Selasa, 26 September 2017

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN NILA MERAH



TEKNIK PEMBENIHAN IKAN NILA MERAH


Ikan Nila merah
Pada tahun 1980 s.d 1990 beberapa kali didatangkan ikan nila merah dari Taiwan dan Filipina. Nila Merah merupakan salah satu komoditas ikan nila yang memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya hingga menjadikan ikan ini mudah menyebar dan menjadi primadona dalam dunia budidaya perairan khususnya perairan tawar.
 Hal ini disebabkan karena budidaya ikan nila merah (Oreochromis sp.) sangat mudah. Selain dapat memijah secara alami, juga tidak memerlukan perlakuan khusus, kelebihan lainnya adalah laju pertumbuhannya termasuk cepat, daging yang terdapat disisi tubuhnya sangat tebal dan tekstur daging dan rasanya mirip dengan ikan kakap. Keadaan ini menjadikan budidaya ikan nila merah berkembang sangat pesat di pelosok tanah air.

PEMATANGAN GONAD INDUK
Induk nila merah yang dipilih untuk proses pematangan gonad harus induk yang sehat, tidak cacat, bentuk tubuh proporsional, berumur 6 bulan dengan berat  rata-rata antara 250 – 300 gram/ekor.
Proses pematangan gonad dapat dilakukan di kolam, bak semen dan Karamba Jaring Apung dengan kepadatan 1 kg/m3. Pematangan gonad pada wadah bak semen dilakukan pergantian air sebanyak 50% setiap seminggu sekali. Pemeliharaan induk pada kegiatan pematangan gonad dilakukan terpisah antara induk jantan dan betina.
Pakan yang diberikan berupa pellet komersial untuk induk dengan kadar protein minimal 30% sebanyak 3% per hari dari total biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.

SELEKSI INDUK
Pengambilan induk nila merah yang matang gonad dilakukan setelah melakukan proses pemeliharaan selama 15-20 hari dengan cara seleksi.
Ciri-ciri fisik induk nila betina matang gonad (siap pijah) yaitu pada bagian perut melebar, lunak jika diraba, bagian anus menonjol, kemerahan dan gerakannya lambat. Sedangkan ciri-ciri fisik induk nila jantan yang matang gonad yaitu berdasarkan ukuran dan kondisi induk.

PEMIJAHAN
Pemijahan ikan nila merah dilakukan secara alami yaitu dengan cara mencampurkan induk jantan dan betina hasil seleksi kedalam wadah pemijahan (kolam tanah, bak semen). Perbandingan induk jantan dan betina pada saat proses pemijahan 1 : 3-5 (1 ekor jantan, 3-5 ekor betina).
Pada kegiatan pemijahan pencampuran induk ikan dilakukan dengan cara menebar induk betina terlebih dahulu kedalam wadah pemijahan baru setelah 3-5 hari dilakukan penebaran induk jantan kedalam wadah pemijahan, dengan kepadatan 1 kg/m3. Pemberian pakan pada saat pemijahan sebanyak 1% per hari dari biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.

PANEN LARVA
Pemanenan larva (ukuran 0,6 – 0,7 cm) dilakukan setelah  hari ke-9 hingga hari ke-15 dari penebaran induk ke dalam wadah pemijahan (larva mulai berenang di permukaan kolam). Proses pemanenan dilakukan dengan cara larva di kolam diambil dengan serok halus (lambit) atau anco pada pagi dan sore hari, kemudian ditampung dalam hapa penampungan.
Pada saat menyerok larva dari kolam pemijahan, semua benih yang sudah berenang di permukaan air harus diambil sekaligus. Kalau beberapa larva masih tertinggal di dalam wadah, maka larva yang berukuran lebih besar akan memakan larva kecil yang baru keluar. Larva sebelum ditebar kedalam kolam pendederan dilakukan sampling untuk menghitung jumlah larva

PENDEDERAN
Kegiatan pendederan nila merah dimulai dari persiapan wadah pendederan (kolam atau bak semen) menyiapkan kolam mulai dari pengeringan kolam, pengolahan tanah, pengapuran (dosis 150 – 500 g/m2), pemupukan (dosis 500 – 1000 g/m2). Persiapan bak dilakukan mencuci bak dengan bersih, pengeringan (penjemuran) dan pengisian air menggunakan saringan untuk mencegah masuknya predator (kolam/bak).
Padat tebar larva pada saat pendederan 75 -100 ekor/m2. Pemberian pakan menggunakan pellet komersial dengan kadar protein berkisar antara 28-30%, pemberian pakan dilakukan secara ad libitum. Pellet yang diberikan berbeda ukuran sesuai dengan ukuran larva/benih nila merah.

Pakan
Ukuran Ikan
Tipe
Ukuran (mm)
Bobot Badan
Ikan (g)
Panjang Badan
Ikan (cm)
Tepung &
butiran
0,2 – 0,6
< 1
< 3
Butiran
0,8 – 1,5
1 – 10
3 - 6
Pellet
1,5 – 2,4
10 – 50
6 - 10
Pellet
2,5 – 3,2
50 – 500
10 - 23
Pellet
4,8- 6,4
> 500
> 23

PANEN BENIH
Kegiatan pemanenan benih nila merah dilakukan dengan cara menjaring sudut kolam terlebih dahulu, bila benih sudah terlihat sedikit baru dilakukan panen total dengan cara menjaring seluruh kolam. Sebelum dilakukan proses pemanenan benih sebaiknya tidak diberi makan sehari sebelumnya (diberok).
Benih hasil panen diseleksi berdasarkan ukuran pasaran yaitu 1-3 cm, 3-5 cm dan 5-8 cm. Proses seleksi ukuran yang sesuai dilakukan dengan menggunakan alat bantu ember atau keranjang berlubang (grader).
Diposting oleh Rangga Wiryawan di 16.59

Jumat, 22 September 2017

PENGEMASAN PRODUK PERIKANAN

PENGEMASAN PRODUK PERIKANAN




PENGERTIAN
Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap bahan pangan, agar bahan pangan baik yang belum maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat” (secara kuantitas & kualitas).

DASAR HUKUM PENGEMASAN PRODUK HASIL PERIKANAN
1.      UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
2.      UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.      UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No. 45 Tahun 2009 tentang: Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
4.      UU RI No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
5.      UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
6.      Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Pelabelan dan Iklan Pangan
7.      Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.  KEP.01/Men/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi

PENURUNAN MUTU/KERUSAKAN PRODUK SELAMA PENYIMPANAN
1.  Faktor-faktor penyebab   
- Teknik pengolahan
- Sanitasi hygiene      
- Kondisi penyimpanan
- Teknik pengemasan
- Bahan pengemasan
2.   Penurunan mutu dan kerusakan dapat berupa
- ikan patah/hancur
- Oksidasi lemak  rancidity/ketengikan
- Perubahan warna
- Tumbuh kapang/jamur, mikroba pembusuk dan patogen
- Nilai protein rendah

FUNGSI, SYARAT & JENIS KEMASAN
1.   Fungsi
a. Wadah produk
Fungsi :
- Penahan produk selama tranpotasi
- Mempermudah pengangkutan
- Supaya produk tidak berantakan

b. Pelindung produk
Fungsi :  Melindungi produk agar tetap awet dari uap, oksidasi,  serangga, rodentia

c. Presentasi produk – media komunikasi & informasi
Menarik perhatian konsumen, dengan melihat :
    Penampakan kemasan,logo dll
   Sumber informasi produk : waktu kadaluwarsa, izin Depkes, halal - MUI dll
   Memuat pesan-pesan dari produsen : Nilai gizi, cara memasak dan menyimpan

2.   Syarat-syarat bahan pengemas  
   Tidak bersifat meracuni produk 
   Dapat melindungi produk dari tumpahan, penguapan, kotoran, serangga dan mikroba 
   Persyaratan fisik pengemas harus tahan retak, kikisan, gesekan, perubahan suhu, cuaca dan kelembaban

3.   Jenis kemasan
a.    Berdasarkan frekuensi pemakaian
- Kemasan sekali pakai
           ex : plastik, karton, daun, kaleng hermetis
- Kemasan yang dapat dipakai berulang kali
           ex : botol minuman, kecap
- Kemasan yang tidak dibuang dan tidak dikembalikan
           ex : botol plastik, kaleng susu dll
b.   Berdasarkan struktur sistem kemas 
- Kemasan primer : kemasan yang mewadahi produk
- Kemasan sekunder : kemasan yang melindungi kemasan primer
- Kemasan tersier : kemasan yang melindungi kemasan  primer/sekunder.  ex : kargo, peti logam pallet dll
c.    Berdasarkan sifat kehalusan   
- Elastis : plastik, kertas, foil dll
- Kaku, keras dan tidak lentur : kaca, gelas, logam, kayu dll 
- Semi kaku/semi fleksibel : botol plastik
d.   Bahan pengemas
 - Kaleng :  tebal 0,2 –0,4 mm, komposisi kimia :  belerang, pospor, silisium, mangan
 - Botol (jar) : terbuat dari 70 – 75 % natrium dan kalsium silikat, 6 – 12 % kalsium dan magnisium oksida 
 - Karton  : dilapisi lilin untuk produk beku
 - Plastik : LDPE (low density Polyethilene), HDPE (high density polyethilene), PVDC (polyvenilidene chlorida), metalized polyethylene terephthalate (PET), almuium foil dll

JENIS PLASTIK
Jenis plastik
Fungsi
LDPE (low density Polyethilene)
Pembatas uap air dan oksigen
HDPE (high density polyethilene)
Pembatas uap air dan oksigen
PVDC (polyvenilidene chlorida) dgn
dilapisi selofan/almunium (metalize) atau PVDC glassin
Memiliki pembatas untuk uap air, oksigen dan tahan lemak
 PET polyethylene terephthalate
Memiliki pembatas untuk uap air, oksigen, dan tekanan tinggi
Almunium foil
Sda
Polyolefin
Sda
Ethylene high vinyl alcohol copolymer
Sda
Polypropylene
Pembatas uap air

PENGEMASAN PRODUK PERIKANAN
a.  Ikan hidup :
- Dikemas tanpa menggunakan air
- Steoform yang dilapisi media yang dapat menahan kelembaban (tranpotasi < 4 jam)
- Dikemas dengan media air                            
- Container terbuka dengan media air dengan pengaturan suhu
- Kantong plastik PE dan dibungkus karton 

b.  Ikan segar :
- Utuh segar : Box insulasi/steoform, metode bulk/disusun dengan pelapisan es dengan suhu < 10 o
- Fillet/mince segar :
 untuk ke UPI : plastik PE dan box insulasi/steoform dengan pelapisan es disekeliling kantong, suhu < 10 oC
 untuk fillet ke supermarket : tray (foam polystyrene/polystyrene transparan dengan bagian atas ditutup dengan plastik semi moisture proof cellophane

c.  Produk beku :
- Metode pengemasan sistem vakum dan non vakum
- Syarat bahan pengemas
Ø Bersifat tahan air dan penyerapan oksigen rendah
Ø Kuat, elastis, tidak pecah atau robek pada proses pembekuan  atau penyimpanan dalam gudang beku
Ø Tidak menyerap bau khas ikan atau bau dari luar
Ø Mudah ditutup erat (sealable)
Ø  Mengkilap dan transparan

Contoh : Cellophane, Polyethylene, Aluminium foil, Cryuvac atau Vinylodene Chloride

d. Produk Pasta Ikan (Fish Jelly Products)
Ø  Sosis : 
Produk dimasukkan kedalam film PVDC atau cellophane u/direbus Pengemasan menggunakan plastik HDPE dalam kondisi vacuum dan LDPE untuk non vacuum untuk disimpan dalam gudang beku
Ø  Bakso/otak-otak/kaki naga/surimi
Dikemas dengan PE secara vacuum kemudian dibekukan atau PE tanpa vacuum langsung dibekukan 
Ø  Pengemasan untuk dipasarkan ke supermarket :
Pengemasan vakum, Overwrap, Pengemasan dalam wadah dalam kondisi beku

e. Produk kering
Produk kering (asin, abon dll) dapat dikemas dalam kantung plastik
- PP (polypropilene) untuk kadar air rendah (kerupuk)
- PE (polyethilene) untuk keripik matang, abon, jambal
- Almunium foil untuk cumi/ikan kering
- Mika 0,70-0,80 untuk produk ikan kering
- Metode pengemasan umumnya sealer (non vacuum)

f. Produk sterilisasi 
Produk sterilisasi dengan retort diperlukan kemasan yang tahan terhadap tekanan seperti kaleng, dan plastik tahan panas (retort pouches) seperti - PET,almunium foil  P (polypropilene), Polyolefin dan Ethylene high vinyl alcohol copolymer

FUNGSI PENGHAMPAAN UDARA DALAM KEMASAN
Fungsi : mengeluarkan udara didalam kemasan yang akan menganggu kemunduran mutu produk seperti (tengik, busuk, berubah warna, berjamur dll).

Syarat produk  :
Ø  Kuat dan tidak berubah selama pengemasan 
Ø  Berkadar air > 40 % (pindang, presto, asap, bakso dll)
Ø  Berkadar air < 5 % (snack ikan)  
Ø Produk berlemak : minyak ikan, abon, produk yang digoreng

Teknik penghampaan :
Ø  Vacuum (mengeluarkan udara dengan sistem penghisapan)
Ø  Memasukkan gas N2/CO2
Ø  Pemanasan produk dalam kemasan
Ø  Memperangkap udara dalam kemasan

UJI KUALITAS PRODUK SETELAH DIKEMAS
1)  Pengujian Organoleptik
2)  Indikator Kesegaran
3)  Tes kadar Histamine
4)  Tes Residu and Kontaminan
5)  Pengujiian Mikrobiologi
6)  Tes Parasit
7)  Tes produk perikanan beracun








PELABELAN

1)  Identifikasi MERK / BRAND
2)  Informasi Produk
3)  Promosi




  
Hasil Inovasi Pengemasan Dan Pelabelan Makaroni Patin



 1.         Namaproduk (A),
2.         Bahan-bahan yang digunakan (B),
3.         Nama UMKM/industrisebagaiprodusen (C),
4.         Nomor IRT (D) oleh Dinas Kesehatansetempat.
5.         Motto (E),
6.         Brand/merk (G),
7.         Masa kedaluarsa (H)
8.         Beratproduk (C),
9.         Label halal ditetapkan oleh MUI dan
10.     Informasigizi (J) yang diperolehdarihasilanalisis di laboratorium yang terakreditasi


Sumber: 
Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan BBP2HP
Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP)

Rabu, 20 September 2017

MENGENALKAN DAMPAK EKSTERNALITAS DALAM KEGIATAN PENYULUHAN PERIKANAN



MENGENALKAN DAMPAK EKSTERNALITAS DALAM KEGIATAN PENYULUHAN PERIKANAN
www.pusluh.kkp.go.id


Sumber daya perikanan yang umumnya hidup dan berkembangbiak di alam (danau/waduk, sungai dan laut) kerap kali tidak terhindarikan dari dampak negatif ataupun dampak positif dari kegiatan usaha disekitarnya.  Sumber daya perikanan yang ada di alam juga merupakan aset milik bersama (commont proverty) yang tidak jelas pengelolaannya jika tidak dikelola secara bersama. Sebagai contoh sungai memiliki arti penting bagi kehidupan manusia dan beragam spesies ikan dan  biota lainnya.  
Bagi  manusia,  sungai  berpotensi  menjadi  sumber  mata  pencaharian. Sebahagian  penduduk  menggunakan  sungai  untuk  mencari  ikan  dan  budi  daya  ikan keramba.  Sungai  yang  bersih  juga  menopang  kehidupan  beragam  spesies  ikan  dan biota lainnya. Keadaan spesies ini  menjadi  penopang sumber  mata pencaharian  penduduk. Sayangnya,  banyak  sekali  sungai  yang  tercemar  oleh  limbah  cair  dan  padat  yang bersumber dari kegiatan produksi pabrik, rumah tangga dan dari usaha perikanan itu sendiri. Karena itu, sungai tidak hanya memiliki jasa ekonomi bagi manusia, lebih dari itu sungai memiliki nilai jasa lingkungan yang besar. Ilustrasinya tidak begitu rumit. Ketika sungai sudah tercemar oleh limbah cair dan  padat,  maka  kegiatan ekonomi  bisa  sirna,  karena  spesies  ikan  dan  tumbuhan  tidak lagi mampu untuk hidup. Untuk menjaga nilai    ekonomi    dan    jasa    lingkungan    sungai    diperlukan pengendalian  dalam pengelolaannya.  
Bagaimanapun,  sungai merupakan barang  publik.  Tidak ada seorangpun yang memiliki hak pemanfaatan khusus terhadap  sungai.  Keberadaan barang  publik  merupakan salah satu alasan  mendasar terbukanya intervensi  pemerintah terhadap  kegiatan  ekonomi.  Karena  itu, eksternalitas  negatif  dari  pemanfaatan  sungai pasti terjadi. Dalam hal inilah kegiatan penyuluhan perikanan sangat diperlukan guna memberikan pemahaman kepada semua pihak yang melakukan kegiatan diseputaran danau/waduk, sungai dan laut supaya pengelolaan akan dampak eksternalitas dipertimbangkan sedini mungkin.
Eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas pada dasarnya timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.
Pemerintah yang dalam hal ini penyuluh perikanan dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Bentuk regulasi dibidang lingkungan hidup itu sendiri bisa bermacam-macam. Adakalanya Enviromental Protection Agency (EPA) langsung menetapakan batasan polusi yang diperbolehkan untuk suatu perusahaan. Terkadang EPA mewajibkan pemakaian teknologi atau peralalatan tertentu untuk mengurangi polusi di pabrik-pabrik. Di semua kasus, demi memperoleh suatu peraturan yang baik dan tepat guna, para pejabat pemerintah harus mengetahui spesifikasi dari setiap jenis kegiatan (usaha), dan berbagai alternatif teknologi yang dapat diterapkan oleh industri yang bersangkutan, dalam rangka mengurangi atau membatasi polusi. Masalahnya, informasi seperti ini sulit di dapatkan. Disinilah peran penyuluh perikanan harus senantiasa up date informasi terkini khusunya terkait dengan alternatif teknologi yang ekonomis namun ramah lingkungan.
Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas, pemerintah melalui penyuluh perikanan juga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada pendekatan pasar, yang dapat memadukan insentif pribadi/swasta dengan efisiensi sosial. Para ekonom umumnya lebih menyukai pajak Pigovian dari pada regulasi sebagai cara untuk mengendalikan polusi, karena biaya penerapan pajak itu lebih murah bagi masyarakat secara keseluruhan. Andaikan ada dua pabrik-pabrik baja dan pabrik kertas-yang masing-masing membuang limbah sebanyak 500 ton per tahun ke sungai. EPA menilai limbah itu terlalu banyak, dan beniat menguranginya. Ada dua pilihan solusi baginya, yakni: :
§ Regulasi: EPA mewajibkan semua pabrik untuk mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun.
§ Pajak Pigovian : EPA mengenakan pajak sebesar Rp.5.000.000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh setiap pabrik. Pajak tersebut kemudian dapat diguankan untuk mengelola limbah tersebut sehingga perairan tidak tecemar.
Sekarang, mari kita andaikan EPA (Enviromental Protection Agency) mengesampingkan saran para ekonom, dan menerapkan pendekatan formal. EPA mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap pabrik, untuk menurunkan limbahnya hingga 300 ton per tahun. Namun, hanya sehari setelah peraturan itu diumumkan, pimpinan dua perusahaan, yang satu dan pabrik baja dan yang lain dari pabrik kertas, datang ke kantor EPA untuk mengajukan suatu usulan.
Satu keuntungan dari berkembangnya pasar hak berpolusi ini, adalah alokasi/pembagian awal izin berpolusi dikalangan perusahaan tidak akan menjadi masalah, jika ditinjau dari sudut pandang efisien ekonomi. Logika yang melatarbelakangi kesimpulan tersebut mirip dengan mendasari teorema Coase. Ekonom Ronald Coase yang menyatakan bahwa solusi swasta bisa sangat efektif seandainya memenuhi satu syarat. Syarat itu adalah pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi atau merundingkan langkah-langkah penanggulangan masalah ekternalitas yang ada diantara mereka, tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan alokasi sumber daya yang sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat itu terpenuhi, maka pihak swasta itu akan mampu mengatasi masalah eksternalitas dan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya.
Beberapa pelaku usaha terkadang juga mampu mengatasi masalah eksternalitas, dengan membiarkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatasinya. Motif utama mereka memang untuk memenuhi kepentingannya sendiri, namun dalam melakukan suatu tindakan, mereka juga sekaligus mengatasi eksternalitas. Sebagai contoh, kita lihat saja apa yang akan dilakukan oleh seorang pembudidaya ikan dan seorang pengusaha pembuat tahu yang hidup berdekatan. Ampas tahu yang merupakan limbah dari proses pembuatan tahu kemudian dijadikan bahan baku pakan oleh si pembudidaya ikan, ampas tahu kemudian bisa langsung diberikan pada ikan dengan tambahan sedikit ikan asin, atau dapat juga diolah lebih dulu menjadi tepung dengan mengeringkannya dalam oven atau dijemur lalu digiling. Ia menguntungkan si pembudidaya ikan. Si pembuat tahu juga untung karena ia tidak perlu mengolah limbah tahu.
Eksternalitas ini dapat diinternalisasikan dengan cara penggabungan kedua usaha. Dalam kenyataannya, niat untuk mengupayakan internalisasi eksternalisasi seperti itulah yang merupakan penyebab mengapa banyak perusahaan yang menekuni lebih dari satu bidang/jenis usaha sekaligus.

Kontributor :
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Langkat