MEMBONGSORKAN BANDENG TANPA PAKAN BUATAN
Bandeng salah satu komoditas hasil perikanan
budidaya di kabupaten Pinrang yang masih menjadi andalan pembudidaya
tambak dari zaman nenek moyang hingga saat ini. Ikan Bolu (Bandeng dalam bahasa
bugis) masih bertahan disebabkan karena mudah dalam budidaya, jarang
terserang penyakit dan nenernya tersedia sepanjang musim. Rasa daging yang
gurih dan produksi selalu ada sepanjang tahun membuat Milk fish ini menjadi
hidangan wajib disetiap ada hajatan keluarga di Pinrang. “Kurang lengkap kurasa
kalau ada acara baca doang (hajatan) tanpa ada menu ikan bakar bolu di hadapan
kita,” ungkap Baharman Langnga, tokoh masyarakat di kecamatan Suppa.
Pembudidaya tambak bandeng di Pinrang sejak dulu hingga saat
ini teknologinya masih andalkan makanan alami, terutama klekap, lumut dan
tumbuhan air lainnya. Pakan alami merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ikan
terutama ketika ikan masih berukuran kecil, karena nutrisi didalamnya sangat
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan ikan. Jika klekap tidak tumbuh baik maka
jumlah makanan yang tersedia menjadi sedikit sehingga pertumbuhan ikan bandeng
akan terhambat. Seiring meningkatnya ukuran ikan maka ketersediaan pakan
alami akan semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan rekayasa teknologi
agar ketersediaan pakan alami tetap tersedia hingga bandeng mencapai ukuran
panen.
Pengalaman penulis dalam mensiasati pakan alami berupa lumut
dan klekap tetap mencukupi kebutuhan bandeng hingga panen adalah melakukan
pemupukan secara bertahap. Pupuk yang digunakanpun bukan pupuk kimia melainkan
pupuk organik bokhasi dari kotoran ternak dan limbah pertanian lainnya. Membuat
sendiri pupuk organik bokhasi tidaklah sulit, karena semua bahan bakunya cukup
tersedia, seperti kotoran ayam, dedak, jerami padi dan lainnya. Bahan baku
pembuatan pupuk bokhasi itu tidak dibeli, cukup datang ambil ke tempat peternakan
ayam. Bahkan jerami padi selama ini hanya dibakar oleh petani tidak
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk. Disinilah peran penulis
sebagai penyuluh untuk mencontohkan pemanfaatan bahan organik dalam
menstabilkan ketersediaan makanan alami di tambak agar bandeng cepat bongsor
(gemuk).
Untuk membuat pupuk organik bokhasi cukup disiapkan 200 kg
jerami atau sisa hijauan daun pisang, 600 kg kotoran ternak ayam yang telah
kering, 50 kg serbuk gergaji atau dedak, 50 kg arang sekam, 100 kg humus,
1 liter larutan dekomposer (EM4) dan 1 kg gula pasir atau molase.
Cara membuatnya, cacah jerami atau hijauan kecil-kecil,
campuran bahan-bahan organik yang telah disiapkan, aduk hingga merata dengan
cangkul atau sekop. Tambahkan kapur pertanian (Ca) untuk memperkaya
kandungan hara pupuk bokashi yang dihasilkan. Selanjutnya encerkan larutan EM4,
ambil 1 liter larutan campurkan dengan 200 liter air bersih dan 1 kg gula
pasir. Kemudian siramkan pada campuran bahan baku sambil diaduk. Atur
kelembaban hingga mencapai 30-40%. Untuk memperkirakan tingkat kelembaban,
kepalkan campuran hingga bisa menggumpal tapi tidak sampai mengeluarkan air.
Apabila kelembabannya kurang, tambahkan air secukupnya. Sebaiknya bahan-bahan
tersebut ditutup plastik agar suhu fermentasi hingga maksimal 45 derajat
Celsius. Setelah 15-20 hari pupuk organik bokhasi sudah jadi dan siap ditebar
di tambak.
Aplikasi awal sebelum tebar nener (bibit bandeng) pastikan
petakan tambak sudah bebas hama. Masukkan air pada saat pasang sampai tanah
dasar tambak macak-macak. Tebar pupuk organik bokhasi sebanyak 1.000 kg
tergantung kondisi tanah dasar tambak (berpasir/lempung berpasir/liat berpasir)
semakin tinggi kandungan pasirnya maka dosis bokhasi makin ditingkatkan.
Biarkan tanah tambak selama 3-5 hari lalu masukkan air kembali sampai
ketinggian 30 cm di atas pelataran, setelah kena sinar matahari klekap akan
tumbuh. Air tambak dinaikkan sampai 50 cm lalu tebar nener gelondongan sebanyak
3.000 ekor/ha.
Seiring dengan makin bertambah besarnya bandeng maka secara
bertahap air tambak ditinggikan hingga 70 cm tujuannya disamping bandeng bebas
bergerak juga untuk memancing tumbuhnya lumut dan tumbuhan air hydrilla
(sampine, bahasa lokal petambak).
Jika ketersediaan klekap menipis maka air tambak disurutkan
hingga tanah dasar macak-macak untuk pemupukan susulan bokhasi. Pada saat itu
bandeng berlindung di parit keliling tambak. Jika tanah dasar tambak berubah
warna dari coklat menjadi hijau berarti klekap sudah tumbuh. Selanjutnya air
tambak ditinggikan agar bandeng menikmati makanan alami yang sudah tersedia
kembali.
Selama masa pemeliharaan 3-4 bulan ukuran size bandeng sudah
ada mencapai 3 ekor/2 kg.Maka pada saat itu mulai dilakukan panen parsial
(penjarangan). Jika kondisi harga pasaran bagus sebaiknya dilakukan panen
total. Namun ada sebagian petambak sudah merencanakan target panen disesuaikan
dengan saat harga ikan tinggi, misalnya saat menjelang hari raya Idul
Fitri/Idul Adha, Imlek, tahun baru, dan musim hajatan. Panen parsial juga
penting dilakukan dengan pertimbangan daya tampung tambak sudah maksimal.
Kondisi ini dicirikan dengan pertumbuhan ikan yang mulai melambat atau bahkan
terlihat gejala ikan kekurangan oksigen (lebih banyak berenang
dipermukaan/megap-megap) pada pagi hari sebelum terbit matahari. Dengan panen
parsial maka daya dukung lingkungan akan lebih tinggi dan ruang gerak ikan
lebih luas, sehingga ikan yang tersiasa laju pertumbuhannya makin cepat.
Pengirim : Abdul Salam Atjo, Penyuluh Perikanan BP4K Pinrang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar