Rabu, 28 November 2018

5 Jenis Ikan Lele Unggul di Indonesia

5 Jenis Ikan Lele Unggul di Indonesia


Indoaqua.net - Ikan lele dengan nama ilmiah Clarias sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer dikalangan masyarakat indonesia. Olahan ikan lele sangat mudah ditemui di pinggir jalan. Selain itu ikan lele memiliki kandungan protein yang tinggi.

Di Indonesia sendiri, ikan lele memiliki beberapa nama khas seperti ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalsel), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), dan ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). 

Sementara itu, di Negara lain dikenal nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilanka). Dalam bahasa Inggris disebut Catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. 

  • Habitat dan Perilaku Ikan Lele
Habitat atau lingkungan hidup lele banyak ditemukan diperairan air tawar, di dataran rendah sampai payau. Di alam sendiri, ikan lele hidup di sungai-sungai yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat, seperti danau, waduk, telaga, rawa, dan kolam. Ikan lele lebih menyukai perairan yang tenang, tepian dangkal dan terlindung dengan membuat atau menempati lubang-lubang di tepi sungai atau kolam.

Lele jarang menampakan aktifitasnya di siang hari dan lebih menyukai tempat gelap, agak dalam dan teduh seperti di dasar kolam yang disebut dengan sifat benthic. Hal ini dikarenakan lele adalah binatang nokturnal, yaitu mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari makanan pada malam hari. 

Pada siang hari ikan lele lebih memilih berdiam diri atau berlindung di tempat-tempat yang gelap. Akan tetapi, pada kolam pemeliharaan, terutama budidaya secara intensif lele dapat dibiasakan diberi pakan pada pagi atau siang hari walaupun nafsu makannya tetap lebih tinggi jika diberikan pada malam hari. 

Ikan lele relatif tahan terhadap kondisi lingkungan dengan kualitas air yang buruk. Tidak hanya itu, dengan kondisi kolam yang tinggi padat tebar (1.000 ekor/m2) dan minim kandungan oksigen, ikan lele masih dapat bertahan hidup. 

Namun, pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan lebih cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti air sungai, mata air, saluran irigasi, ataupun air sumur. Selain itu ikan lele lebih baik dipelihara di suhu air 28-33 C karena pertumbuhan ikan lele di air hangat lebih cepat dari pada di suhu dingin. Suhu air berpengaruh besar terhadap metabolisme ikan lele, jika metabolisme ikan lele terganggu maka ikan lele akan mudah terserang penyakit. 

Berikut ini Klasifikasi Ikan Lele :

Filum          : Chordata 
Kelas          : Actinopterygii
Ordo           : Ostariophysi
Subordo      : Siluroidae
Famili         : Clariidae
Genus         : Clarias
Spesies       : Clarias sp
  • Kebiasaan Makan
Ikan Lele memiliki kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, ikan lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan daging). Di habitat aslinya, ikan lele biasa memakan cacing, siput air, belatung, laron, jentik-jentik serangga, kutu air, dan larva serangga air. 

Karena bersifat karnivora, pakan tambahan yang baik untuk lele adalah yang banyak mengandung protein hewani. Jika pakan yang diberikan banyak mengandung protein nabati pertumbuhannya akan menjadi lambat. 

Selain itu, ikan lele juga termasuk jenis ikan yang kanibal (pemakan sesama). Untuk mencegah munculnya sifat kanibal pada ikan lele, lakukan penebaran benih dengan ukuran yang relatif sama (seragam), manajemen pemberian pakan yang tepat dan sortir (grading) secara rutin.

Baca Juga :
Panduan Lengkap Membuat Pakan Lele Organik

  • Jenis-Jenis Ikan Lele di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak jenis ikan lele yang sudah dikembangkan. Namun, pada awalnya jenis lele yang dibudidayakan adalah jenis ikan lele lokal. Sejalan dengan tingginya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan lele, muncul jenis-jenis ikan lele unggulan yang sekarang ini banyak dibudidayakan oleh pembudidaya, seperti ikan lele dumbo, lele sangkuriang, lele masamo dan lele mutiara. 

Ikan Lele Dumbo

Secara umum sosok lele dumbo mirip dengan lele lokal tetapi ukuran tubuh lele dumbo lebih besar (cenderung lebih panjang dan lebih gemuk) dibandingkan dengan jenis lokal. Beberapa literatur menyebutkan bahwa lele dumbo merupakan hasil perkawinan silang antara dua spesies, yakni antara ikan betina Clarias fuscus dari Taiwan dengan lele jantan Clarias mossambicus dari Kenya, Afrika. Dari hasil perkawinan tersebut, diduga sifat-sifat lele jantan lebih dominan.

Ikan lele dumbo memiliki keunikan, yaitu pada tubuhnya akan timbul bercak-bercak hitam dan putih bila terkejut atau stres. Kondisi tersebut bersifat sementara dan akan segera normal kembali jika kondisi lingkungan kolam sudah stabil.

Jumlah sirip lele lokal dan lele dumbo sama, akan tetapi sirip keras (patil) pada lele lokal lebih berbahaya dari pada lele dumbo. Patil lele dumbo tidak begitu beracun bila dibandingkan dengan lele lokal. Ukurannya pun lebih pendek dan tumpul, sungut lele dumbo relatif lebih panjang dibandingkan lele lokal.

Ikan Lele Sangkuriang

Ikan lele sangkuriang merupakan varietas unggulan dari ikan lele dumbo, Ikan lele sangkuriang merupakan perkawinan antara lele dumbo betina F2 (induk betina generasi kedua) dengan lele dumbo jantan F6 (induk jantan generasi keenam) dan menghasilkan lele dumbo jantan F2-6. Selanjutnya, lele dumbo jantan F2-6 dikawinkan kembali dengan lele dumbo betina F2. Sehingga menghasilkan ikan lele sangkuriang.

Dengan cara persilangan seperti ini akan menghasilkan benih ikan lele yang lebih bagus. Penurunan kualitas ikan lele dumbo diduga selama ini disebabkan oleh sering dilakukannya perkawinan sekerabat (inbreeding) dan seleksi induk yang salah.

Ikan Lele Phyton

Ikan lele jenis ini dikembangkan dan diperkenalkan oleh Teja Suwarna, Sonar Raja Jati dan Wawan Setiawan dari Pandeglang, Banten. Lele Phyton merupakan hasil perkawinan antara indukan betina lele thailand dengan induk jantan lele dumbo F6.

Perkawinan induk tersebut menghasilkan lele yang mempunyai ciri, warna dan bentuk kepala hampir menyerupai ular phyton. Tak hanya itu, lele ini juga memiliki mulut kecil dan kepala pipih memanjang dengan warna yang cerah, hingga akhirnya lele jenis ini disebut ikan lele Phyton.

Ciri lain ikan lele phyton memiliki punuk di belakang kepala, ekor bulat, dan sungut lebih panjang dibandingkan dengan lele dumbo biasa. Keunggulan dari lele phyton adalah pertumbuhannya lebih cepat, berukuran seragam, tingkat hidupnya tinggi, dan relatif lebih tahan terhadap serangan penyakit.

Ikan Lele Masamo


Ikan lele masamo diproduksi oleh PT Matahari Sakti (MS) Mojokerto, Jawa Timur. Ikan lele masamo memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan ikan lele lainnya. Beberapa keunggulannya adalah :
  1. Bertubuh besar
  2. Rakus makan tapi tetap efisien
  3. Tingkat keseragaman tinggi
  4. Strees tolerance tinggi
  5. Ketahanan penyakit tinggi
  6. Sifat kanibal rendah
  7. Sifat induk memiliki tingkat rata-rata penetasan atau produktivitas telur yang tinggi
Begitu santernya kabar tersebut, sampai membuat banyak pihak mengaku menyediakan induk dan benih lele super ini. Padahal, hanya PT MS yang mendistribusikan secara terbatas di jaringan mitra internal perusahaan mereka.

Lele masamo merupakan hasil pengumpulan sifat berbagai plasma nutfah lele dari beberapa Negara, antara lain lele dumbo dan Clarias macrocephalus (bighead catfish) yang merupakan lele afrika dengan dikohabitasi di Thailand. 

Ikan lele afrika dikenal dengan kecepatan pertumbuhannya dan ketahanan tubuh yang tinggi. Lele afrika yang telah dikohabitasi domestik di Asia Tenggara memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan dan tahan terhadap penyakit lokal.

Lele masamo memiliki ciri khas fisik cukup berbeda dengan lele dumbo, sangkuriang, dan phyton yang lebih dahulu terkenal. Kepala lele masamo lebih lonjong, menyerupai sepatu pantofel model lama. Sirip (patil) lebih tajam,  badan lebih panjang, dan berwarna kehitaman. Ketika stres, muncul warna keputihan atau keabu-abuan. 

Lele masamo memiliki bintik seperti tahi lalat di sekujur tubuh yang berukuran besar, memiliki tonjolan di tengkuk kepala, serta bentuk kepala lebih runcing. Pada induk, tonjolan di tengkuk terlihat jelas. Lele ini sangat berbeda dengan induk jenis lain, sehingga jenis lele masamo tak mungkin dipalsukan. 

Akan tetapi, pada ukuran benih lele masamo sulit dibedakan dengan benih ikan lele jenis lainnya. Perbedaannya adalah lele masamo lebih agresif dan nafsu makan lebih kuat, sehingga jika manajemen pakan tidak bagus bisa berakibat pada kanibalisme. 

Ikan Lele Mutiara

Ikan lele mutiara merupakan ikan lele unggulan yang berasal dari Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi, Subang, Jawa Barat yang dirilis pada 27 Oktober 2014. Ikan lele mutiara merupakan hasil seleksi dari persilangan induk ikan lele dumbo lokal, lele mesir, lele paiton dan lele sangkuriang sejak 2010.

Ikan lele mutiara memiliki banyak keunggulan seperti laju pertumbuhan yang tinggi hingga 40% dibandingkan lele yang saat ini dibudidayakan pembudidaya. Dengan persentase laju pertumbuhan itu, waktu pemeliharaan dapat lebih singkat. Bibit ukuran 5-7 cm dapat dipanen dalam waktu 45-50 hari dengan ukuran panen 6-9 ekor/kg dan keseragaman ukuran mencapai 80%.

Keunggulan lainnya adalah irit dalam penggunaan pakan yang berdampak menekan pengeluaran biaya pakan. Angka rasio konversi pakan (FCR) hanya 0,8. Sedangkan ikan lele jenis lainnya mempunyai nilai FCR antara 1-1,2. Selain itu ikan lele mutiara lebih tahan terhadap serangan penyakit, ini dibuktikan dengan direndam ikan lele mutiara didalam bakteri aeromonas sp selama 60 jam hanya 30% ikan yang mati, menurut Peneliti dari Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi.

Sekian pembahasan kali ini mengenai Jenis Ikan Lele

Sumber : http://www.indoaqua.net/2016/01/5-jenis-ikan-lele-unggul-di-indonesia.html


Rabu, 21 November 2018

CARA DISTRIBUSI IKAN YANG BAIK

CARA DISTRIBUSI IKAN YANG BAIK


3.1. Pengertian Distribusi Hasil Perikanan
Distribusi hasil perikanan adalah rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu tempat ke tempat lain sejak produksi, pengolahan sampai pemasaran. Hal yang paling prinsip dalam proses distribusi hasil perikanan adalah mempertahankan kondisi alat/wadah/sarana yang digunakan dalam proses distribusi agar produk yang didistribusikan sampai ke tempat tujuan dengan tetap mempertahankan mutu/kualitasnya. Oleh karena itu, distributor/penyalur hasil perikanan harus memahami persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses distribusi hasil perikanan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam distribusi ikan yang baik, diantaranya:
1.         Distribusi hasil perikanan yang menggunakan sarana transportasi:
a.   Harus bersih dan mampu menghindari kontaminasi;
b.   Didesain  sedemikian  rupa  sehingga  tidak  merusak  produk,  di  mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi;
c.    Apabila menggunakan  es sebagai pendingin, harus dilengkapi saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk;
d.   Dilengkapi  peralatan  untuk  menjaga  suhu  tetap  terjaga  selama pengangkutan; dan
e.   Mampu melindungi produk dari resiko penurunan mutu
2.    Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain secara bersamaan untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap produk hasil perikanan;
3.    Apabila kendaraan pengangkut digunakan untuk mengangkut produk lain secara  bersamaan,  harus  dipisahkan  dan  dijamin  kebersihannya  agar tidak mengkontaminasi produk hasil perikanan;
4.    Pengangkutan  hasil  perikanan  tidak  boleh  dicampur  dengan  produk  lain yang  dapat  mengakibatkan  kontaminasi  atau  mempengaruhi  higiene, kecuali  produk  tersebut  dikemas  sedemikian  rupa,  sehingga  mampu melindungi produk tersebut; dan
5.    Pengangkutan  hasil  perikanan  dalam  keadaan  hidup  harus  mampu mempertahankan  hasil  perikanan  tersebut  tetap  terjaga  kondisi  dan mutunya.
Teknik/cara distribusi produk hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya; jenis produk, jenis alat angkut, dan kondisi penyimpanan. Proses distribusi untuk produk kering berbeda dengan produk basah. Begitupun dengan jenis alat angkut yang digunakan, bila produk yang didistribusikan berupa produk basah, maka sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi dengan alat pendingin. Jenis produk yang didistribusikan juga akan berpengaruh terhadap kondisi penyimpanan, sehingga kondisi penyimpanan harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan didistribusikan.

3.2. Cara Distribusi Ikan Yang Baik
Pada dasarnya distribusi produk hasil perikanan dapat dilakukan dengan model penerapan system rantai dingin. Dalam system ini suhu ikan hasil tangkapan/panen diupayakan selalu tetap rendah agar terjaga kesegarannya, yakni dengan mengoptimalkan penggunaan es dalam penyimpanannya.
Sistem rantai dingin yang diterapkan dalam distribusi dan transportasi ikan dipersyaratkan bahwa semua kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan ikan harus mampu mempertahankan suhu dingin yang dibutuhkan baik untuk ikan segar maupun mengawetkan produk beku. Akan lebih baik dengan menggunakan pintu dalam yang dapat menutup sendiri dengan fleksibel untuk mengurangi kehilangan udara dingin waktu pintu kendaraan pengangkut dibuka. Pada pengangkutan jarak jauh sebaiknya suhu dipertahankan dan selalu dijaga pada -18oC atau lebih rendah dan ini bisa dicapai dengan pendinginan mekanis, pemakaian es kering, sirkulasi gas cair yang dingin. Untuk refrigerasi dan ketelitian dalam pemuatan, operasi dan pemeliharaannya, sewaktu-waktu harus diperiksa dengan mengukur suhu produk pada awal dan akhir perjalanan.Pengangkutan harus dilakukan dengan hati-hati agar produk perikanan tidak terkena suhu tinggi selama pemuatan dan pembongkaran kendaraan pengangkut. Model pengembangan system rantai dingin yang ditujukan bagi proses distribusi adalah dengan penyediaan sarana sebagai berikut:
1.    Truk ber-refrigerasi (refrigerated truck)
Truk berefrigerasi merupakan alternative alat transportasi produk perikanan yang baik diterapkan untuk transport jarak jauh dan yang memakan waktu cukup lama.
2.    Truk berinsulasi (insulated truck)
Kebutuhan refrigerasi untuk mengangkut ikan dapat ditekan sekecil mungkin dengan cara menginsulasi seluruh bagian sarana angkut sebaik mungkin, yakni atap, dinding, dan lantai. Hal ini dilakukan agar suhu ikan tidak cepat meningkat selama proses distribusi dan agar kapasitas ikan yang diangkut agar lebih besar. Penyusunan peti wadah ikan dalam truk berinsulasi disusun rapat sesamanya agar panas tidak menyelinap diantara peti, serta diberi lapisan alas es di bawah tumpukan peti dan lapisan es lagi di atas tumpukan.
3.    Mobil angkut pick up
Fasilitas mobil pick up dalam suatu unit pengolahan ikan dapat digunakan untuk mengangkut kebutuhan proses pengolahan, serta untuk mendistribusikan produk olahan non beku yang sudah dikemas dengan baik untuk jarak tidak terlalu jauh.
4.    Sepeda motor dilengkapi box berinsulasi
Alat ini dirancang dengan harga yang relative murah tetapi mempunyai daya guna yang maksimal.Alat tersebut berkapasitas 50 kg/wadah. Setiap motor yang digunakan mempunyai dua wadah. Usia produktif alat ini diperkirakan minimal sampai lima tahun.
5.    Becak dilengkapi box berinsulasi
Fungsi becak berinsulasi sama dengan motor berinsulasi yakni untuk mendistribusikan produk perikanan, dengan tetap menjaga kesegarannya karena sudah didesain sedemikian rupa. Namun penggunaan becak ini terbatas dari segi wilayah karena hanya bisa digunakan dalam jarak dekat.
6.    Cool box
Dalam proses distribusi, cool box terutama digunakan sebagai wadah penyimpanan produk hasil perikanan. Untuk keperluan penyimpanan, distribusi dan penjajaannya dilakukan dalam wadah cool box dengan menyelimuti seluruh badan ikan dengan es curia. Caranya adalh sebagai berikut:
-       Pertama-tama menempatkan es curia yang lebih tebal dibagian dasar wadah, kemudian menempatkan lapisan ikan dengan ketebalan tertentu diatasnya, selanjutnya ditempatkan lagi lapisan es diatas lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang terakhir (paling atas) adalah lapisan es yang lebih tebal.
-       Pada ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil, proses seperti ini juga sekaligus merupakan proses meninginkannya. Efektifitas pendinginannya sangat tergantung kepada ketebalan lapisan ikan, ketebalan lapisan (kecukupan) es, dan kekedapan wadah (cool box) terhadap penetrasi panas.
-       Pada kondisi pengemasan hanya satu lapisan ikan dan lapisan tersebut dapat diselimuti dengan sempurna oleh es curia, maka dilihat jelas bahwa ketebalan lapisan dan suhu awal ikan sangat menentukan kecepatan pendinginan, dimana semakin tebal lapisan dan semakin tinggi suhu awal ikan maka waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkannya akan semakin lama.
-       Dari sisi kebutuhan es, selain ditentukan oleh jumlah ikan yang didinginkan juga ditentukan oleh suhu awal ikan dan suhu udara luar disekitar wadah atau cool box, dimana semakin tinggi suhunya maka jumlah es yang dibutuhkan akan semakin banyak.

7.    Trays/kranjang
Fungsi trays dan keranjang dalam proses distribusi adalah untuk menampung produk olahan ikan sebelum dikemas dan didistribusikan. Untuk produk segar/beku, ikan harus tetap dijaga kesegarannya dengan menambahkan es selama ditampung dalam trays.

8.    Sarana sanitasi dan hygiene
Dalam proses distribusi, sarana sanitasi dan hygiene diperukan untuk menjaga kondisi sarana angkutan yang digunakan untuk mengangkut produk-produk perikanan agar tetap bersih, sehingga kesegaran ikan selama proses distribusi tetap terjaga.
Selain dalam bentuk fresh/segar dan beku, produk hasil perikanan juga dapat didistribusikan dalam bentuk ikan hidup. Biasanya ikan-ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup adalah ikan-ikan dari hasil budidaya atau ikan karang yang mempunyai nilai jual cukup tinggi.Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
1.    Pengangkutan Sistem Basah
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
a)   Sistem Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.

b)   Sistem Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan (harus sehat dan baik), oksigen, suhu (15 – 20oC untuk ikan didaerah tropis), pH (7 – 8), CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (perbandingan antara volume ikan dengan volume air adalah 1:3 sampai 1:2).
        Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkutisi perut masih ada,sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya metabolisme yang sangat tinggi pada saat pengangkutan, maka sebaiknya ikan diberok terlebih dahulu minimal 1 hari sebelum ikan diangkut dengan cara dipuasakan.

2.    Pengangkutan Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin besar.
Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
   Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi.
Cara pemingsanan ikan akan berbeda untuk setiap jenis ikan. Namun demikian, secara umum Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
a.   Pemingsanan dengan menggunakan suhu rendah
Ini dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukkan dalam air yang bersuhu 10o – 15oC , sehingga ikan pingsan; dan (b) penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
b.   Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Beberapa bahan anestasi yang dapat digunakan dalam pembiusan ikan antara lain:
NO
BAHAN
DOSIS
1
MS-222
0.05 mg / l
2
Novacaine
50 mg / kg berat ikan
3
Barbitas sodium
50 mg / kg berat ikan
4
Ammobarbital sodium
85 mg / kg berat ikan
5
Methyl paraphynol (dormisol)
30 mg / l
6
Tertiary amyl alcohol
30 mg / l
7
Choral hydrate
3-3.5 g lt
8
Urethane
100 mg / l
9
Hydroksi quinaldine
1 mg / l
10
Thiouracil
10 mg / l
11
Quinaldine
0.025 mg / l
12
2-Thenoxy ethanol
30 – 40 ml / 100 lt
13
Sodium ammital
52 – 172 mg / l

Pembiusan  ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani, (2) Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, dan (3) Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran. Yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahan anestasi ini adalah, apakah bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan potensi bahaya bagi manusia atau tidak.




c.    Pemingsanan ikan dengan arus listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
Setelah ikan pingsan selanjutnya adalah pengemasan. Pada pengangkutan ikan hidup dengan system kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia. Diantara beberapa jenis bahan pengisi, sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu : berongga, mempunyai kapasitas dingin yang memadai, dan tidak beracun.Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya.
Adapun cara pengemasannya adalah sama dengan cara pengemasan produk ikan segar/beku yang ditransportasikan dengan menggunakan cool box, dimana ikan disusun berlapis dengan serbuk gergaji. Wadah yang digunakan dalam proses pengangkutan ikan hidup dengan sistem kering dapat berupa sterefoam. Caranya pengemasannya adalah sebagai berikut:
-        Pertama-tama tempatkan serbuk gergaji yang telah didinginkan (suhu 8 – 10oC) dibagian dasar wadah;
-        Kemudian tempatkan lapisan ikan dengan ketebalan tertentu diatasnya;
-        Selanjutnya ditempatkan lagi lapisan serbuk gergaji diatas lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang terakhir (paling atas) adalah lapisan serbuk gergaji;
-        Sebaiknya boks sterefoam ditutup sangat rapat untuk menghindari udara panas dari luar masuk ke dalam wadah.
Setelah dikemas, selanjutnya ikan siap didistribusikan. Boks-boks sterefoam yang berisi ikan dimasukkan kedalam alat angkut (mobil) yang telah dimodifikasi dengan menambahkan lapisan insulasi pada sekeliling dindingnya. Hal ini untuk menghambat udara panas dari luar yang akan masuk kedalam ruang penyimpanan. Selama dalam transportasi, pengontrolan suhu ruang perlu dilakukan secara rutin dan diupayakan untuk tetap stabil.
Pada saat tiba ditempat tujuan, ikan segera disadarkan. Proses penyadaran adalah dengan mengembalikan ikan sesuai dengan suhu pada habitatnya. Caranya adalah sebagai berikut:
-        Siapkan wadah (bak) yang telah dilengkapi dengan aerasi sehingga oksigen dalam air tercukupi dan sirkulasi dapat berjalan dengan baik.
-        Cuci ikan dengan bersih untuk menghilangkan lendir dan sisa-sisa serbuk gergaji yang masih menempel pada tubuh ikan.
-        Kemudian masukkan ikan kedalam bak.
-        Untuk mempercepat proses penyadaran perlu adanya sedikit rangsangan dengan cara menggerak-gerakkan badan ikan pada buih aerator.
-        Umumnya ikan akan sadar dalam waktu ±10 menit.

Berbicara distribusi hasil perikanan di tingkat supplier/pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, maka kita tidak hanya berbicara mengenai sarana distribusi seperti sarana transportasi saja namun juga berbicara mengenai sarana distribusi lainnya, salah satunya adalah pelabuhan perikanan.
Dalam Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan perikanan sebagai suatu  lingkungan kerja salah satunya berfungsi sebagai  pusat pemasaran dan distribui hasil perikanan. Sedangkan dalam pasal 15 ayat (3) huruf a Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa pelabuhan perikanan memiliki fasilitas funfsional salah satunya adalah fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan.
Tempat pemasaran/distribusi hasil perikanan seperti TPI dan Pasar Ikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
b.    mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene;
c.    dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
d.    mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;
e.    kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat Pemasaran Ikan/pasar grosir;
f.     dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan;
g.    dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
h.    mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup;
i.      mempunyai wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan; dan
j.      mempunyai penampungan pengolahan limbah.
Selain persyaratan tersebut, tempat pemasaran hasil perikanan juga harus memenuhi persyaratan hygiene dan penerapan system rantai dingin.

SUMBER:
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan Transportasi Ikan Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan,  Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Penanganan Tuna Loin Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi Ikan Hidup Dengan Cara Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Anonim, 2007. Juknis Penerapan Sistem Rantai Dingin dan Sanitasi Higiene di Unit Pengolahan Ikan. Direktorat Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Undang-Undang RI No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Keputusan Menteri KP No 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan

Keputusan MenterI KP No 52A Tahun 2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Kemanana Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.