IKAN SEGAR
Pengertian Ikan Segar
Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai
sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata
lain, ikan segar adalah :
1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum
mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.
2. Ikan yang belum mengalami perubahan
fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika
ditangkap
Kualitas Ikan
Ikan yang baik adalah ikan yang masih
segar. Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik,
semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan
menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar
dipengaruhi, antara lain:
1. Cara penangkapan ikan
2. Pelabuhan perikanan
3. Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai
dari pengalengan, pengepakan, pengangkutan, pengolahan.
Kesegaran adalah tolok ukur untuk
membedakan ikan yang kualitasnya baik atau tidak. Berdasarkan kesegarannya,
ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat
kesegarannya sangat baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya baik
(advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), ikan yang sudah tidak segar
lagi (busuk).
Parameter Kesegaran Ikan
Parameter untuk menentukan kesegaran ikan
terdiri atas faktor-faktor fisikawi, sensori/organoleptik/kimiawi dan
mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan
lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik,
yaitu sebagai berikut:
1. Kenampakan luar
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan
cerah dan tidak suram. Keadaan itu karena belum banyak perubahan biokimia yang
terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses
biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia.
2. Lenturan daging ikan
Daging ikan segar cukup lentur jika
dibengkokkan dan segera akan kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan.
Kelenturan itu dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging,
sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan
dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.
3. Keadaan mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah
untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata
pada kecerahan matanya.
4. Keadaan daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya.
Ikan yang masih segar, berdaging kenyal. Daging ikan yang belum kehilangan
cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir
yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik.
5. Keadaan insang dan sisik
Warna insang dapat dikatakan sebagai indicator.
Ikan yang masih segar berwarna cerah merah, sedangkan ikan yang tidak segar
berwarna coklat gelap. Insang merupakan pusat darah mengambil oksigen mengambil
air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya
dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan
dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih
melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya tersebut berarti ikan masih
segar.
PERUBAHAN MUTU IKAN SETELAH PENANGKAPAN
Pengertian Perubahan Mutu Ikan
Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu
yang diinginkan pada suatu material. Pada ikan dan produk cepat busuk lainnya,
mutunya identik dengan kesegaran. Ikan yang sangat segar baru ditangkap
dikatakan bermutu tinggi. Istilah “segar” memiliki dua pengertian, yakni baru
dipanen atau ditangkap dan mutunya masih asli belum mengalami kemunduran
apapun.
Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
1. Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya
lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya
membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir
dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut
terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan
bakteri.
2. Rigor mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging
hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati.
Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang
berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh
enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
3. Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase
rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya
daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi
pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi
pertumbuhan bakteri.
4. Bacterial decomposition (dekomposisi
oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah
yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula
hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri
menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri
adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan
mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter,
Terratia, dan Elostridium. Selama ikan masih dalam keadaan segar,
bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu
badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera
menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga
lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan
menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan
bakteri adalah :
· Seluruh permukaan tubuh
· Isi perut
· Insang
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah
diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
1. kan segar dan kerang-kerangan
mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis
daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
2. Struktur daging ikan dan kerang-kerangan
tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi
ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
3. Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan
segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan
lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.
Proses Penurunan Mutu
Secara umum ikan diperdagangkan dalam
keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup
tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya
dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah
ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada
terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya
aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan
akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa
(flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas
kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang
terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik
(rancid).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri
dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh
aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang
yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu
pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan. Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu
berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan
bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka
harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
Penurunan Mutu Ikan
1. Penurunan mutu secara autolysis
Proses penurunan mutu secara autolysis
(enzimatik) berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang mengurai senyawa
kimiawi pada jaringan tubuh ikan. Enzim tersebut bertindak sebagai katalisator
yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang
terdapat pada ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel dan jaringan
tubuh, maupun yang merombaknya. Setiap enzim beraksi semaunya menurut fungsinya
yang berakibat jaringan dan organ ikan akan berubah ke arah yang kita sebut
“busuk”. Proses penurunan mutu secara autolysis (enzimatik) merupakan kegiatan
enzim yang mengurai senyawa kimiawi yang terdapat di dalam tubuh ikan. Disana
enzim bertindak sebagai media yang menjadi pendorong segala perubahan senyawa
biologis yang terkandung di dalam tubuh ikan, baik perubahan yang sifatnya
membangun sel dan jaringan tubuh, maupun yang merombaknya.
2. Penurunan mutu secara kimiawi
Pada proses penurunan mutu secara kimiawi
yang menyolok kegiatannya adalah perubahan oksidasi lemak pada ikan yang menyebabkan
bau tengik, hingga gejala ini dinamakan ketengikan (Ilyas, 1983). Disamping
terjadi perubahan pada ikan dan dagingnya pun berubah ke arah coklat kusam. Hal
ini bisa menyebabkan penampakan ikan tidak menarik dan bau tidak segar lagi,
semua ini disebabkan oleh lamanya ikan di tempatkan pada suhu tinggi (suhu
kamar) yang sangat mempengaruhi lemak untuk beroksidasi dengan suhu tinggi.
Pengontrolan suhu rendah sangat mempengaruhi aktivitas lemak untuk beroksidasi.
3. Penurunan mutu secara mikrobiologi
Akibat serangan bakteri yang dimulai sejak
fase rigor mortis berlalu, akibatnya kemunduran ikan berupa lendir menjadi
pekat, bergetah dan amis, mata menjadi terbenam dan pudar sinarnya, insang dan
isi perut berubah warna dengan susunan (isi perut) berantakan dan bau menusuk,
akhirnya seluruh ikan busuk. Penurunan mutu secara bakterial dapat terjadi
karena ikan tidak segera dilakukan penanganan, sehingga suhu pada ikan menjadi
semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu tersebut, maka bakteri akan mudah
untuk melakukan perkembangbiakan. Aktivitas bakteri dapat di hambat
pertumbuhannya dengan cara melakukan penanganan secara cepat, suhu rendah dan
penerapan sanitasi dan hygiene yang perlu diperhatikan secara khusus.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan
1. Jenis spesies
Jenis spesies berpengaruh dalam mutu ikan
karena tingkat pembusukan dan kerusakan bergantung pada spesies. Ketika ikan
didinginkan atau dibekukan, spesiesspesies berlemak seperti ikan sarden dan
mackerel akan membusuk lebih cepat dari pada spesies-spesies tak berlemak
seperti ikan kod. Perbedaan komposisi dalam satu spesies dapat menjadi penyebab
adanya pengaruh sekunder dalam hal kualitas. Ketika disimpan di tempat
pendingin, ikan tak berlemak dalam kondisi yang buruk jauh lebih cepat membusuk
dari pada spesimenspesimen spesies yang sama dalam kondisi baik. Hal ini dapat
dijelaskan dengan kandungan glikogen dalam daging. Pada ikan tak berlemak
berkualitas rendah, kandungan glikogen yang rendah menyebabkan peningkatan yang
setara dalam pH daging. Setelah mati, glikogen dalam daging diubah menjadi asam
laktat yang menentukan pH daging. Bakteri-bakteri penyebab pembusukan lebih
aktif dalam daging dengan kadar pH lebih tinggi. pH daging yang rendah juga
memiliki dampak yang tidak diinginkan pada kualitas ikan. “ kepucatan” adalah
suatu keadaan yang berkembang pada bagian ikan mentah yang dipotong dari ikan
yang telah disimpan di es untuk waktu yang lama. Daging ikan terlihat putih dan
pucat, seperti ikan yang sudah dimasak. Kondisi tersebut berkembang pada ikan
yang pH dagingnya jauh dibawah nilai 6,0 setelah ikan mati.
2. Tempat penangkapan ikan
Lokasi tempat penangkapan ikan memiliki
peran tidak langsung pada kualitas produk perikanan. Dalam suatu spesies, rasa
mungkin berbeda dari satu tempat penangkapan ikan dengan tempat penangkapan
ikan berikutnya dan juga mungkin berbeda dari satu musim ke musim berikutnya,
bergantung pada sifat makanannya dan kondisi fisiologis spesies yang
bersangkutan. Tidak dipilihnya tempat penangkapan ikan tertentu pada berbagai
waktu pada sepanjang tahun dapat menghindarkan banyak masalah. Angin,
gelombang, kondisi air, dan pola migrasi juga berpengaruh pada kondisi dan
kualitas ikan sebelum panen. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada jenis dan
kelimpahan organism makanan yang tersedia, yang dapat mempengaruhi kesehatan
dan kondisi ikan.
3. Cara penangkapan ikan
Metode dan alat penangkapan ikan
mempengaruhi mutu yang ditangkap sehingga perlu diperhatikan penyesuaian antara
cara dan jenis alat penangkap dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Ikan yang
ditangkap dengan alat trawl akan berbeda mutunya dari ikan-ikan uang ditangkap
dengan alat pancing. Dengan trawl, ikan yang tertangkap segera di tarik di atas
dek, sedangkan dengan alat pancing, ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan
agak lama terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu
dinaikkan ke atas dek.
4. Reaksi ikan menghadapi kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat,
contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila
terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, dan rigor
mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan
cepat membusuk.
5. Proses penurunan mutu ikan
Waktu ikan mati, senyawa organik di dalam
jaringan dipecah oleh enzim yang masih tetap aktif (sejak ikan masih hidup).
Pada mulanya, glikogen terhidrolisa menghasilkan akumulasi asam laktat dan
penurunan pH. Hal ini selanjutnya merangsang enzim untuk menghidrolisa fosfat
organic. Fosfat yang mula-mula terurai ialah creatine phosphate, membentuk
creatine dan asan fosfat. Proses ini diikuti oleh adenosine trifosfat (ATP)
menjadi adenosine difosfat (ADP) dan asam fosfat.
PENGENDALIAN PENURUNAN MUTU IKAN SEGAR
Pendinginan
Pendinginan ikan merupakan salah satu
proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan. Dengan
mendinginkan ikan sampai sekitar 0°C kita dapat memperpanjang masa kesegaran
(daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan
mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan
pendinginannya.
Dengan pendinginan, hanya berhasil menghambat
kegiatan bakteri, bakteri itu masih tetap hidup dan melakukan perusakan
terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan
sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan.
Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang
paling efektif, sedangkan pendinginan yang dilakukan sebelum autolysis berjalan
tidak akan banyak berguna. Pendinginan dapat dilakukan dengan cara-cara :
1. Pendinginan dengan es
Cara yang paling mudah untuk mendinginkan
ikan adalah dengan menggunakan es. Es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak
mempengaruhi keadaan ikan. Cara penanganan pendinginan ikan dengan es sangat
beragam tergantung pada tempat, jenis ikan dan tujuan pendinginan. Pada
prinsipnya, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa sehingga permukaan
ikan bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung lebih
cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat. Faktor yang juga penting dalam
proses pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan harus dilakukan
secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es yang digunakan harus berukuran
kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak permukaan yang bersinggungan
dengan es sehingga proses pendinginan ikan akan berlangsung lebih
cepat. Fungsi es dalam hal ini adalah :
1. Menurunkan suhu daging ikan sampai
mencapai 0°C
2. Mempertahankan suhu ikan tetap dingin
3. Menyediakan air es untuk mencuci lendir,
sisa-sisa darah, dan bakteri dari permukaan badan ikan
4. Mempertahankan keadaan berudara
(aerobik) pada ikan, selama disimpan didalam palka
2. Pendinginan dengan es kering
Es kering adalah CO₂ yang dipadatkan. Gas
CO₂ sebagai hasil sampingan dari pupuk urea, berupa gas yang tidak berwarna,
berasa asam, sedikit berbau lunak dan menghasilkan gas panas bertekanan tinggi.
Gas panas tersebut kemudian didinginkan hingga mengembun menjadi cairan CO₂
yang bertekanan tinggi. Kemudian, cairan itu diturunkan tekanannya menjadi 1
atm melalui alat penyemprot sehingga menghasilkan “salju”, dan salju itu
dimampatkan menjadi Kristal-kristal es kering yang siap dipakai. Daya pendingin
es kering jauh lebih besar dari es biasa dalam berat uang sama. Jika es yang
mencair (pada 0°C) hanya menyerap panas 80 kkal/kg es, maka es kering yang
menyublim (pada suhu -78,5°C) menyerap 136,6 kkal/kg. CO₂ padat tidak mencair
seperti es, melainkan langsung menyublim menjadi gas sehingga tidak membasahi
produk yang didinginkan. Es kering tidak boleh menempel langsung pada ikan yang
didinginkan karena suhu yang sangat rendah (-78°C) dapat merusak kulit dan
daging ikan.
3. Pendinginan dengan air dingin
Air dingin dapat mendinginkan ikan dengan
cepat karena persinggungan yang lebih baik dari pada pendinginan dengan es.
Suhu akhir yang diperoleh tidak serendah yang dihasilkan dengan pengesan.
Berbeda dari es yang tidak naik suhunya ketika mendinginkan ikan, jika air
dingin dicampur dengan ikan maka suhu air akan naik secara drastis. Didalam
mengatasi kenaikan suhu air, perlu ditambahkan sedikit es kedalam air, tergantung
pada jumlah ikan yang dimasukkan dan berapa lama ikan akan disimpan.
Pendinginan dengan air dingin banyak dilakukan di pabrik-pabrik pengolahan
ikan. Jika ikan yang didinginkan jumlahnya sangat banyak, maka dapat digunakan
mesin pendingin untuk mendinginkan air dan mempertahankan agar suhu air tidak
lebih dari 5°C. Kelebihan pendinginan dengan air dingin dibandingkan dengan
pengesan :
1. Ikan dapat didinginkan lebih cepat.
2. Ikan tidak mendapat tekanan dari ikan di
atasnya, sehingga terhindar dari kerusakan akibat tekanan.
3. Ikan menjadi bersih tercuci, darah dan
lendir hilang.
4. Penanganan dalam jumlah besar lebih
mudah dari pada pendinginan dengan menggunakan es.
Kelemahannya :
1. Jika air didinginkan dengan es,
pemakaian es relatif lebih banyak.
2. Beberapa jenis ikan tertentu cepat
membusuk jika direndam didalam air.
3. Beberapa jenis ikan yang berkadar lemak
rendah menyerap air selama direndam.
4. Beberapa jenis ikan akan mengalami
perubahan warna.
5. Air yang dipakai berulang-ulang,
konsentrasi kotoran dan bakteri akan semakin meningkat
4. Pendinginan dengan air laut atau air
garam dan es
Cara mendinginkan ikan dengan air garam
yang diberi es atau air laut yang diberi es sudah sering dipraktikkan. Sudah
lama diketahui bahwa ikan yang didinginkan dengan brain + es atau air laut + es
pada suhu -1,7°C (memakai air laut yang bersih atau brine 3%), lebih tahan lama
dibandingkan bila di es pada suhu 2-3°C. Sebab, dengan suhu yang lebih rendah,
pertumbuhan bakteri pembusuk dapat lebih dihambat lagi. Hanya saja cara ini
masih banyak kekurangannya, terutama bila tidak ada sirkulasi brine dingin.
Akibatnya, suhu dalam wadah tidak merata karena es terapung di permukaan dan
suhu air garam/laut di bagian bawah biasanya lebih tinggi. Tidak meratanya suhu
ini menyebabkan mutu ikan tidak seragam.
5. Pendinginan menggunakan Cool-Room
Cool room adalah ruang penyimpanan ikan
yang didinginkan dengan mesin pendingin, dan suhunya dapat diatur antara 5°C
dan -5°C. Pengaturan suhu itu dilakukan dengan menggunakan sebuah thermostat
yang bekerja berdasarkan suhu cool room. Selama ikan disimpan dalam cool room,
ikan dapat mengalami dehidrasi sehingga beratnya sedikit berkurang, terutama
jika waktu penyimpanannya cukup lama. Dehidrasi itu tampak pada permukaan kulit
ikan yang mongering. Pengeringan ini merupakan akibat langsung dari system yang
di gunakan. Uap air dari udara di dalam cool room secara alamiah cenderung
untuk bergerak kea rah benda yang paling dingin, yaitu pipa-pipa pendingin, uap
air itu mengembun, dan membeku jika suhu pipa kurang dari 0°C. Akibatnya, udara
menjadi kering dan air yang ada diseluruh ruangan, termasuk di permukaan ikan
akan cepat menguap.
Pembekuan
Pembekuan ikan adalah menyiapkan ikan untuk
disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan dimaksudkan untuk
mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih
rendah, yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh
kandungan air pada ikan menjadi es. Metode pembekuan yang digunakan adalah:
1. Pembekuan dengan sharp freezer
Pembekuan ini merupakan cara paling tua dan
bisa digolongkan pada pembekuan lambat. Pembekuan dengan sharp freezer
menggunakan bahan pendingin ammonis, Freon-12, atau brine dingin. Proses
pendinginannya tergantung pada udara dingin yang disirkulasikan melalui kipas
angin. Pemakaian sharp freezer umumnya hanya terbatas untuk pembekuan ikan-ikan
kecil. Kecepatan pembekuannya antara lain ditentukan oleh suhu pipa pendingin
(-30°C sampai -45°C).
2. Pembekuan dengan blast freezer
Blast freezer merupakan sebuah ruangan atau
kamar. Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang di
bekukan dengan bantuan fan. Kecepatan udara paling efektif 1.200 fpm. Makin
lambat kecepatan udara, akan mengakibatkan pembekuan makin lambat.
3. Pembekuan dengan contact plate freezer
Jenis freezer ini bekerja dengan cara
menjepit produk yang di bekukan diantara dua plat logam yang didinginkan dari
dalam dengan refrigerant yang disirkulasikan.
4. Pembekuan dengan immersion freezing
Jenis freezer ini membekukan produk dalam
air (larutan garam) yang direfrigerasi, pembekuannya berlangsung cepat. Cara
pembekuannya yaitu dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam bersuhu
-17°C, atau dengan menyemprotkan ikan memakai brine dingin. Salah satu
kelemahan menggunakan larutan garam adalah kadang-kadang dapat memperpendek
shelf life atau menimbulkan bau kurang enak. Sehingga diganti dengan campuran
glukose + air + garam. Larutan ini mampu menghambat penetrasi garam ke dalam
daging, juga dapat memberi lapisan es pada seluruh badan ikan sebagai
pelindung.
5. Pembekuan dengan cryogenic freezing
Freezer ini membekukan dengan semprotan
bahan kriogen, misalnya karbon dioksida cair dan nitrogen cair. Pembekuan
berlangsung sangat cepat. Jenis freezer ini dapat menghasilkan suhu yang sangat
rendah, yaitu -78°C untuk karbon dioksida dan -196°C untuk nitrogen cair.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan
Ikan. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Ilyas, S. 1997. Teknologi Refrigerasi Hasil
Perikanan Jilid I. CV. Paripurna : Jakarta
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil
Perikanan Jilid II. CV. Paripurna : Jakarta
Liviawaty, E. dan Afrianto, E. 1989.
Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinius :Yogyakarta
Moelyanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan
Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya: Jakarta
Siregar, A dan Moelyanto. 2008. Teknologi
Pengolahan Modern I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar