telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3°C sejak
tahun 1990. Sementara di tahun 1998, suhu udara mencapai titik tertinggi, yaitu
sekitar 1°C di atas suhu rata-rata tahun 1961-1990 (M. Hulme, 1999).
Dampak lain yang diperkirakan terjadi akibat
perubahan iklim adalah tak menentunya pola curah hujan. Di beberapa tempat
curah hujan meningkat, yang kemudian akan berdampak pada terjadinya banjir dan
longsor. Sementara di sebagian tempat lain curah hujan menurun, sehingga
berdampak pada terjadinya kekeringan.\
2. Naiknya Permukaan Air Laut
Sebagai dampak naiknya permukaan air laut,
maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang.
Apabila ‘skenario’ IPCC terjadi, diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000
pulau. Hal ini tentunya akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian
besar wilayah Indonesia. Akibatnya, bila ditarik garis batas 12 mil laut dari
garis pantai, maka sudah tentu luas wilayah Indonesia akan
berkurang.
Masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di
sepanjang pantai akan semakin terdesak. Mereka bahkan kehilangan tempat tinggal
serta infrastruktur pendukung yang
telah terbangun. Nelayan juga akan kehilangan
mata pencahariannya akibat berkurangnya jumlah tangkapan ikan. Hal ini
disebabkan karena tak menentunya iklim sehingga menyulitkan mereka untuk
melaut. Kenaikan air laut akan memperburuk kualitas air tanah di perkotaan,
karena intrusi atau perembesan air laut yang kian meluas.
Kenaikan muka air laut juga akan merusak
ekosistem hutan bakau, serta merubah sifat biofisik dan biokimia di zona
pesisir. Adapun daerah-daerah pesisir yang termasuk rawan akan dampak kenaikan
muka air laut antara lain sebagai berikut:
a.
Pantai
utara Jawa, termasuk kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang Antara tahun
1925 -1989, kenaikan permukaan air laut telah terjadi di Jakarta (4,38
mm/tahun), Semarang (9,27 mm/tahun) dan Surabaya (5,47 mm/Tahun).
b.
Pantai
timur Sumatera.
c.
Pantai
selatan, timur dan barat Kalimantan.
d.
Pantai
barat Sulawesi.
e.
Daerah
rawa di Irian Jaya yang terletak di pantai barat dan selatan.
Di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), akan
terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Akibatnya,
kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan akan semakin terasa. Hal ini akan
semakin parah apabila daya tampung sungai dan waduk tidak terpelihara akibat
erosi dan sedimentasi.
3. Dampaknya pada Sektor Perikanan
Pemanasan global menyebabkan memanasnya air
laut, sebesar 2-3°C. Akibatnya, alga yang merupakan sumber makanan terumbu
karang akan mati karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air
laut. Hal ini berdampak pada menipisnya ketersediaan makanan terumbu karang.
Akhirnya, terumbu karang pun akan berubah
warna menjadi putih dan mati (coral
bleaching). Peristiwa El Nino, biasa juga disebut ENSO (El Nino Southern
Oscillation) yang terjadi setiap 2-13 tahun sekali, pada tahun 1997-1998
menyebabkan naiknya suhu air laut sehingga memicu peristiwa pemutihan karang
terluas. Setelah El Nino berlalu, terumbu karang yang rusak punya kesempatan
untuk tumbuh kembali.
Pemutihan karang menyebabkan punahnya
berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi (contohnya, ikan kerapu
macan, kerapu sunu, napoleon dan lainlain) karena tak ada lagi terumbu karang
yang layak untuk dihuni dan berfungsi sebagai sumber makanan. Padahal Indonesia
mempunyai lebih dari 1.650 jenis ikan karang,
itupun hanya yang terdapat di wilayah
Indonesia bagian timur saja belum terhitung yang berada wilayah lainnya.
Akibat lebih jauh adalah terjadinya perubahan
komposisi ikan di laut Indonesia. Ikan yang tak tergantung pada terumbu karang
akan tumbuh dengan suburnya. Contohnya, ikan belanak, bandeng, tenggiri dan
teri, padahal ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yg lebih rendah daripada
jenis ikan karang.
Tak hanya
itu, memanasnya air laut akan mengganggu
kehidupan jenis ikan tertentu yang
sensitif terhadap naiknya suhu. Ini
mengakibatkan terjadinya migrasi ikan ke
daerah yang lebih dingin. Akhirnya, Indonesia
akan kehilangan beberapa jenis
ikan. Akibatnya, nelayan lokal akan makin
terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan
ikan.
4. Dampaknya pada Sektor Kehutanan Diperkirakan
akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam
hutan sebagai akibat perubahan iklim. Beberapa spesies akan terancam punah karena
tak mampu beradaptasi. Sebaliknya spesies yang mampu bertahan akan berkembang
tak terkendali (KLH, 1998).
Kebakaran hutan bersumber pada tiga hal,
yaitu kesengajaan manusia, kelalaian manusia dan karena faktor alam. Kebakaran
hutan yang kita bahas pada bagian ini adalah yang disebabkan oleh faktor alam.
Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor
alam, umumnya disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan
sekitar hutan. Peningkatan suhu yang
terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti
musim kemarau panjang, mengakibatkan
mudah terbakarnya ranting-ranting atau
daundaun akibat gesekan yang ditimbulkan.
Hal ini menyebabkan kebakaran hutan dapat
terjadi dalam waktu singkat dimana api melahap sekian hektar luasan hutan dan
berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya. Singkat kata, peningkatan
suhu meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu perubahan
iklim yang berdampak pada meningkatnya suhu, dipastikan akan meningkatkan
potensi kebakaran hutan.
Selain hilangnya sejumlah kawasan hutan,
kebakaran hutan juga menyebabkan hilangnya berbagai keanekaragaman hayati,
terutama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Belum lagi dampak sosial dan
kesehatan yang ditimbulkan bagi masyarakat setempat.
5. Dampaknya pada Sektor Pertanian
Perubahan iklim yang berdampak pada tingginya
intensitas hujan dalam periode yang pendek akan menimbulkan banjir yang
kemudian menyebabkan produksi padi menurun karena sawah terendam air.
Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan
tanah longsor, akibatnya hasil dari tanaman dataran tinggi akan menurun.
Produksi kacang kedelai misalnya, akan turun
sebanyak 20%, sementara jagung sebanyak 40%,
dan padi 2,5% (ADB, 1994).
Perubahan iklim tak hanya menyebabkan banjir
tetapi juga kekeringan. Sebagaimana halnya banjir, kekeringan membawa kerugian
yang serupa pada sektor pertanian.
Ditambah dengan peristiwa El Nino dan La Nina
kondisi ketersediaan pangan di Indonesia akan semakin buruk.
6. Dampaknya pada Sektor Kesehatan
Naiknya suhu udara yang menyebabkan masa
inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk malaria dan demam berdarah
akan berkembangbiak lebih cepat.
Balita, anak-anak dan usia lanjut sangat
rentan terhadap perubahan iklim. Terbukti tingginya angka kematian yang
disebabkan oleh malaria sebesar 1-3 juta pertahun, dimana 80% nya adalah balita
dan anak-anak (WHO, 1997).
Selain itu, kebakaran hutan juga menghasilkan
kualitas udara yang buruk dan menurunkan derajat kesehatan penduduk di sekitar
lokasi.
Intensitas hujan yang tinggi dengan periode
yang singkat akan menyebabkan bencana banjir. Jika terjadi banjir maka akan
mengkontaminasi persediaan air bersih. Pada akhirnya perubahan iklim juga
berdampak pada mewabahnya penyakit seperti diare dan leptospirosis yang biasanya
muncul pasca banjir.
Sementara kemarau panjang juga berdampak pada
timbulnya krisis air bersih. Sehingga juga berdampak pada wabah penyakit diare
dan juga penyakit kulit.
7. Dampak Sosial dan Ekonomi
Tahun 2000, Indonesia telah mengalami 33
kejadian banjir, kebakaran hutan, kemarau, dan 6 bencana angin topan. Itu semua
telah membawa kerugian sebesar $150 milyar dan 690 nyawa hilang (Kompas, 7
Maret 2001). Sementara dunia sendiri mengalami
kerugian sebesar $300 milyar tiap tahunnya
akibat dampak perubahan iklim (UNEP,
2001).
Kerugian yang akan dialami Indonesia jika
terjadi kenaikan muka air laut setinggi 60 cm
adalah sebesar $11.307 juta pertahunnya.
Kerugian itu terdiri dari menyusutnya lahan persawahan, sawah pasang surut dan
perkebunan, tambak ikan, bangunan dan hutan bakau (Rozari, 1992).
Sementara kerugian Indonesia di sektor
pertanian akibat perubahan iklim diperkirakan
sebesar 23 milyar rupiah per tahunnya.
Sementara sektor pariwisata akan mengalami kerugian sebesar 4 milyar rupiah per
tahun (ALGAS, 1997). Berdasarkan sumber yang sama, perbaikan infrastruktur
pesisir akan memerlukan dana 42 milyar rupiah setiap tahunnya. Di sector kehutanan,
Indonesia mengalami kerugian akibat kebakaran hutan sebesar 5,96 trilyun rupiah
atau 70% dari Pendapatan Domestik Bruto sektor kehutanan (KLH, 1998). Hal
tersebut terdiri atas hilangnya persediaan air, gangguan hidrologi,
pengendalian erosi, siklus hara, penguraian limbah, hilangnya penyerapan
karbon, hilangnya keanekaragaman hayati dan lain-lain.
Kebakaran
hutan tahun 1997, telah menghabiskan biaya
kesehatan lebih dari 1,2 trilyun rupiah termasuk 2,5 juta hari kerja yang
hilang (KLH, 1998). Sementara total kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan
lahan pada tahun 1997-1998 diperkirakan mencapai US$ 9,3 milyar (Bappenas,
2000).
Selain kerugian secara finansial, kebakaran
hutan juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat setempat. Hilangnya mata
pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan merupakan derita yang harus ditanggung
oleh penduduk setempat (KLH, 1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar