Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tentang
Kepiting
by Rizki Fadli Senin, 17 Februari 2014 -
14:53:17 WIB dibaca: 21676 pembaca
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Tentang Kepiting
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),
dalam rapat Komisi bersar, dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada
hari Sabtu, 4 Rabl. Akhir 1423 H./15 Juni 2002 M, Setelah MENIMBANG
1.
bahwa
di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi kepiting masih
dipertanyakan kehalalannya;
2.
bahwa
oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang
status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi till’.. Islam dan
pihak-pihak lain yang memerlukannya.
MENGINGAT
1.
Firman
Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan thayyib (baik), hukum
mengkonsumsi jenis makanan hewani, dan sejenisnya, antara lain :
1.
“Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 168).
2.
°(yaitu)
orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis
di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan
menghalalkan bagimereka segala yang balk dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk… “(QS. al-A’raf [7]: 157).
3.
Mereka
menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bag]imereka? ” Katakanlah:
“Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap oleh binatang buas
yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut
apa yang telah dinjarkan Allah kepadamu, Maka, makanlah dari apa yang
ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu
melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesunggahnya Allah amat cepat hisab-Nya”.
Maka makanlah yang halal lagi balk dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; clan syukurilah ni’mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. Dan makanlah makanan yang halal lag] balk dari apa yang Allah telah
berikan kepadamu, clan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makan. (yang berasal) dari taut
sebagai makanan yang Iu, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam pcrjukinr,
hcpadunzti… ‘(OS. al-Bcrclura6i /?J: 172).
4.
Kemudian
Nabi mencritakan seorang laki-laki yai?:r melakukan peijalanan panjang,
rambutny a acak-acakar3, dan badannya berlumur debu. Sambil mene-ngadahk,+.;
tangan ke langit ia bcrdoa, ‘Ya Tuhan : ya Tuhan,.. (13erdoa dalarn perjalanan,
apalagi dengan kondisi seperr-; itu, pada umumnya dikabulkan olch Allah–pen. ~
Sedangkan, inakanan orang itu hararn, minumanny~~ haram, pakaiannya haram, clan
la diberi makatl dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar), ‘Jika demikian
halnva, bagaimana mtmgkin la akw; dikabulkan doanya”… (HR. Muslim dari Abu
Hurairah), “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di
antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas
halas harainnya), kebanyakan manusia tidak mengetahu2 hukumnya. Barang siapa
hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga
dirinya…” (HR. Muslim).
2.
Hadist
Nabi : “Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya” (HR.
Khat-iisa11),
3.
Ka'idah
Hilafiyah • Pada dasarnya hukum tentang sesuatau adalah boleh sampai ada dalil
5.
yang mengharamkannya
4.
Pedoman
Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005
5.
Pedoman
Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan :
1.
Pendapat
Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtaj ila Ma’rifah Alfadza-al-Minhaj, (t.t :
Dar’al –Fikr, t.th) juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “Binatang laut/air
, dan halaman 151- 152 tantang binatang yang hidup dilaut dan didaratan
2.
Pendapat
Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah
Ma’ani Al-Minhaj, (t.t : Dar Al-Fikr, T.th), juz IV Hal 297 tentang pengertian
“binatang laut/Air “, pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam
Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298 tentang binatang laut dan didaratan serta
alas an (‘illah) hokum keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
3.
Pendapat
Ibn al’Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh
al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Juz lll, halaman 249 tentang “binatang
yang hidup di daratan dan laut”
4.
Pendapat
Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot a Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting :
Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa
MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi’ul
Awwal 1421 H.
5.
Pendapat
Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah
Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scyllla spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang
disampaikan pada Rapat Kornisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423
H / 15 Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut :
1. Ada 4 (empat)jenis
kepiting bakau yang sering dikonsutnsi dan menjadi komoditas, yaitu :
1.
Scylla
serrata,
2.
Scylla
tranquebarrica,
3.
Scylla
olivacea, dan
4.
Scylla
pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini olr} masyarakat umtim hanya
disebut dengar “kepiting”.
2. Kepiting adalah jenis
binatang air, dengal alasan :
1.
Bernafas
dengan insang.
2.
Berhabitat
di air.
3.
Tidak
akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan
oksigen dari air.
3. Kepiting termasuk
keempat,jenis di atas (lili._angka 1) hanya ada yang :
1.
hidupdiair
tawar saja
2.
hidup
di air taut saja, dan
3.
hidup
di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam
: di laut dan di darat.
4.
Kepiting
adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan
Manusia.
5.
Keputusan
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian han
term::teerdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaima:, mestinya.
Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang
memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk mcnyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal : 4
Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Juli 2002 M
KOMISI FATW’A MAKLIS
ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Ttd
K.H. MA’RUF AMIN DRS.
HASANUDIN, ‘M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar