Geliat
Lele MUTIARA di Tanah Air
Ikan
lele merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya air tawar yang
diprioritaskan pengembangan produksinya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
dalam rangka mendukung pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya.
Budidaya ikan lele telah lama berkembang di Indonesia, diawali dengan
menggunakan spesies ikan lele lokal. Indonesia memiliki cukup banyak spesies
ikan lele. Hingga saat ini terdapat 17 spesies ikan lele lokal Indonesia yang
telah diidentifikasiIkan. Diantara spesies-spesies ikan lele lokal Indonesia
tersebut, Clarias batrachus merupakan spesies yang telah lama berhasil
dibudidayakan, mulai teknologi pembenihan hingga pembesarannya diikuti oleh
Clarias meladerma. Namun demikian, secara umum spesies-spesies ikan lele lokal
tersebut memiliki laju pertumbuhan yang rendah dan tidak toleran terhadap
patogen, sehingga budidayanya tidak berkembang.
Sejarah
Introduksi Lele di Indonesia
Selain
spesies-spesies ikan lele lokal tersebut, introduksi spesies ikan lele dari
luar negeri ke Indonesia juga telah dilakukan. Introduksi tersebut diawali
dengan introduksi spesies ikan lele Afrika, yakni Clarias gariepinus Burchell
pada tahun 1985 dari Belanda ke Universitas Brawijaya, Malang. Pada tahun 1985
juga telah terjadi introduksi ikan lele Afrika melalui Taiwan yang dilakukan
oleh PT Cipta Mina Sentosa di Jakarta, yang selanjutnya populer sebagai ikan
lele Dumbo. Selanjutnya, introduksi spesies ikan lele Afrika Clarias gariepinus
tersebut banyak dilakukan, baik secara langsung maupun melalui negara-negara
lain. Introduksi spesies ikan lele yang lain adalah spesies ikan lele Indochina
(Asia), yakni Clarias macrocephalus Gunther pada tahun 2010 dari Thailand yang
dilakukan oleh PT Matahari Sakti di Mojokerto, Jawa Timur. Spesies ikan lele
Clarias macrocephalus tersebut masih dalam tahap domestikasi dan riset di
hatchery ikan lele PT. Matahari Sakti. Spesies ikan lele Afrika Clarias
gariepinus merupakan spesies ikan lele yang sangat potensial sebagai komoditas
perikanan budidaya. Hal ini dikarenakan spesies ikan lele Afrika tersebut
memiliki banyak keunggulan, antara lain:
Daya
adaptasinya tinggi sehingga bersifat kosmopolitan, yakni dapat hidup di daerah
tropis hingga subtropis, dapat hidup di daerah dataran rendah hingga dataran
tinggi, di perairan tawar hingga sedikit payau,
Dapat
hidup dalam air yang kualitas dan kuantitasnya terbatas,
Dapat
hidup dalam perairan yang beroksigen rendah dan memanfaatkan gas oksigen
langsung dari udara,
Pemakan
segala (omnivora) yang oportunis, memiliki jenis makanan yang berspektrum luas,
termasuk limbah pertanian, rumah tangga dan industri makanan,
Efisiensi
pemanfaatan pakannya tinggi, sehingga laju pertumbuhannya tinggi, jauh melebihi
pertumbuhan spesies-spesies ikan lele lokal Asia,
Relatif
tahan terhadap patogenitas,
Tahan
terhadap padat penebaran yang tinggi maupun terhadap stress,
Berfekunditas
tinggi sehingga mendukung dalam produksi massalnya,
Mudah
memijah secara alami dan buatan,
Dapat
dipijahkan sepanjang tahun,
Harganya
relatif tinggi, dapat dijual dalam kondisi hidup,
Rasa
dagingnya enak dan dapat diterima serta diminati oleh konsumen.
Introduksi
spesies ikan lele Afrika Clarias gariepinus ke Indonesia telah banyak
dilakukan. Namun sayangnya, introduksi-introduksi tersebut hampir tidak pernah
tercatat dalam dokumentasi ataupun laporan-laporan ilmiah, sehingga
ketidakjelasan riwayat, silsilah dan status strain-strain tersebut seringkali
membuat kebingungan diantara para pelaku budidaya di lapangan. Strain-strain
spesies ikan lele Afrika hasil introduksi di Indonesia tersebut selanjutnya
populer dan dikenal dengan nama-nama tertentu, yakni:
Lele
DUMBO: diintroduksi oleh PT Cipta Mina Sentosa di Jakarta pada tahun 1985
melalui Taiwan. Budidayanya dengan cepat segera berkembang luas, tetapi
dikarenakan kurangtepatnya manajemen induk, maka mutu genetisnya telah
mengalami penurunan, ditandai dengan penurunan laju pertumbuhannya serta
ketidakberaturan morfologisnya (cacat). Karena mutu genetisnya telah menurun
serta tidak jelasnya silsilah dan status ikan lele dumbo yang saat ini berada
di masyarakat, maka budidaya strain ikan lele tersebut mulai kurang diminati.
Lele
PAITON: diintroduksi melalui Thailand pada tahun 1998 oleh Charoen Pokphand
Group dan ditempatkan di hatchery PT. Surya Windu Pertiwi di daerah Paiton,
Probolinggo, Jawa Timur. Perkembangan budidayanya cukup pesat di daerah Jawa
Timur. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Model Pembenihan Ikan Lele
(MPIL) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Perikanan dan Kelautan
Propinsi Jawa Timur di Mojokerto.
Lele
CP atau Lele SUPER ’99: sama dengan ikan lele paiton, diintroduksi melalui
Thailand pada tahun 1998 oleh Charoen Pokphand Group dan ditempatkan di
hatchery PT. Central Pangan Pertiwi di daerah Pabuaran, Subang, Jawa Barat.
Pengembangan budidayanya dikerjasamakan dengan Balai Penelitian Perikanan Air
Tawar (BALITKANWAR) Sukamandi. Strain ikan lele ini pernah populer di kalangan
pembudidaya ikan lele di Jawa Barat. Diproduksi hingga sekitar tahun 2005,
kemudian terhenti. Stok induk yang tersisa berada di salah satu pembudidaya
ikan lele di daerah Karawang, Jawa Barat. Saat ini mulai digunakan untuk
kegiatan produksi kembali di Pabuaran oleh PT. Central Pangan Bahari.
Lele
MASAMO: diintroduksi melalui Thailand pada tahun 2010 oleh PT. Matahari Sakti
ke Mojokerto, Jawa Timur. Masamo merupakan singkatan dari “Matahari Sakti Mojokerto”.
Budidaya strain ikan lele ini berkembang pesat di daerah Jawa Timur serta mulai
berkembang ke daerah-daerah lain, seperti Tabanan (Bali), Jawa Tengah,
Yogyakarta dan daerah-daerah yang lain. Pesatnya perkembangan tersebut
dikarenakan para pembudidaya mengakui keunggulan tingginya laju pertumbuhannya.
Saat ini strain ikan lele MASAMO telah mencapai generasi kedua (F2).
Lele
MESIR: diintroduksi dari Mesir pada tahun 2007 oleh Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Jawa Barat. Tetapi, upaya pengembangan strain ikan lele ini
masih kurang dan stok calon-calon induk yang ada kurang mendapat perhatian,
sehingga selanjutnya upaya penelitian dan pengembangannya (domestikasi)
dilakukan oleh Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi dan Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Saat ini ikan lele tersebut
telah mencapai generasi kedua (F2).
Lele
KENYA: diintroduksi dari Kenya pada tahun 2011 oleh BBPBAT Sukabumi melalui
program pertukaran dengan ikan lele sangkuriang. Hingga saat ini strain ikan
lele ini masih dalam upaya domestikasi dan upaya ke arah pemuliaan.
Lele
BELANDA: diintroduksi dari Belanda pada tahun 1985 ke Malang, Jawa Timur
melalui kerjasama antara Agricultural University of Wageningen dengan
Universitas Brawijaya. Tetapi, setelah berakhirnya kerjasama tersebut kurang
mendapat perhatian. Saat ini stok induk yang tersisa berada di Unit Pengelola
Budidaya Air Tawar (UPBAT) Kepanjen, Malang, Jawa Timur yang merupakan UPT
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, sebagian kecil juga ada di
pembudidaya ikan lele di daerah Kediri, Jawa Timur serta di daerah Ungaran,
Semarang, Jawa Tengah. Namun demikian, terdapat kemungkinan stok-stok tersebut
telah tercampur dengan strain-strain ikan lele Afrika yang lain, terutama
dengan ikan lele dumbo dan paiton. Selain itu, strain ikan lele Belanda juga
pernah diintroduksi dari hatchery perusahaan milik Belanda di Kenya oleh BBPBAT
Sukabumi pada tahun 2011. Saat ini strain ikan lele tersebut masih dalam tahap
domestikasi dan upaya ke arah pemuliaan.
Lele
SANGKURIANG: merupakan hasil persilangan balik (backcrossbred) antara jantan
ikan lele dumbo generasi keenam (F6) dengan betina generasi kedua (F2) yang
selanjutnya jantan hasil silang balik tersebut kembali disilangbalikkan dengan
betina F2 sehingga dihasilkan strain ikan lele sangkuriang yang dirilis oleh
BBPBAT Sukabumi pada tahun 2004 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor KEP.26/MEN/2004. Secara umum, ikan lele sangkuriang lebih
unggul daripada stok-stok ikan lele dumbo yang ada di masyarakat pembudidaya.
Saat ini ikan lele sangkuriang yang disebarkan merupakan generasi keempat (F4).
Lele
PHYTON: merupakan hasil persilangan (crossbred) antara betina ikan lele
CPdengan jantan ikan lele dumbo yang dilakukan oleh kelompok pembudidaya ikan
lele di Pandeglang, Banten di bawah koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pandeglang.
Lele
SANGKURIANG 2: merupakan benih sebar hasil persilangan antara betina ikan lele
sangkuriang dengan jantan ikan lele CP yang dihasilkan oleh BBPBAT Sukabumi,
telah dirilis berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
28/KEPMEN-KP/2013.
Lele
MANDALIKA: merupakan benih sebar hasil persilangan antara betina ikan lele
SANGKURIANG dengan jantan ikan lele masamo yang dihasilkan oleh Balai Benih
Ikan (BBI) Batu Kumbung, Nusa Tenggara Barat, telah dirilis berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/KEPMEN-KP/2014.
Lele
SUKHOI: serupa dengan ikan lele mandalika, merupakan hasil persilangan antara
betina ikan lele sangkuriang dengan jantan ikan lele masamo yang dihasilkan
oleh Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
Lele
MASAMO Generasi Kedua dan Lele BURMA: merupakan hasil pemuliaan strain ikan
lele masamo hasil introduksi dari Thailand (generasi pertama) melalui
persilangan dengan strain-strain ikan lele yang lain.
Meskipun
terdapat banyak strain ikan lele Afrika di Indonesia, para pembudidaya masih
mengeluhkan bahwa strain-strain tersebut belum memenuhi harapan, karena belum
ada strain yang benar-benar memiliki keunggulan performa budidaya secara
menyeluruh (lengkap). Beberapa strain memiliki keunggulan performa pertumbuhan
yang cepat, tetapi variasi ukurannya masih tinggi. Beberapa strain yang lain
memiliki variasi ukuran yang relatif rendah, tetapi pertumbuhannya lambat dan
efisiensi pakannya rendah. Belum lagi permasalahan ketahanan terhadap penyakit
yang masih rendah. Oleh karena itulah, upaya pemuliaan untuk menghasilkan
strain baru ikan lele Afrika yang memiliki keunggulan performa budidaya secara
lengkap masih perlu dilakukan.
Kehadiran
Lele MUTIARA
Untuk
memperkaya jenis dan varietas Ikan Lele yang beredar di masyarakat, Kementerian
Kelautan dan Perikanan telah menghasilkan Ikan Lele Mutiara sebagai jenis ikan
baru yang merupakan hasil kegiatan pemuliaan Ikan Lele melalui hasil kegiatan
pemuliaan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi.
Diharapkan lele mutiara akan menjadi komoditas unggul baru dalam perikanan
budidaya guna menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya serta
peningkatan produksi Ikan Lele nasional, pendapatan, dan kesejahteraan
pembudidaya ikan. Oleh karena itu sejak tahun 2010 melalui Balai Penelitian
Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi sebagai unit pelaksana teknis Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan, melakukan penelitian pemuliaan ikan lele Afrika. Upaya pemuliaan
ikan lele Afrika tersebut dilakukan melalui program seleksi individu dengan
target karakter utama berupa peningkatan laju pertumbuhan bobot. Upaya
pemuliaan tersebut diawali pada tahun 2010 melalui koleksi, karakterisasi dan
evaluasi populasi-populasi induk pembentuk, dilanjutkan dengan pembentukan
populasi dasar sintetis pada tahun 2011, pembentukan populasi generasi pertama
pada tahun 2012, pembentukan populasi generasi kedua pada tahun 2013 dan
pembentukan populasi generasi ketiga pada tahun 2014.
Rangkaian
kegiatan penelitian seleksi individu tersebut telah menghasilkan peningkatan
pertumbuhan dari generasi ke generasi. Populasi generasi ketiga telah mengalami
peningkatan pertumbuhan bobot secara kumulatif sebesar 50,64% dibandingkan
populasi dasarnya, sehingga dinilai layak untuk dirilis (dilepas) sebagai
strain baru ikan lele unggul. Populasi generasi ketiga ikan lele hasil
pemuliaan BPPI Sukamandi tersebut telah dinyatakan lulus pada Penilaian
Pelepasan Jenis/ Varietas tanggal 27 Oktober 2014, dengan nama ikan lele
MUTIARA (“Mutu Tinggi Tiada Tara”). Hasil karakterisasi dan evaluasi performa
menunjukkan bahwa ikan lele mutiara memiliki keunggulan performa budidaya yang
lengkap sesuai dengan harapan para pembudidaya, antara lain:
Laju
pertumbuhan tinggi: 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain.
Lama
pemeliharaan singkat: lama pembesaran 45-50 hari pada kolam tanah dari benih
tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm.
Keseragaman
ukuran relatif tinggi: tahap produksi benih diperoleh 80-90% benih siap jual
dan pemanenan pertama pada tahap pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele
ukuran konsumsi sebanyak 70-80%.
Rasio
konversi pakan (FCR = Feed Conversion Ratio) relatif rendah: 0,5-0,8 pada
pendederan dan 0,6-1,0 pada pembesaran.
Daya
tahan terhadap penyakit relatif tinggi: sintasan (SR = Survival Rate) 60-70%
pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik).
Toleransi
lingkungan relatif tinggi: suhu 15-35oC, pH 5-10, amoniak < 3 mg/l, nitrit
< 0,3 mg/l, salinitas 0-10 ‰.
Toleransi
terhadap stres relatif tinggi.
Produktivitas
relatif tinggi: produktivitas pada tahap pembesaran 15-70% lebih tinggi
daripada benih-benih strain lain.
Proporsi
daging relatif tinggi.
Porsi
keuntungan usaha pada tahap pembesaran 200-900% lebih tinggi daripada
benih-benih strain lain.
Adapun
deskripsi ikan lele mutiara dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Variabel Parameter Keterangan/
Nilai
Morfometrik Panjang
kepala 24,33-30,59 %
Lebar kepala 14,87-20,06
%
Jarak antarmata 39,03-46,33
%
Diameter mata 5,01-6,55 %
Panjang predorsal 28,31-35,93
%
Panjang sirip punggung 63,58-73,79 %
Panjang prepektoral 5,67-21,93
%
Panjang prepelvis 39,55-55,76
%
Panjang preanal 48,36-58,18
%
Panjang sirip anus 33,11-48,33
%
Tinggi
badan maksimum 11,63-17,43 %
Tinggi batang ekor 6,19-8,70
%
Meristik Jumlah
jari-jari sirip punggung 59-79
Jumlah jari-jari sirip anus 47-59
Jumlah jari-jari sirip dada 9-11
Jumlah jari-jari sirip perut 5-6
Jumlah jari-jari sirip ekor 19-22
Pemeliharaan larva 20 hari
menghasilkan
benih
dominan berukuran
2-3
cm dan 3-4 cm
Pendederan 1 bulan
menghasilkan
benih
dominan berukuran
5-7
cm dan 7-9 cm
sebanyak 80-90%
Pertumbuhan Pembesaran 1,5-2
bulan tanpa sortir
menghasilkan ikan lele
ukuran
konsumsi sekitar
70-80%
Toleransi
Lingkungan DO >
0 mg/l
Suhu 15-350C
pH 5-10
Amoniak < 3 mg/l
Nitrit <
0,3 mg/l
Salinitas 0-10‰
Kualitas
Daging Porsi termakan (edible portion) 61,11±8,40%
Kadar protein 18,36%
Kadar lemak 1,73%
Reproduksi Umur
awal matang gonad 5 bulan
Warna oosit intraovarian hijau-kekuningan
(91,11%)
dan
kuningkecokelatan
(8,89%)
Diameter Oosit intraovarian 1,31±0,08 mm
Indeks gonadosomatik jantan 0,74±0,25%
Indeks
ovisomatik betina 13,21±2,42%
Fekunditas relatif 104.550±24
butir/kg
bobot induk
Derajat fertilisasi 91,89±5,89%
Derajat penetasan 86,49±7,81%
Waktu rematurasi induk
betina 1,5 bulan,
jantan
3 minggu
Ketahanan
Aeromonas LD50 3,89×108
CFU/mL
Hydrophila Mortalitas
uji tantang 24 jam 13%, 60 jam:
30%
Sintasan pendederan benih 60-70%
tanpa antibiotik
Peningkatan
Genetis Respon seleksi
pertumbuhan 52,64%
(bobot) kumulatif
Keragaman
Genetis Heterozigositas teramati 0,50
Indeks fiksasi 0,42
Warna Normal
(Abu-abu gelap) 99,63%
Teknologi
budidaya ikan lele mutiara di BPPI Sukamandi secara garis besar terdiri dari
teknologi pemeliharaan induk, pemijahan (alami dan buatan), pemeliharaan larva,
pendederan dan pembesaran. Teknologi pemeliharaan induk merupakan teknik
penanganan induk-induk yang akan digunakan dalam proses pemijahan dan terutama
berkaitan dengan proses pematangan gonad induk. Teknologi pemijahan merupakan
teknik untuk memilih dan memijahkan induk-induk hingga menghasilkan larva, baik
melalui proses pemijahan alami maupun buatan. Teknologi pemeliharaan larva
dilakukan hingga benih berumur sekitar 16-20 hari, berukuran 1-2 cm, 2-3 cm dan
3-4 cm. Tahap pembenihan pada ikan lele Afrika disebut juga sebagai tahap
pendederan pertama. Teknologi pendederan dilakukan selama 4 minggu atau 1
bulan, hingga dominan menjadi benih berukuran 5-7 cm dan 7-9 cm. Tahap
pendederan pada ikan lele Afrika kadang juga disebut sebagai tahap pendederan
kedua. Teknologi pembesaran merupakan teknik pemeliharaan benih hasil
pendederan hingga mencapai ukuran konsumsi hingga mencapai ukuran 100-150 gram
atau hingga menjadi calon induk.
Sebagai
strain baru ikan lele Afrika unggul, rilis dan diseminasi ikan lele mutiara ke
para pelaku usaha budidaya ikan lele di Indonesia perlu didampingi penyuluh
perikanan dengan petunjuk teknis cara budidayanya. Namun demikian, teknis
budidaya ikan lele mutiara secara garis besar tidak berbeda dari teknis
budidaya strain-strain ikan lele Afrika yang lain. Artinya, budidaya ikan lele
mutiara tidak memerlukan teknologi maupun persyaratan budidaya yang baru dan
bersifat khusus (spesifik), sehingga dapat dengan mudah dilakukan menggunakan
teknologi budidaya yang telah ada dan berkembang di masyarakat pembudidaya ikan
lele Afrika. Oleh karena itu, petunjuk teknis budidaya ikan lele mutiara pada
dasarnya hanya merupakan panduan dasar yang berisi prinsip-prinsip dasar
(pokok) budidaya ikan lele mutiara hasil penelitian dan pengembangan yang
dilakukan oleh BPPI Sukamandi. Oleh karena merupakan teknologi yang standar
(dasar), maka sifatnya sederhana dan dapat diterapkan dengan mudah di
masyarakat (aplikatif). Dalam penerapannya di masyarakat masih dapat
dikembangkan lagi atau dimodifikasi sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih
baik lagi. (NDK107).
Dirangkum
dari berbagai sumber:
Prosedur
Operasional Standar Budidaya Ikan Lele. 2014. Loka Riset Pemuliaan dan
Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT). Sukamandi.
Petunjuk
Teknis Budidaya Ikan Lele Mutiara Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI)
Sukamandi. 2014.
Keputusan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 77/Kepmen-KP/2015
tentang Pelepasan Ikan Lele Mutiara.