Serangan White Feces Disease
pada Udang
PENYULUHAN
PERIKANAN
Kemunculan
penyakit White Feces Disease (WFD) atau yang biasa dikenal dengan “Berak Putih”
sangat meresahkan pembudidaya udang dan belum diketahui seluk beluknya. Padahal
penyakit ini adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai dan segera
ditangani. Hal ini karena sekitar 3 – 5 tahun yang lalu di Negara Vietnam dan
Thailand setelah ditemukan WFD, tidak lama kemudian muncullah Early
Mortality Syndrome (EMS) yang menumbangkan produksi udang di kedua Negara
tersebut.
Berdasarkan
identifikasi bakteri yang pernah dilakukan di Laboratorium milik Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, pada hepatopankreas, usus dan
hemolimp udang yang terserang WFD, ditemukan Vibrio algynoliticus dan Vibrio
parahaemolyticus. Sebenarnya pada udang yang sehat pun kedua jenis bakteri ini
juga ditemukan pada hepatopankreas dan usus (tidak pada hemolimp), hanya saja
jumlahnya tidak sebanyak pada udang yang sakit. Diduga sementara bakteri Vibrio
yang sudah ada dalam tubuh udang tersebut berubah menjadi pathogen pada saat
mendominasi lingkungan dan masuk melalui makanan yang dikonsumsi udang pada
media (air) yang mengandung kedua bakteri tersebut. Berikut adalah beberapa
penampakan hepatopankreas udang yang terkena White Feces Disease (WFD) di
Kabupaten Tuban, seperti yang disampaikan dalam seminar yang diadakan oleh
Shrimp Club Indonesia.
Hepatopankreas
berwarna putih dan lembek
Kondisi
Hepatopankreas udang sehat (Kiri) dan udang terserang WFD (Kanan)
Sebelum
serangan WFD terjadi, air tambak berwarna cenderung hijau pekat, hijau gelap
dan terkadang terjadi juga pada tambak yang airnya berwarna cokelat. Serangan
juga ditemukan pada tambak yang mengalami perubahan warna air secara mendadak
dari hijau ke cokelat atau sebaliknya. Warna hijau pada air tambak menunjukkan
dominasi plankton jenis Chlorophyceae. Perubahan dari hijau cerah ke hijau
gelap atau bahkan ke arah biru menunjukkan pergeseran dominasi Blue Green Algae
(BGA) yang sangat membahayakan udang. Ada juga kasus pada air yang berwarna
cokelat tua kemerahan akibat dominasi Dinoflagellata. Kehadiran BGA,
Dinoflagellata dan mikroorganisme lain di tambak juga dipengaruhi oleh rasio
senyawa yang mengandung unsur Nitrogen dan Phosphor (N/P ratio).
Disaat
fluktuasi kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/ DO) dan keasaman (pH)
melebar, nafsu makan udang menurun dan sudah dipastikan bahwa jumlah bakteri
Vibrio meningkat. Udang akan berubah memucat atau keputihan dan seringkali ditemui
kekakuan pada tubuh udang. Penyebabnya adalah keracunan toxin BGA
dandinoflagellata. Saat udang melemah itulah, diduga Vibrio yang populasinya
telah “meledak” lebih mudah menginfeksi organ dalam udang sehingga timbul
WFD. Beberapa laporan dari jurnal ilmiah memaparkan temuan awal kejadian
WFD diawali dari salinitas air tambak 3 – 5 permil (‰). Kasus banyak terjadi
pada tambak dengan kepadatan udang tinggi, sisa pakan tinggi, suhu lebih dari
320C dan kadar bahan organik tinggi. Sementara itu kematian tinggi terjadi saat
oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l (ppm) dan alkalinitas (kesadahan) kurang
dari 80 mg/l (ppm). Saat itu akan terlihat feces udang berwarna putih melayang
di permukaan air tambak.
Perlu
dilakukan penanganan Blue Green Algae yang artinya kita memanajemen air di
tambak, agar BGA tidak muncul kembali. BGA ini akan dominan jika di tambak
terdapat banyak kista BGA, N/P ratio 5 – 10, potensial redoks lumpur kurang
dari -150mV, Total Organik Material (TOM) tinggi serta oksigen terlarut rendah.
BGA mengambil unsur Nitrogen (N) dari udara, bukan dari air. Sebagai plankton
perintis, BGA sebenarnya tidak bisa dibasmi tuntas karena membentuk kista.
Parahnya, kista BGA ini dapat menempel bahkan masuk ke pori-pori semen, tanah
dan tongkat kincir air. Hal ini karena kista terbuat dari karbonat, sehingga
tidak akan bisa ditembus oleh klorin namun bisa ditembus oleh asam. Oleh sebab
itu, beberapa pembudidaya udang telah menggunakan asam kuat yang murah seperti
HCL untuk membunuh sisa kista BGA pada saat persiapan tambak.
Hingga
saat ini penyebab WFD belum ditemukan. Perlakuan yang disarankan dari beberapa
riset dan pengalaman di lapangan adalah (1) menurunkan padat tebar udang
sehingga otomatis akan menurunkan sisa kandungan bahan organik; (2) meningkatkan
kualitas air tambak, khususnya kadar oksigen terlarut agar lebih dari 3 mg/l
(ppm) dan alkalinitas lebih dari 80 mg/l (ppm); (3) menyediakan luasan tambak
untuk tandon air guna menyelamatkan kualitas air demi kelangsungan budidaya
udang di tambak; dan (4) menggunakan probiotik selektif (mengandung bakteri
tertentu). Contohnya menggunakan probiotik Bacillus subtilis yang terbukti
mampu menekan pertumbuhan bakteri Vibrio.
Berbeda
pendapat, salah satu manajer farm tambak di Banyuwangi mengatakan bahwa pada kasus
WFD udang mati selain karena serangan infeksi, juga karena toxin BGA. Toxin itu
sendiri adalah protein, maka perlu dilawan juga dengan protein. Caranya adalah
meningkatkan protein terlarut dalam air dengan meningkatkan N/P ratio
menggunakan pupuk ZA (Zwavelzuur Ammonia). Penambahan Ammonium dari ZA tidak
berbahaya karena udang itu tahan 30 ppm Nitrit, tidak seperti ikan yang hanya
tahan 1 ppm. Pembudidaya tidak perlu takut dengan unsur Nitrogen, sebab jika
sebaliknya malah akan menimbulkan masalah karena saat Nitrogen dibawah 0,5 ppm
justru air tidak stabil jumlah plankton akan menurun. Jika Nitrogen turun
berlebihan akibat over probiotik, maka udang akan moulting (ganti cangkang) dan
mengalami soft shell (cangkang lunak). Hal ini karena bakteri Bacillus sp.
mengeluarkan enzim Dekalsinasi. Over populasi Bacillus sp mengakibatkan enzim
Dekalsinasi terlarut dalm air berlebihan sehingga mengganggu pembentukan
cangkang pada udang.
Disimpulkan
bahwa ketidakstabilan kualitas air-lah pemicu booming-nya White Feces Disease.
Namun itu bukanlah penyebab sebenarnya karena hanya merupakan representasi dari
pola budidaya di tambak yang diterapkan. Petambak udang di Indonesia masih
memiliki pola pikir bertambak secara reaktif yakni melakukan sesuatu kalau
terjadi sesuatu sehingga dipengaruhi oleh kondisi tambak itu sendiri. Padahal
seharusnya lebih mampu berprinsip prevensi, yaitu merencanakan apa yang
diinginkan untuk tambak kita dan usaha apa saja yang harus dilakukan. Dengan
kata lain kita melakukan upaya pencegahan untuk menghindari hal-hal yang tidak
kita inginkan terjadi di tambak kita.
Sebagai
informasi saat ini telah ada obat-obatan untuk mencegah dan mengobati penyakit
WFD ini, diantaranya adalah Pondstar-M yang memenuhi unsur yang dibutuhkan
udang dalam proses pra, masa, serta pasca moulting, sehingga udang mempunyai
ketahanan yang sempurna, serta mampu mencegah dan mengobati penyakit berak
putih/ white feces, Soft Shell Syndrome dan meningkatkan Immunitas udang secara
keseluruhan, sehingga udang mempunyai ketahanan terhadap serangan berbagai
penyakit. Produk ini mengandung unsur mineral Na, Ca, Mg, Cl, I, S. dalam
senyawa khusus yang seimbang. Selain itu juga mengandung C organik dan Sebagai
penyeimbang produk.
Pencegahan
penyakitnya dengan cara pemberian sekali dalam sehari 3 gr/kg pakan, diberikan
pada saat jam pakan yang paling cepat nafsu makannya. Sedangkan pengobatannya
dengan pemberian 3 kali sehari 6 – 10 gr/kg pakan dengan catatan pakan
diberikan 80% agar obat cepat terkonsumsi. Proses pengobatan selama 5 – 6 hari,
sudah menunjukkan tanda- tanda perbaikan, setelah 9 hari baru 98% kesembuhan
tercapai berlanjut peningkatan konsumsi pakan. Cara pemakaiannya yakni untuk 1
kg pakan, ambil 6-10 gr, tambahkan air 150 ml diaduk sampai rata, kemudian
campurkan ke pakan serata mungkin, lalu biarkan kering angin. Hal ini dilakukan
30 menit sebelum pemberian pakan.
Bertambak
secara modern memerlukan rancangan tingkat produksi berdasar daya dukung
(carrying capacity), sistem teknologi yang digunakan dan faktor resiko yang
harus dipastikan sebelum melakukan persiapan tambak. Dengan demikian manajemen
tambak dan standar prosedur operasional, mulai dari persiapan tambak, panen
hingga tebar kembali dapat disusun dengan tepat dan faktor resiko diantisipasi
lebih awal. (NDK107).
Dirangkum
dari berbagai sumber:
Trobos
Aqua: 15 Februari – 14 Maret 2015
https://pondstar.wordpress.com/
http://marjokotriwahyudi.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar