Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus kurangi biaya pakan ikan
melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI). Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (DJPB) terus berupaya untuk mengurangi biaya pakan yang dikeluarkan
dalam usaha budidaya ikan, khususnya budidaya ikan air tawar.
Saat ini, biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya untuk pembelian pakan
cukup tinggi. Yaitu berkisar 70 sampai 80 persen dari biaya keseluruhan.
“Sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, harga pakan ikan harus ditekan
sampai 60 persen dari harga yang ada sekarang, ungkap Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya (Dirjen PB), Slamet Soebjakto, disela kunjungan kerjanya di
BPBAT Mandiangin, Rabu (25/05).
“Pemanfaatan bahan baku lokal akan kita dorong, karena masing-masing
wilayah atau sentra budidaya memiliki bahan baku yang dapat digunakan sebagai
pengganti bahan baku tepung ikan impor, seperti bungkil sawit, eceng gondok,
ampas kelapa dan lain-lain. “Kita juga akan dorong kelompok pakan ikan mandiri
(POKANRI) yang terpisah dari kelompok pembudidaya, untuk menghasilkan pakan
berkualitas sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dalam jumlah yang cukup,
untuk memenuhi kebutuhan kelompok pembudidaya di wilayahnya, secara kontinyu,”
jelas Slamet.
Pada kunjungan kerja tersebut juga, Rabu (25/05), Dirjen PB, Slamet
Soebjakto, juga meresmikan Pabrik pakan mini ikan mandiri di Balai Perikanan
Budidaya Ikan Air Tawar (BPBAT) Mandiangin. Dengan investasi sekitar Rp. 1,5
miliar, dan memiliki kapasitas produksi sekitar 200 kg per jam.
Saat ini, melalui produksi pakan ikan dari pabrik mini pakan mandiri ini,
harga sudah berhasil diturunkan. Pakan ikan yang biasanya dibanderol dengan
harga Rp 9.000 sampai Rp10.000 per kg, bisa diturunkan menjadi Rp5.500 per kg,”
tambah Slamet.
Pabrik pakan ikan mandiri ini, merupakan salah satu pabrik pakan yang
dibangun untuk mendukung GERPARI. “Nantinya, disini akan menjadi pusat
pelatihan, perekayasaan pakan termasuk formulasi pakan, pengecekan kualitas
pakan dan juga sebagai tempat studi banding bagi masyarakat yang akan
mengembangkan pakan ikan secara mandiri,” jelas Slamet.
Selain di Banjarbaru ini, pabrik pakan ikan mandiri juga di bangun di
beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPB. Seperti di Sukabumi, Karawang,
Lampung, Jambi, Situbondo, Aceh, Lombok, Manado, dan Batam.
Untuk POKANRI, kita juga akan bantu stimulus untuk mengembangkan usahanya.
Melalui bantuan-bantuan bahan baku dan mesin dengan kapasitas 50 kg per jam.
Dan POKANRI akan kita dorong untuk mampu meningkatkan produksinya sampai 100
sampai 200 kg per jam”, papar Slamet.
Tentu saja kelompok yang akan di berikan bantuan ini, harus memenuhi
persyaratan seperti memiliki badan hukum, memiliki lahan dan tersedia suplai
listriknya. Dikarenakan bantuan ini adalah stimulus, maka setelah satu kali
periode bantuan maka diharapkan kelompok dapat mengelola dan mengembangkannya
sendiri, tambah Slamet.
“Kita juga akan melakukan penilaian terhadap semua POKANRI, dari segi
kreatifitas, kontinyuitas, konsistensi, kualitas dan juga pengembangan
usahanya. Sehingga akan mendorong munculnya POKANRI yang berprestasi. Untuk itu
kami juga mengharapkan pemerintah daerah melalui dinas terkait juga melakukan
bimbingan dan pembinaan”, papar Slamet.
Slamet menambahkan bahwa semua bantuan yang diberikan
oleh pemerintah ini bukan merupakan subsidi, tetapi ini merupakan stimulan
untuk menggugah semangat masyarakat. “Ini juga sebagai bentuk kepedulian
pemerintah melalui KKP dalam meningkatkan kesejahteraan pembudidaya dan
kelompok masyarakat yang bergerak di bidang perikanan budidaya. Dengan
masyarakat yang sejahtera, maka kemandirian akan semakin terwujud”, pungkas
Slamet.
Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/397/KKP-FOKUS-KURANGI-BIAYA-PAKAN-IKAN-MELALUI-GERAKAN-PAKAN-IKAN-MANDIRI/?category_id=13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar