SIDAT
(Anguillidae)
AM Maya Akbar
Labels: PERIKANAN
Sidat merupakan jenis
ikan yang memiliki bentuk fisik menyerupai belut. Sidat memiliki warna kulit
coklat kehitam-hitaman dan agak memutih pada bagian perutnya. Sidat juga punya
jari-jari sirip yang lunak dan jelas. Berbeda dengan belut, sidat memiliki sirip
dada, punggung dan skip dubur yang sempurna. Tubuh bersisik kecil-kecil
membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil, yang masing-masing kumpulan
terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya.
Karena adanya jari-jari sirip yang lunak inilah orang awam lebih suka menyebut
sidat sebagai belut bertelinga daripada nama sebenarnya.
Berikut klasifikasi
sidat :
Kelas: Pisces,
Subkelas: Teleostei, Ordo: Apodes, Famili: Anguillidae
Di Indonesia terdapat
kurang lebih tujuh jenis sidat. Dan dari ketujuh jenis sidat tersebut yang
paling luas penyebarannya adalah Anguilla marmorata, sedang yang paling sempit
daerah penyebarannya adalah Anguilla borneensis (hanya terdapat di Kalimantan
Timur dan Sulawesi).
Sidat dikenal sebagai
pemangsa yang ganas sebagai ikan air tawar. Dibanding belut, yang suka memangsa
berbagai jenis ikan air tawar, sidat jauh lebih ganas karena akan memakan apa
saja yang hidup di air. Habitat alaminya adalah di lubuk-lubuk sungai,
rawa-rawa dan danau-danau yang berair tawar. Sidat dewasa bisa bertahan sampai
bertahun-tahun di perairan tersebut. Tapi usianya bila telah mendekati delapan
tahun, sidat akan berenang terus menerus dari daerah pedalaman ke hilir sebagai
sidat perak untuk beruaya ke laut dalam kembali.
Di berbagai daerah nama
sidat bisa berbeda-beda. Beberapa nama yang dilekatkan antara lain : ikan
uling, ikan moa, ikan lubang, ikan lumbon, ikan larak, ikan pelus, ikan gateng,
ikan lembu, ikan denong, ikan mengaling, ikan Tara, ikan luncah dan sebagainya.
Di Indonesia terdapat tak kurang enam jenis sidat, tapi cuma dua macam raja
yang sering ditangkap nelayan. Yakni sidat kembang (Anguilla mauritiana) dan
sidat anjing (Anguilla bicolor). Kedua sidat ini banyak menghuni aliran-aliran
sungai yang jernih dan berbatu-batu. Kedua ikan ini suka berdiam dalam lubang
pada cadas-cadas atau di antara sela-sela batu.
Ikan sidat bisa
dipancing dengan menggunakan umpan katak, anak ayam atau ikan-ikan kecil. Mata
pancingnya harus bestir dan tali yang dipakai harus kuat (jangan dibuat dari
benang), karena gigi-gigi ikan sidat sangat tajam dan kuat. Di daerah Pulau
Jawa bagian selatan, ikan sidat banyak bersembunyi dan bersarang di bibir
tebing sungai yang curam atau lubuk-lubuk sungai yang merupakan gua. Sidat
raksasa yang berumur tua ini panjangnya bisa mencapai 90 sampai 150 cm, dengan
diameter tubuh tak kurang dari 7,5 cm.
Ikan Sidat Belum
BernilaiEkonomi
Sidat masih tergolong
Ordo Apoda. Ordo ini masih ada persamaannya dengan bangsa ular, yaitu tidak
mempunyai anggota gerak. Dalam Bahasa Latin perkataan "apoda" berasal
dari kata "pods" yang berarti kaki, dan "a" yang berarti
ingkar atau tidak. Jadi apoda berarti tidak berkaki atau tanpa anggota gerak.
Dan ikan yang masih tergolong Ordo Apoda pergerakannya sangat tergantung pada
liak-liuk tubuhnya yang licin panjang. Ikan Ordo Apoda juga tidak bersisik.
Tapi jenis sidat masih punya sisik-sisik kecil berbentuk panjang, dan tersusun
saling tegak lurus pada poros panjangnya. Susunan-susunan sisik ini biasanya
membentuk gambar mozaik seperti anyaman bilik. Ikan dari Ordo Apoda lebih
banyak yang hidup di laut. Misalnya ikan remang, ikan cunang dan ikan ular
boro. Apoda yang merupakan ikan darat cuma belut saja. Sidat meskipun
dibesarkan di perairan air tawar. Tapi setelah dewasa dan mau berpijah ikan ini
kembali beruaya ke laut dalam.
Ruaya pada ikan ini
merupakan masalah yang mendasar, karena merupakan salah satu mata rantai siklus
hidupnya dan tidak terlepaskan dari rantai sebelum dan sesudahnya. Yang
dimaksud dengan ruaya adalah perpindahan (migrasi) pada ikan untuk mencari
tempat hidup atau suasana yang lebih cocok bagi kepentingan ikan bersangkutan.
Ruaya ini dilakukan antara lain karena :
Ingin mengadakan
pemijahan
Mencari makanan dan
menuju daerah pembesaran
Mendapatkan lingkungan
hidup baru karena lingkungan hidup yang semula sudah kurang cocok, atau karena
sudah terjadi perubahan ekologis pada lingkungan hidupnya yang lama.
Pada sidat (ikan air
tawar) ruaya dimaksud untuk mencari tempat pemijahan yang sesuai dan menguntungkan
bagi perkembangan telur dan larvanya setelah menetas. Ruaya ini dilakukan
dengan berusaha kembali ke daerah asal ketika dilahirkan untuk mengadakan
reproduksi (pemijahan). Sebelumnya ikan ini membesar dan hidup dewasa di
sungai-sungai, rawa-rawa, dan danau di daerah pedalaman. Dan setelah telurnya
menetas menjadi larva, mereka akan berenang menuju sungai-sungai di daerah
daratan. Jadi laut bebas (dalamnya kurang lebih 56.000 m) cuma dijadikan
sebagai tempat pemijahan saja.
Bagi sidat Eropa yang hidup
di sungai-sungai benua tersebut, sewaktu memijah akan berenang menuju Laut
Sargasso, dan biasanya dilakukan pada bulan Desember. Perjalanan dari sungai ke
laut dilakukan pada malam hari. Selama melakukan perjalanan ikan ini tidak
makan apa-apa. Sehingga sewaktu sampai di laut tubuhnya akan berubah kurus,
mata membesar, dan warna kulitnya pun berubah. Karena menyusutnya tubuh,
kandungan telur lalu kelihatan membengkak besar.
Induk-induk sidat baru
bisa matang kelamin, berpijah, dan bertelur di laut yang dalamnya lebih dari
6.000 meter. Berbeda dengan sidat Amerika dan Eropa, yang memilih tempat
berbiaknya di Laut Sargasso(Atlantik), maka sidat Jawa dan Sumatera berpijah di
Samudera Hindia. Sementara sidat Sulawesi di Lautan Teduh (Pasifik). Selanjutnya
larva-larva yang menetas ini akan dibawa ombak menepi ke pan-tai, kemudian
ramai-ramai memasuki muara sungai yang payau sebagai impun lubang. Untuk
seterusnya akan berenang mudik memasuki sungai tawar, rawa-rawa, danau-danau
sebagai ikan buas dan liar. Impun dewasa inilah yang selanjutnya kita kenal
sebagai sidat.
Sampai saat ini usaha
pemeliharaan sidat baru dilakukan di negara tertentu saja. Di banyak negara
budidaya ikan sidat belum bisa dilakukan karena ikan sidat tidak bisa
dipijahkan. Tapi di Laboratorium Freshwater Fishpropagation di Universitas
Hokkaido (Jepang) ikan sidat ini sudah berhasil diternakkan dalam kolam, berkat
diketemukannya hormon ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari ikan Salmon
sebagai donor. Hormon tersebut disuntikkan pada induk sidat yang sudah matang
telur di bak pemeliharaan. Suntikan hormon ini telah membantu mendorong
kegiatan kelenjar kelamin induk sidat betina yang disuntik, sehingga bisa
melepaskan telur-telurnya di air kolam.
Selain suntikan hormon,
faktor lain yang sangat menentukan suksesnya percobaan menternakkan sidat
tersebut adalah keadaan suhu dan air laut yang diisikan pada kolam perkawinan.
Suhu yang dituntut harus bisa dipertahankan seperti suhu permukaan air laut di kedalaman
6.000 m, yakni 18° C sampai saat perkawinan selesai. Kemudian setelah
telur-telur menetas, air kolam harus bisa dipertahankan pada suhu 23-25°C.
Dengan diketemukannya
teknik pemijahan buatan dan rahasia suhu ini di tahun 1974, para peneliti sudah
mengetahui batas-batas untuk menyukseskan penetasan telur dan pembesaran benih
sidat hasil perkawinan buatan di kolam pemijahan yang masih percobaan tersebut.
Hanya saja rumus makanan buatan untuk larva-larva sidat agar bisa tumbuh
normal, rupanya masih harus menunggu waktu lagi.
Ikan sidat di Indonesia
belum memiliki nilai ekonomi yang berarti. Adanya anggapan masyarakat bahwa
makan ikan sidat bisa menimbulkan bencana, merupakan salah satu penyebabnya.
Akibatnya potensi sidat di Indonesia yang sebenarnya sangat berlimpah,
seakan-akan menjadi mubazir. Padahal sebenarnya di pasaran Amerika, Eropa,
Jepang dan Hongkong ikan sidat memiliki potensi yang tinggi sekali sebagai
komoditas perikanan. Di sana ikan ini mempunyai harga komersial yang cukup
mahal, dan beberapa negara maju telah membudidayakannya secara intensif.
Syarat-syarat
Pemeliharaan Sidat
Pemeliharaan sidat pada
prinsipnya tidak berbeda dengan pemeliharaan ikan-ikan kultur yang lain. Faktor
penting yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan sidat adalah :
Air harus bersih dan
kaya oksigen
Air yang diperlukan
dalam pemeliharaan ikan sidat adalah air bersih dengan jumlah dan volume yang
tidak kecil dan dengan kadar oksigen yang terlarut benar-benar tinggi, bahkan
harus lebih tinggi dari kadar oksigen yang terlarut dalam air tempat hidupnya
di alam bebas.
Dalam kolam
pemeliharaan sumber air bisa diperoleh dari aliran sungai, tapi bisa juga
mempergunakan air dari sumur artesis. Untuk kolam pemeliharaan dengan daya
produksi 20 ton ikan sidat per tahun, diperlukan tak kurang dari 450 m3 air
bersih per hari. Dan sebaiknya lokasi pemeliharaan dipilih di tempat-tempat
yang banyak dihuni ikan-ikan sidat (misalnya sepanjang pan-tai selatan Pulau
Jawa). Banyaknya ikan-ikan liar yang terdapat pada suatu wilayah perairan bisa
dijadikan pertanda, bahwa tempat tersebut cukup cocok sebagai tempat
pemeliharaannya.
Untuk benih yang telah
berukuran 20-30 cm, selain air bersih, bisa juga dipergunakan air keruh (dari
aliran sungai), asal tidak tercemar bahan-bahan beracun/pestisida. Air untuk
sidat juga harus bersifat basa selain itu lokasi tempat juga perlu
diperhitungkan. Pertama jangan merupakan daerah banjir. Kedua, tanah tidak
porus atau sarang sehingga air mudah lenyap karena meresap. Sangat bagus kalau
pembangunan kolam dipilih tempat yang tanahnya liat berpasir. Ketiga, tempat
tersebut juga harus cukup banyak mendapat cahaya matahari guna membantu
pertumbuhan plankton sebagai penghasil oksigen dalam air (untuk kolam
tergenang). Di samping itu lokasi juga harus cukup mendapat hembusan angin agar
setiap saat terjadi aerasi di permukaan kolam.
Lokasi yang paling
tepat untuk pemeliharaan sidat adalah daerah di sepanjang pantai. Sedang kolam
pemeliharaannya bisa berbentuk kolam tergenang (mirip tambak, kolam empang),
lebih baik lagi kalau bisa mengusahakan kolam air deras.
Untuk mengusahakan ikan
sidat paling tidak diperlukan empat jenis kolam pemeliharaan, kalau sengaja mau
memelihara sejak dari elver (larva) sampai menjadi sidat berukuran konsumsi
atau sidat dewasa. Yakni bak elver I, bak elver II, kolam pendederan, dan kolam
pembesaran.
Benih ditangkap di alam
Benih pertama yang
diperlukan dalam pemeliharaan ikan sidat adalah benih yang telah mencapai
tingkat elver. Persediaan benih yang diperlukan pada tingkat ini sekaligus
harus banyak. Karena elver yang dipelihara nantinya tidak semua bisa hidup.
Sebagian kecil saja yang bisa mencapai ukuran cukup untuk konsumsi atau
dipasarkan.
Elver diperoleh dengan
cara menangkap benih di alam (muara sungai). Elver merupakan anak ikan yang
sangat halus. Penanganannya sangat membutuhkan kehati-hatian, dan dalam
pengumpulannya perlu diusahakan jangan sampai tersentuh tangan. Di Indonesia
elver ditangkap nelayan dengan mempergunakan gayung. Seorang pencari elver
sehari bisa memperoleh 25 kg atau kurang lebih 87.500 ekor. Alat penangkap lain
yang juga sering digunakan nelayan untuk menangkap elver adalah jaring halus.
Alat penangkap ikan ini dipasang dengan memotong lebar sungai guna menghadang
benih-benih kecil ini yang suka ramai-ramai memasuki muara sungai sewaktu
terjadi pasang purnama. Selama dua minggu terus-menerus benih-benih ini aktif
berenang di perairan dangkal, dan pada siang hari bersembunyi di lumpur atau di
bawah batu.
Ukuran elver hasil
tangkapan bermacam-macam. Tidak bisa seragam. Besar kecilnya elver sangat
tergantung dari jarak pemijahan sang induk dari muara sungai. Elver yang
tertangkap di muara sungai yang letak daerah pemijahannya lebih jauh, ukurannya
relatif lebih pendek dan lebih kecil dibanding dengan muara sungai yang
jaraknya dengan tempat pemijahan lebih dekat. Di Jawa Barat elver sidat yang
berwarna bening ini lebih dikenal dengan nama impun. Ikan-ikan lembut kecil ini
banyak ditangkap dan dikumpulkan untuk dijadikan teri tawar, teri asin, dan rengginang.
Walau sebenarnya ikan teri merupakan jenis ikan tersendiri.
Menurut Lembaga
Penelitian Perikanan Darat (LPPD, 1971) daerah penangkapan elver dan ikan sidat
terbesar di muara sungai sepanjang pantai barat dan selatan pulau Sumatera,
pantai selatan Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, serta Sulawesi dan Kalimantan yang
menghadap ke Banten Selatan, Pelabuhan Ratu (Sukabumi), Tasikmalaya, Ciamis,
Pagelaran, Garut, Banjarnegara, Yogya, Kaloran, Pacitan, dan Temanggung. Daerah
penangkapan elver yang utama di Jawa Tengah adalah Cilacap, Kebumen, Purworejo
dan Kulon Progo.
Elver merupakan benih
ikan yang sangat halus. Penanganannya memerlukan perawatan yang rumit. Sebagai
tempat penampungan hasil tangkapan (bila mau dipelihara lebih lanjut) bisa
dipergunakan peti basah atau jaring halus yang diletakkan pada air mengalir.
Selanjutnya setelah terkumpul, cepat-cepat dibawa ke kolam pemeliharaan elver.
Pada perusahaan-perusahaan perikanan besar (tentu saja di luar negeri),
pengangkutan elver mempergunakan tangki logam bermuka licin dengan diberi
tambahan oksigen.
Makanan pasta untuk
elver
Elver yang baru saja
ditangkap seringkali ngambeg tak mau makan. Memang menyusahkan. Tapi biasanya
seleranya akan kembali muncul setelah hari menjadi gelap. Sedang makanan yang
diberikan siapkanlah dalam jumlah yang memadai dan benar-benar baik kualitasnya.
Pemberian makanan dalam jumlah cukup dan bermutu akan sangat membantu kepesatan
pertumbuhan dan ketahanannya terhadap penyakit/serangan parasit. Begitu pula
jenis makanan yang diberikan juga turut menentukan kualitas dan rasa daging
sidat yang diusahakan.
Jenis makanan yang baik
adalah yang komposisi kimiawinya hampir mendekati komposisi daging ikan sidat
itu sendiri. Atau paling tidak komposisi makanan yang diberikan mengandung
bahan-bahan yang paling disukai ikan tersebut di alam. Anak sidat yang baru menetas
makanannya berupa mikroplankton. Sedang makanan elver berupa anak kepiting,
udang, cacing, kerang, siput dan tanaman air yang masih lembut. Makanan sidat
dewasa sudah lain lagi, yakni berupa udang dan anak-anak ikan. Paling banyak
sidat liar melahap bangsa udang air tawar (Palaemon sp) dan udang dari keluarga
Penaidae. Makanan sidat paling sedikit harus mengandung 50% protein hewani.
Dalam pemeliharaan
sidat konsumsi oleh petani ikan di Taiwan dan Jepang, secara tradisional
makanan sidat diberikan ikan-ikan kecil (bisa segar atau direbus), cacing
sutera, cacing tanah, cacing air dan bagian-bagian potongan moluska/siput.
Kepiting juga dipergunakan sebagai bahan makanan yang berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan badan. Tapi dalam usaha pembesaran dewasa ini telah
digunakan makanan buatan yang terbuat dari tepung ikan yang dicampur dengan
karbohidrat. Makanan buatan ini memiliki komposisi berupa protein 52%,
karbohidrat 25%, air 10%, lemak 4%, dan abu 10%. Untuk vitamin kadar
komposisinya bisa berbeda-beda, tergantung temperatur air setempat. Apabila
suhu air di bawah 18°C diberikan 5% dari berat makanan. Makanan buatan ini
diberikan sebanyak 70% dari jatah konsumsi setiap harinya, sedang sisanya (30%)
tetap berupa makanan alami yakni daging ikan.
Ikan sidat makan hanya
sekali dalam sehari, yaitu sekitar jam 8-10 malam. Banyaknya makanan yang
diberikan adalah 5-10% dari seluruh berat ikan yang dipelihara setiap harinya.
Ikan sidat akan berselera sekali makannya pada waktu cuaca cerah, udara
berangin dan suhu air agak panas. Tapi kalau hari hujan, langit mendung dan
udara berangin legang nafsu makan ikan buas ini agak menurun.
Untuk elver makanan
diberikan dalam bentuk pasta, terutama untuk elver yang baru ditangkap. Pasta
dibuat dari potongan-potongan daging kerang atau cacing yang telah dilumatkan
menjadi bubur dan diletakkan pada cawan yang ditaruh di dasar bak. Untuk
mengumpulkan para elver di dekat makanan dinyalakan lampu. Elver tidak akan
makan bila suhu air di bawah 13°C. Tapi suhu serendah ini jarang sekali terjadi
di Indonesia, kecuali di daerah-daerah berpegunungan tinggi. Namun alangkah
baiknya kalau setiap kali suhu air dikontrol, siapa tahu kalau-kalau terjadi
kelainan.
Makanan pasta diberikan
pada elver yang dipelihara pada minggu pertama dan kedua. Setelah waktu makan
habis, sisanya harus diambil dan bak harus bersih dari sisa makanan. Makanan
elver pada minggu ketiga dan keempat bukan pasta daging lagi, tapi berupa
potongan-potongan daging ikan atau cacing yang telah dicincang. Selanjutnya
setelah umurnya menginjak minggu kelima dan keenam sudah bisa diberi
potongan-potongan daging ikan atau makanan buatan. Apabila diberi makanan
buatan, komposisinya harus diolah sedemikian rupa agar cepat diterima elver.
Setelah lewat usia enam minggu, elver sudah terbiasa dengan makanan buatan.
Dengan aktifitas makan sekitar sepuluh menit saja.
Suhu menentukan
kecepatan tumbuh
Suhu air sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan sidat. Pemeliharaan ikan ini boleh dikatakan
berhasil apabila dalam waktu dua tahun sejak penanaman elver bisa dihasilkan
ikan sidat konsumsi berukuran 1,5-2 kg per ekor. Temperatur sangat berpengaruh
pula terhadap aktivitas makanannya, hingga sidat memiliki kecepatan tumbuh yang
tinggi pada suhu air antara 23-30°C. Pada suhu tersebut aktivitas makan sidat
memang paling baik. Di Indonesia di mana temperatur udara di pantai variasinya
berkisar antara 25-31°C, perubahan suhu praktis bukan merupakan masalah.
Menurut penelitian para
ahli di Jepang dan beberapa negara Eropa sidat jenis Anguilla japonica,
Anguilla anguilla dan Anguilla rostrata tidak punya nafsu makan pada suhu air
di bawah 12°C. Untuk mengatasinya jelas diperlukan pemanasan buatan di
kolam-kolam pemeliharaan. Dan ini memerlukan dana yang tidak kecil.
Di Indonesia pemasaran
hasil jelas masih merupakan masalah, karena konsumen ikan sidat dalam negeri
boleh dikata belum ada. Tapi sebagai bahan ekspor ikan ini pun bisa bersaing
dengan belut, apabila benar-benar diusahakan sebagai ikan komersial. Di Taiwan,
Jepang, Korea, dan berbagai negara Eropa sidat telah menjadi menu kesayangan
yang berharga tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar