PEMBENTUKAN
DAERAH PENANGKAPAN IKAN
sumber :http://andiracandoit.blogspot.co.id/2011/11/pembentukan-daerah-penangkapan-ikan.html
Pemanfaatan sumberdaya
perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan
yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya
sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan
(fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih
efektif dan efisien.
Berhasil tidaknya suatu alat
tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah tergantung pada bagaimana
mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan
bagaimana operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dapat dilakukan dalam
upaya optimalisasi hasil tangkapan diantaranya dengan menggunakan alat bantu
penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam
operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon
(FAD) dan cahaya lampu (Light Fishing).
Secara alami tanda-tanda
fisik daerah penangkapan ikan (Fishing ground) berdasarkan pengalaman nelayan,
yang catchable area diantaranya ditandai oleh :Warna perairan lebih gelap
dibandingkan perairan sekitarnya ; Ada banyak burung beterbangan dan
menukik-nukik ke permukaan air ; Banyak buih di permukaan air ; dan Umumnya
jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang hanyut di
perairan atau bersama dengan ikan yang berukuran besar seperti paus. Dengan
adanya rumpon dan penggunaan cahaya lampu disuatu perairan maka daerah
penangkapan ikan dapat dibentuk, sehingga nelayan dan unit kapal penangkap ikan
tidak tergantung lagi dengan tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan yang
bergantung pada kondisi lingkungan alami perairan. Oleh karena itu dengan
penggunaan rumpon (FAD) dan light fishing dapat dikatakan sebagai pembentuk
daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
PEMBENTUKAN
DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN LIGHT FISHING
Sejarah Perikanan Light
Fishing di Indonesia
Beberapa alat tangkap dalam
pengoperasiannya menggunakan bahan dan alat tertentu untuk memberikan
rangsangan guna menarik perhatian ikan. Salah satu alat yang digunakan untuk
memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan untuk menarik
perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan direspons dengan
berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area tertentu untuk
kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring maupun alat pancing lainnya.
Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya disebut
dengan light fishing.
Menurut Brant (1984) light
fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu bentuk dari umpan yang
berhubungan dengan mata (optical bait) yang digunakan untuk menarik dan untuk
mengumpulkan ikan. Light fishing oleh Brant (1984) diklasifikasikan ke dalam
kelompok attracting concentrating and fringhting fish, karena dalam hal ini
cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating) ikan pada suatu daerah
tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi penangkapan.
Pada awalnya penggunaan
cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia belum diketahui secara pasti
siapa yang memperkenalkannya. Namun yang jelas sekitar tahun 1950an di
pusat-pusat perikanan Indonesia Timur, dimana usaha penangkapan cakalang dengan
pole and line marak dilakukan, penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan
telah dikenal secara luas. Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri
penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik
perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang
Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni
Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975)
Agar cahaya dalam kegiatan
light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, diperlukan
syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
1.
Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada
jarak yang jauh (horizontal maupun vertikal)
2.
Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke
sekitar sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).
3.
Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan
tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum
sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat)
4.
Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya
hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri
(escape, disperse). Sumber: Sudirman (2003)
Sumber Cahaya sebagaia Alat
Bantu Penangkapan
Dalam perkembangannya
beberapa sumber cahaya yang digunakan sebagal alat bantu penangkapan di
Indonesia antara lain:
A.
Obor
Obor dibuat dari bambu yang
kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya.
Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu sedemikian
rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air. Penggunaan alat
ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah berubah oleh tiupan angin
dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan. Dahulu alat ini banyak
digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun sekarang penggunaannya sulit
ditemukan lagi.
B.
Lampu Petromaks
Lampu petromaks umumnya
memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt. Terdapat dua jenis
lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks dengan bola gelas yang
berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di atas, sedangkan yang
satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada bagian bawah dan lampu
berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia bagian timur penggunaan
petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan penangkapan ikan di
pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya lampu petromaks umumnya
dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu, biasanya lampu petromaks tidak
efisien jika digunakan pada saat terang bulan (purnama). Keadaan ini disebabkan
karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan cenderung menyebar di dalam kolom
air dan tidak naik ke atas permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya
nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan,
tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).
C.
LampuListrik
Meskipun pemakaian lampu
yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab
penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu
listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena
dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara
seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang
dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa
ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih
banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan,
sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan
yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur,
cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).
Persyaratan Daerah
Penangkapan Ikan Buatan dengan Alat bantu Cahaya
Operasi penangkapan dengan
menggunakan alat bantu cahaya tidak dapat dilakukan pada setiap kondisi, ada
beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil tangkapan
yang maksimal. Beberapa persyaratan dalam penangkapan untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang maksimal dengan memperhatikan antara lain.
a)
Syarat Lingkungan
Persyaratan utama dalam
penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah kondisi
lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi lebih
efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan pada
malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap dan terangnya
bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan gelap, dengan
demikian cahaya lampu tidak dapat dioperasikan pada siang hari. Pada saat bulan
terang penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi sangat tidak efektif.
Akibat adanya cahaya lain yang turut mempengaruhi behavior dari ikan-ikan di
perairan. Kondisi ini biasanya diantisipasi oleh nelayan dengan menggunakan
cahaya yang lebih terang, namun hal ini hanya akan sedikit membantu dalam
operasi penangkapan.
Selain dari fase bulan
keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga akan mengurangi daya
tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini mempengaruhi efisiensi
penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan arus laut yang tidak
terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan lampu akan memberikan
pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang terlampau kencang akan
mempengaruhi posisi alat tangkap di dalam air
b). Syarat Penangkapan
Selain faktor-faktor
lingkungan diatas, ada beberapa syarat lain yang menentukan keberhasilan suatu
operasi penangkapan. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan antara lain.
1.) Cahaya
yang akan digunakan harus tepat untuk jenis ikan yang akan ditangkap dengan
mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak ditangkap terhadap jenis cahaya.
2.) Cahaya
yang digunakan juga harus mampu menarik ikan pada jarak yang jauh baik vertikal
maupun horisontal, untuk syarat ini biasa digunakan cahaya berwarna biru atau
hijau.
3.) Ikan-ikan
diusahakan untuk berkumpul pada area penangkapan tertentu.
4.) Waktu
yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan terhadap ikan-ikan yang telah berkumpul.
PENGEMBANGAN RUMPON DAERAH
PENANGKAPAN IKAN
Definisi Rumpon
Rumpon atau Fish Aggregating
Device (FAD) adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang
dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk
menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah
untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan
menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (berdasarkan
ruayanya) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon
tersebut.
Definisi rumpon menurut SK
Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang
dan ditempatkan pada perairan laut. Selanjutnya dalam SK Mentan No.
51/Kpts/IK.250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon menjelaskan bahwa
terdapat 3 jenis rumpon,yaitu:
1.) Rumpon
Perairan Dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan
pada dasar perairan laut.
2.) Rumpon
Perairan Dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan
ditempatkan padaperairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter.
3.) Rumpon
Perairan Dalam,. adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan
ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.
Sumber : BPPL (1991)
Menurut Naamin dan Kee-Cahi
Chong (1987), pada awal penggunaan rumpon laut dalam di Sorong antara tahun
1985 sampai 1986, ternyata dapat meningkatkan hasil tangkapan total sebesar
105% dan hasil tangkapan per satuan upaya sebesar 142%. meningkatkan pendapatan
pemilik rumpon sebesar 367%, mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk
kapal sebesar 64,3% serta mengurangi pemakalan umpan hidup sebesar 50%. Namun
dengan bertambahnya penggunaan rumpon maka terlihat kecenderungan menurunnya
hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE).
Sejarah Rumpon (FAD) di
Indonesia
Rumpon telah lama dikenal di
Indonesia, terutama di daerah Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai ‘rompong
mandar”. Didaerah Indonesia Bagian Timur lain seperti di Sorong, Fakfak. Maluku
Utara, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Sulawesi Tenggara berkembang dengan alat
tangkap pancing huhate (pole and line) dan pancing ulur (handline) rumpon jenis
ini biasanya dipasang di perairan laut dalam untuk menangkap ikan-ikan pelagis
besar. Sedangkan rumpon laut dangkal berkembang penggunaannya di perairan Selat
Malaka dan Laut Jawa dengan alat tangkap purse seine mini.
Teknologi rumpon laut dalam
baru dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1985 untuk penangkapan ikan
pelagis besar. Metode pemasangan dan dua jenis rumpon tersebut hampir sama dan
perbedaannya hanya pada daerah pemasangan serta bahan yang digunakan. Pada
rumpon laut dangkal digunakan dari alam seperti bambu, rotan. daun kelapa dan
batu kali.Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besar dari bahan seperti
bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali nylon dan semen.
Penggunaan rumpon sebagai
alat bantu penangkapan belum menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia
terutama untuk rumpon laut dalam. Penggunaan rumpon laut dalam di wilayah
Indonesia Bagian Barat atau Samudera Indonesia dapat dikatakan belum ada.
Menurut Atapattu (1991).
penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan laju tangkap dengan pengurangan biaya produksi, mengurangi waktu
untuk mencari gerombolan ikan sehingga mengurangi biaya operasi kapal,
meningkatkan efisiensi penangkapan serta memudahkan operasi penangkapan ikan
yang berkumpul di sekitar rumpon.
Rumpon sebagai alat bantu
penangkapan dipasang di tengah laut. Oleh sebab itu agar rumpon dapat berfungsi
dengan dengan baik sesuai dengan tujuannya. maka dalam pemasangannya diperlukan
adanya informasi tentang kedalaman, kecerahan air. arus. suhu, salinitas dan
keadaan topografi dan dasar perairan dimana rumpon akan dipasang. Informasi
dasar tersebut sangat diperlukan untuk diketahui agar dalam pemasangan rumpon
benar-benar tepat pada perairan yang diharapkan dan menghindari rumpon putus.
Pemasangan rumpon harus pula memperhatikan aspek biologis dan ikan yang menjadi
sasaran penangkapan. Hal ini bertujuan agar rumpon yang dipasang benar-benar
pada perairan yang subur dan banyak ikannya.
Tingkah Laku Ikan Di Sekitar
Rumpon
Asikin (1985) mengemukakan
bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon karena berbagai sebab, antara lain:
1.
Rumpon sebagai tempat bersembunyi di bawah
bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2.
Rumpon sebagai tempat berpijah bagi
beberapajenis ikan tertentu.
3. Rumpon itu sebagai tempat berlindung bagi
beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan Sproul (1985)
mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan
karena:
1. Rumpon sebagai tempat berteduh (shading
place) bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2.
Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding
ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3.
Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan
telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
4.
Rumpon sebagai tempat berlindung (shelter)
dan predator bagi ikan-ikan tertentu.
5. Rumpon sebagai tempat sebagai titik acuan
navigasi (meeting point) bagi i kan-ikan tertentu yang beruaya.
Rumpon yang dipasang. pada
suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan tertentu sebagai tempat
berlindung dan serangan predator. Kelompok jenis ini akan berenang-renang
dengan mengusahakan agar posisi tubuh selalu membelakangi bangunan rumpon.
Selain sebagai tempat berlindung, rumpon diibaratkan sebagai pohon yang tumbuh
di padang pasir yang merupakan wadah pemikat kelompok ikan (Subani, 1972)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar