Jumat, 20 November 2015

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Metoda Budidaya Rumput Laut Eucheuma spp.

Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut itu sendiri. Sampai saat ini telah dikembangkan 5metode budidaya rumput laut berdasarkan pada posisi tanaman terhadap dasar perairan. Metoda-metoda tersebut meliputi : metoda lepas dasar, metoda rakit apung. metode long line dan metode jalur serta metode keranjang (kantung).

Metoda budidaya rumput laut yang telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan, meliputi: metoda lepas dasar, metoda apung (rakit), metode long line dan metode jalur.

Namun di dalam penerapan keempat macam metoda tersebut harus disesuaikan dengan kondisi perairan di mana lokasi budidaya rumput laut akan dilaksanakan. Uraian ketiga macam metoda tersebut adalah sebagai berikut:

1. Metode Lepas Dasar
Metode ini dilakukan pada dasar perairan yang berpasir atau berlumpur pasir untuk memudahkan penancapan patok/pacang, Namun hal ini akan sulit dilakukan bila dasar perairan terdiri dari batu karang.

Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan cara merentangkan tali ris yang telah berisi ikatan tanaman pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air). Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm sepanjang 1 m dan runcing pada salah satu ujungnya.

Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 m. Setiap patok yang berjajar dihubungkan dengan tali ris polyethylen (PE) berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 – 25 cm.

Dengan demikian untuk budidaya rumput laut dengan menggunakan metode lepas dasar berukuran (50 x 10) m2, dibutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:

Patok kayu (kayu gelam) : panjang 1 m diameter 5 cm sebanyak 275 buah
Tali rentang : bahan PE berdiameter 4 mm sebanyak 870 m (10 kg)
Tali ris: bahan PE berdiameter 6 mm sebanyak 630 m (15 kg)
Tali rafia : sejumlah 20 gulung besar, dan
Bibit seberat 50 -100 gr per ikat sebanyak 500 – 1.000 kg.
Produksi rumput laut yang diperoleh dengan metode lepas dasar ukuran 500 m2 untuk setiap musim tanam (mt) adalah sebesar 4.000 – 8000 kg basah atau 437,5 – 875 kg kering (dengan konversi sekitar 8:1 ). Sebaiknya bibit dipisahkan penanganannya dengan umur lebih kurang 25 hari.

2. Metode Rakit Apung
Metode rakit apung adalah cara membudidayakan rumput laut dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu/kayu.Metode ini cocok diterapkan pada perairan berkaranq dimana pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman dilakukan dengan menggunakan rakit dari bambu/kayu. Ukuran setiap rakit sangat bervariasi tergantung pada ketersediaan material. Ukuran rakit dapat disesuaikan dengan kondisi perairan tetapi pada prinsipnya ukuran rakit yang dibuat tidak terlalu besar untuk mempermudah perawatan rumput laut yang ditanam.

Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa oleh arus, digunakan jangkar (patok) dengan tali PE yang berukuran 10 mm sebagai penahannya. Untuk menghemat areal dan memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat digabung menjadi satu dan setiap rakit diberi jarak sekitar 1 meter. Bibit 50 -100 gr diikatkan di tali plastik berjarak 20-25 cm pada setiap titiknya.

Pertumbuhan tanaman yang menggunakan metode apung ini, umumnya lebih baik daripada metode lepas dasar, karena pergerakan air dan intensitas cahaya cukup memadai bagi pertumbuhan rumput laut. Metode apung memiliki keuntungan lain yaitu pemeliharaannya mudah dilakukan, terbebas tanaman dari gangguan bulu babi dan binatang laut lain, berkurangnya tanaman yang hilang karena lepasnya cabang-cabang, serta pengendapan pada tanaman lebih sedikit.

Kerugian dari metode ini adalah biaya lebih mahal dan waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan sarana budidayanya relatif lebih lama. Sedangkan bagi tanaman itu sendiri adalah tanaman terlalu dekat dengan permukaan air, sehingga tanaman sering muncul kepermukaan air, terutama pada saat laut kurang berombak. Munculnya tanaman kepermukaan air dalam waktu lama, dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman menjadi pucat karena kehilangan pigmen dan akhimya akan mati.

Agar pemeliharaan bisa lebih efektif dan efesien, maka pada umumnya 1 unit usaha terdiri dari 20 rakit dengan masing-masing rakit berukuran 5 m x 2,5 m. Satu rakit terdiri dari 24 tali dengan jarak antara tali masing-masing 20 cm. Untuk setiap tali dapat diikatkan 9 rumpun tanaman, dan jarak antara rumpun yang satu dengan yang lainnya adalah 25 cm. Jadi dalam satu rakit akan terdiri dari 300 rumpun dengan berat rata-rata per rumpun 50 -100 gram atau dibutuhkan bibit sebanyak 15 – 30 kg (Asumsi : bambu tidak digunakan untuk mengikat bibit).

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit rakit apung usaha budidaya rumput laut yang terdiri dari 20 buah rakit berukuran 5 m x 2,5 m adalah sebagai berikut:

bambu berdiameter 10-15 cm sebanyak 80 batang
tali jangkar PE berdiameter 10 mm sebanyak 80 m atau 6 kg
tali rentang PE berdiameter 4 mm sebanyak 2.800 m atau 33 kg (260 m/rakit);
jangkar 4 buah (dari karung semen/ cor semen)
tali Dl 5 60 gulung (3 gulung/rakit)
tempat penjemuran 1,2 x 100 m
peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang)
perahu jukung, sebanyak 1 unit, dan
bibit sebanyak 300 – 600 kg (15 – 30 kg/rakit)
Hasil produksi yang akan diperoleh dari 1 unit yang terdiri dari 20 rakit ukuran 2,5 m x 5 m (asumsi hasil panen 8 kali berat awal) adalah sebesar 2.400 kg – 4.800 kg rumput laut basah per musim tanam(MT) atau 262,5 kg – 525 kg rumput laut kering (dengan konversi sekitar 8:1 ).

3. Metode Long Line
Metode long line adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, dan mudah untuk didapat. Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini adalah menggunakan tali sepanjang 50-100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa potongan styrofoam/karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml.

Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 -100 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antar titik lebih kurang 25 Cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok 0,5 m dan jarak antar blok 1 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuhkan). Dengan demikian untuk satu hektar hamparan dapat dipasang 128 tali, di mana setiap tali dapat di tanaman 500 titik atau diperoleh 64.000 titik per ha. Apabila berat bibit awal yang di tanaman antara 50-100 gram, maka jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar antara 3.200 kg – 6.400 kg per ha areal budidaya.

Panen dilakukan setelah rumput laut mencapai umur lebih kurang 45 hari dengan hasil panen rumput laut basah sebesar antara 25.600 kg – 51.200 kg (asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali lipat saat panen), kemudian di kurangi dengan persediaan benih untuk musim tanam berikutnya sebanyak antara 3.200 kg – 6.400 kg. Maka hasil panen basah yang siap untuk dikeringkan sebesar antara 22.400 kg – 44.800 kg atau diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.800-5.600 kg (konversi dari basah menjadi kering 8 : 1).

Spesifikasi alat

Bahan dan alat utama :

·         Tali titik ukuran PE 4 mm sebanyak 870 m (10 kg)
·         Tali jangkar PE 10 mm sebanyak 750 m (50 kg)
·         Tali jangkar sudut PE 6 mm sebanyak 420 m (10 kg)
·         Jangkar tancap kayu 104 buah (jangkar karung semen 4 buah)
·         Pelampung styrofoam sebanyak 60 kg
·         Pelampung botol aqua atau dari karet sendal secukupnya

Sarana penunjang :

·         Perahu sampan 1 buah
·         Timbangan gantung 50 kg
·         Waring 50 m2
·         Para-para penjemuran dari kayu/bambu ukuran 6×8 m (3 unit)
·         Pisau kerja 5 buah
·         Karung plastik ukuran 50 kg (640 lembar)

Sarana Operasional :

·         Bibit rumput laut antara 3.200 kg – 6.400 kg

Produktifitas :

·         Panen pertama (PI) = antara 25.600 kg – 51.200 kg/Ha
·         Produksi = hasil panen pertama (PI) – Jumlah bibit = antara 22.400 kg – 44.800 kg
·         Berat Kering = antara 2.800 kg – 5.600 kg (konversi 8:1)
·         Waktu pembudidayaan 45 hari atau 4 – 5 kali selama 1 tahun tergantung lokasi

4. Metode Jalur

Metode budidaya rumput laut di masing-masing daerah berkembang sesuai dengan kebiasaan dan kondisi lokasi perairan di wilayah tersebut. Dari ketiga metode budidaya yaitu lepas dasar, rakit apung dan longline telah berkembang di masyarakat beberapa metode baru, salah satunya adalah metoda jalur.

Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar. Pada kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali PE diameter 0,6 mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m x 7 m per petak. Satu unit terdiri dari 7-10 petak. Pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar seberat 100 kg. Penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,2 cm sebagai pengikat bibit rumput laut. Setelah bibit diikat kemudian tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan minimal 25 cm x 30 cm.

Untuk membuat 5 unit rakit ukuran per rakit 5 m x 35 m dengan metoda jalur diperlukan bahan-bahan sebagai berikut:

Spesifikasi alat:

Bambu 30 batang; Tali PE Dl 5 15 gulung; Tali PE 4 mm 44 kg; Tali PE 6 mm 10 kg; Tali jangkar PE 10 mm 34 kg; Pelampung 10 buah; Jangkar 10 buah; Keranjang panen 5 buah
Sarana Penunjang :

Rakjemur 1 unit; Perahu dayung 1 buah; Peralatan kerja 2 paket;
Bibit :

Bibit: 9.200 ikatan per titik 50 – 100 gram butuh 460 kg – 920 kg untuk 5 unit ukuran 5×35 m.
Produktifitas :

Berat panen basah : 80% darijumlah ikatan bibit = 7.360 ikatan => Apabila Kisaran berat rata-rata panen 800 gram – 1000 gram per rumpun maka hasil panen 3.680 kg – 7.360 kg basah, Berat kering (8 : 1) = 460 kg – 920 kg, Harga jual: Rp. 3000 – Rp. 4.500/kg.


Sumber : Dit. Produksi, Ditjen Perikanan Budidaya

Rabu, 18 November 2015

Definisi Permesinan Secara Umum

Definisi Permesinan Secara Umum


Instalasi kamar mesin dirancang sesuai dengan peraturan BKI, persyaratan keselamatan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku. Susunan dan penempatan instalasi mesin, perlengkapan mesin dan alat bantu lainnya telah direncanakan sehingga tersedia ruang gerak yang cukup untuk pengoperasian dan perawatan dari bagian-bagian mesin dan sistem pipa.
Kapal yang digerakkan oleh 1 (satu) buah mesin induk yang dihubungkan ke baling-baling dengan perantara sistem reduction reversing gear dan dilengkapi dengan sistem pengendalian dari jarak jauh yang digerakkan secara mekanis dari rumah kemudi (wheel house). Kapal dilengkapi 4 (dua) buah mesin bantu yang masing-masing menggerakkan generator listrik arus bolak-balik untuk keperluan
pemakaian tenaga listrik dan penerangan di atas kapal.
Untuk keperluan di pelabuhan dipasang 1 (satu) unit generator set kecil dan fasilitas untuk hubungan dengan tenaga listrik di darat (shore connection). Untuk penerangan dalam keadaan darurat, disediakan instalasi listrik sistem DC-24 Volt.
Mesin induk dan mesin-mesin bantu menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas yang sama, serta dilengkapi control gauge yang terpasang di mesin. Alat-alat ukur, petunjuk dan instrumen yang dipasang diatas kapal menggunakan unit metrik. Di sekitar bagian-bagian mesin yang berputar diberi perlengkapan pelindung untuk menghindari kecelakaan-kecelakaan bagi ABK.
Mesin induk, mesin bantu dan komponen-komponen instalasi mesin lainnya yang dikenakan persyaratan kelas dilengkapi sertifikat kelas dari BKI. Seluruh gambar-gambar instalasi mesin mendapat pengesahan dari BKI sebelum pekerjaan dimulai.
Kondisi yang dipersyaratkan pada instalasi mesin
Mesin-mesin, perlengkapan dan alat-alat bantu lainnya dirancang untuk memiliki daya kuda yang disyaratkan dan dioperasikan pada kondisi kerja di daerah tropis sebagai berikut :
Suhu maksimum kamar mesin : 450C
Suhu maksimum air laut : 32oC
Kelembaban relatif : 50%
Tekanan barometer : 76 cm Hg
Kemiringan maksimal instalasi : 5 0
Data teknis untuk bahan bakar yang digunakan adalah :
Jenis bahan bakar : Minyak Solar (HSD)
Flash point : 1500F
Viscositas kinematik : 1,6-5,8 cSt
Specific Gravity pada 600F : 0,82-0,87

INSTALASI MESIN INDUK
Mesin Induk
Instalasi penggerak terdiri dari 1 (satu) buah mesin induk yang dilengkapi dengan reversing reduction gear, sistem poros baling-baling dan baling-baling.
Pengoperasian setempat dari mesin-mesin induk dapat dilaksanakan dalam hal terjadinya kerusakan pada sistem pengendalian jarak jauh (remote control) dari rumah kemudi.
Olah Gerak Kendali Mesin Induk
Olah gerak kendali mesin-mesin induk tersebut dilakukan melalui sistem jarak jauh dari ruang kemudi. Mesin induk juga dapat dioperasikan setempat di kamar mesin dalam keadaan darurat dan perintah-perintah untuk olah gerak diteruskan melalui electronic engine telegraph, tabung suara (voice tube) dan intercom, yang kesemuanya diletakkan dalam ruang kontrol. Mesin induk dan bantu di kamar mesin dilengkapi dengan instrumen pengontrol dan sistem alarm termasuk alat penunjuk putaran (indicator rpm).
Instrumen-instrumen pengontrol dan indikator di kamar mesin dihubungkan dengan pusat kendali olah gerak di ruang kemudi.
Gearbox
Propeller digerakkan dengan sistim roda gigi dengan perbandingan reduksi yang sesuai dengan karakteristik baling-baling. Sistem roda gigi adalah dari reversing reduction gear type. Setiap roda gigi dilengkapi dengan pompa minyak pelumas, termometer, dan Thrust bearing yang dipasang menyatu dengan rumah roda gigi.
Propeller
Kapal memiliki satu buah baling-baling. Baling-baling direncanakan agar dapat menghasilkan gaya dorong yang efisien untuk mencapai kecepatan yang diinginkan. Penting untuk diingatkan peranan pemilihan mesin induk dan rasio roda gigi yang sangat vital bagi perancangan baling-baling, sehingga setiap perubahan pemilihan mesin induk dan rasio roda gigi akan mengakibatkan perubahan desain baling-baling.
Sistem Poros Baling-Baling
Sistem poros baling-baling yang terdiri dari 1 poros baling-baling dan 1 poros antara untuk masing-masing mesin induk dari bahan S-50-C yang dilapisi oleh bahan FRP, sedangkan pada bagian-bagian yang berada pada daerah bantalan seperti ; tabung poros, penyangga dan kopling dilapisi oleh sleeve dari bahan bronze yang memenuhi peraturan BKI. Poros antara dan poros baling-baling dihubungkan dengan kopling dari tipe kopling flens yang dilengkapi dengan mur pengunci. Satu tabung poros baling-baling terdiri dari tabung poros yang terbuat dari baja tuang, pipa tabung poros yang terbuat dari carbon steel, bantalan yang terbuat dari karet dan rumah bantalan dari bahan bronze dipasang menembus lambung pada bagian buritan. Poros baling-baling berputar pada bantalan dengan pelumasan minyak dan sesuai dengan peraturan BKI.

SISTEM PERPIPAAN DI KAMAR MESIN
Sistem Air Tawar
Sistem pipa air tawar dan pendingin air tawar diantaranya pompa air tawar; pompa dan hidrofor air tawar; pipa-pipa; katup-katup; dan perlengkapan lainnya. Tangki-tangki air tawar dihubungkan dengan pompa air tawar melalui pipa-pipa air tawar setelah sebelumnya melewati filter penyaring terlebih dahulu. Pompa air tawar tersebut kemudian dihubungkan dengan tangki dan pompa hidrofor air tawar yang kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang memerlukan air tawar dan ke sistem pendinginan air tawar mesin induk dan mesin bantu. Mesin induk dan mesin bantu telah dilengkapi alat pendingin (cooler) dan perlengkapan lainnya sesuai dengan standar pabrik pembuat.
Pipa sistem pendingin air tawar terbuat dari pipa baja tanpa kampuh memanjang (seamless pipe) yang digalvanisir dan dilengkapi penyambung-penyambung sistem pipa yang fleksibel dan perlengkapan-perlengkapan standard dari pabrik pembuat
Sistem Air Laut
Instalasi sistem saniter air laut diantaranya pompa dan hidrofor air laut; pipa-pipa; katup-katup; dan perlengkapan lainnya. Hidrofor dihubungkan dengan instalasi sistem pipa balas untuk mendapatkan suplai air laut, yang kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang membutuhkan.
Sistem Bahan Bakar
Aliran bahan bakar diambil tanki port dan tanki starboard bahan bakar didasar ganda dengan pompa pemindah bahan bakar setelah sebelumnya melewati filter penyaring bahan bakar. Kemudian aliran bahan bakar dibagi dua ke tanki harian bahan bakar untuk mesin induk dan mesin bantu pada sisi port dan starboard dan seterusnya disalurkan kepada mesin-mesin yang membutuhkan. Bahan bakar sisa pembakaran disalurkan kembali ke tanki harian setelah melewati filter penyaring.
Pipa-pipa sistem bahan bakar dibuat dari pipa baja hitam, dilengkapi dengan perlengkapan pipa yang terbuat dari bahan yang sesuai dengan standard dan peraturan BKI
Sistem Pelumas
Sistem minyak pelumas tidak menggunakan pompa tambahan, tetapi pompa minyak lumas yang telah menjadi bagian dari paket instalasi mesin induk (factory accessories). Minyak lumas setelah melewati filter langsung disalurkan dari tanki menuju mesin-mesin induk dan mesin-mesin bantu
Sistem Udara bertekanan
Sistem udara tekan ini digunakan untuk penyemprotan kerangan-kerangan laut di kamar mesin, menstart mesin induk, sistem pneumatik pada reversing gear box motor induk, seruling kapal, cuci-mencuci peralatan permesinan dan lain-lain.
Instalasi pipa udara tekan ini cocok untuk sistem udara tekan dengan tekanan kerja 30 kg/cm2. Udara yang dihasilkan dari kompresor udara diisikan ke dalam botol angin.
Pipa-pipa dibuat dari baja hitam tahan tekanan tinggi dan tahan terhadap korosi air laut, dilengkapi sertifikat pabrik pembuat atau sertifikat kelas untuk pipa baja hitam tahan tekanan tinggi.
Katup-katup juga dari bahan yang sesuai standard pabrik pembuat dan persyaratan kelas tahan tekanan tinggi dan korosi air laut.

PERALATAN KAMAR MESIN
Peredam dan Funnel
Kapal yang dilengkapi dengan 1 buah cerobong asap. Ukuran konstruksi cerobong asap sesuai dengan persyaratan BKI dan lebih tinggi dari atap rumah geladak akomodasi.Konstruksi cerobong dilengkapi pintu untuk pemasangan dan pemeliharaan pipa cerobong dan peredam (silencer) dan kisi-kisi untuk peranginan. Pipa cerobong dan peredam (silencer) dilapisi kain asbes dan alumunium foil tahan panas.
Pelat alas dalam dan tangga
Pondasi motor induk dan motor bantu dirancang sesuai dengan persyaratan dari BKI dan juga kuat serta mampu meredam getaran yang ditimbulkan oleh mesin tersebut. Ukuran pondasi ditentukan oleh jenis (merk), ukuran dan tenaga mesin. Perubahan terhadap jenis mesin mengakibatkan perubahan pada rencana konstruksi pondasi mesin, poros baling-baling dan ukuran baling-baling. Tangga-tangga sebagai penghubung antar geladak dapat dilalui orang dengan nyaman dan dibuat dengan sudut kemiringan 550 (derajat) maksimal terhadap bidang horizontal. Lebar tangga disesuaikan dengan fungsi dan letak tangga pada geladak. Tangga dilengkapi dengan pegangan tangan pada kedua sisinya. Tangga dibuat sesuai dengan standar JIS F2603-1970
Ventilasi
Agar mesin-mesin induk, mesin-mesin bantu, diesel generator serta komponen-komponen instalasi mesin lainnya di kamar mesin dapat berfungsi dengan baik, maka kamar mesin dilengkapi sistem ventilasi mekanik listrik, dilengkapi talang-talang penyaluran udara panas keluar dari kamar mesin, beserta fitting-fittingnya. Udara segar disuplai melalui talang udara yang dilengkapi damper agar udara segar dapat terbagi rata dan cukup ke tempat-tempat yang perlu di dalam kamar mesin. Sebuah tombol tekan untuk menyetop blower tersebut (dalam keadaan darurat) terpasang di luar kamar mesin di lokasi yang sesuai.
Tangki di Kamar Mesin
Tangki-tangki ini kecuali tanki minyak kotor dan tanki bilga merupakan tangki yang berdiri sendiri dan bukan merupakan bagian dari konstruksi lambung (penggunaan sekat dan dasar ganda sebagai tangki).
Katrol
Dikamar mesin disediakan juga katrol untuk membantu dalam memindahkan barang / peralatan yang ada di kamar mesin, termasuk spare part yang disediakan di kamar mesin. Katrol ini dioperasikan manual dengan tangan. Kapasitas katrol maksimum 1 ton.
Peralatan dan Suku Cadang
Peralatan yang disediakan di kamar mesin digunakan untuk perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan didalam kapal. Pemborong juga memperlengkapi kapal dengan suku cadang untuk motor induk, gigi reduksi dan alat-alat bantu lainnya sesuai dengan persyaratan BKI dan standard pabrik pembuat.

disarikan dari berbagai sumber di internet…..

Sabtu, 14 November 2015

MAKALAH BUDIDAYA IKAN NILA

MAKALAH BUDIDAYA IKAN NILA





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lehih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan nila lain.  Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah.  Padahal Komponen biaya pakan dalam usaha budidaya mencapai 70% dari biaya produksi.  Sebagai perbandingan nilai efisiensi pakan atau konversi pakan ( Food Conversion Ratio ), ikan nila yang dibudidayakan di tambak atau karamba jaring apung adalah 0,5 - 1,0 ; sedang ikan mas sekitar 2,2 - 2,8.
            Pertumbuhan ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina.  Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat.  Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi.  untuk mengantisipasi  kendala ini, saat ini sudah dilakukan proses jantanisasi atau membuat populasi ikan menjadi jantan semua ( S e x-reversal ) yaitu dengancara pemberian hormon 17 Alpa methyltestosteron selama perkembangan larva sampai umur 17 hari.
            Pembenihan ikan nila dapat dilakukan secara massal di perkolaman secara terkontrol ( pasangan ) dalam bak-bak beton.  Pemijahan secara massal ternyata lebih efisien, karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva untuk jumlah yang hampir sama.
            Pembesaran ikan nila dapat dilakukan di kolam, karamba jaring apung atau di tambak.  Budidaya nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah 25.000 kg/ha/panen, di karamba jaring apung 1.000 kg/unit (50 m2)/panen (200.000 kg/ha/panen), dan di tambak sebanyak 15.000 kg/ha/panen.


 BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikan Nila
            Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.



1. Pemerian
            Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 [[sentimeter|cmdan]] kadang ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung ('' pinnae dorsalis'') dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (''pinnae analis'') dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.
            Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor ''bergaris-garis tegak'', 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea literalis pada bagian truncus fungsinya adalah untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang.
            Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat [[kelamin]]nya. Setelah berat badannya mencapai 50 [[gram]], dapat diketahui perbedaan antara [[jantan]] dan [[betina]]. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang [[genital]]nya dan juga  ciri-ciri kelamin sekundernya.  Pada ikan jantan, di samping lubang [[anus]] terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran [[kencing]] dan [[sperma]].  Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan [[tulang]] [[rahang]] melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar.

2. Kebiasaan dan penyebaran
            Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.
            Ikan ini sangat peridi, mudah berbiak. Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia; yaitu di Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Diyakini pula bahwa pemeliharaan ikan ini telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba.
            Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan nila betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan nila mempunyai kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut mouth breeder (pengeram telur dalam mulut).
            Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan filet.
            Ikan ini menjadi hama di seluruh sungai-sungai dan danau di Indonesia ketika di tebar ke dalam sungai dan danau karena ikan ini memakan banyak tumbuhan air dan menggantikian posisi ikan pribumi indonesia, akan tetapi ikan nila masih tetap ditebar oleh pemerintah di sungai-sungai dan danau Indonesia tanpa memperhatikan dampaknya.

B. Pembenihan
             Lahan atau kolam untuk pembenihan nila dibagi dalam dua kelompok yaitu kolam pemijahan dan kolam pendederan.  Kolam-kolam sebaiknya dibuat dengan pematang yang kuat , tidak porous ( rembes ), ketinggian pematang aman ( minimal 30 cm dari permukaan air ), sumber pemasukan air yang terjamin kelancarannya, dan luas kolam masing - masing 200 m2.  Di samping itu perlu di perhatikan juga keamanan dari hama pemangsa ikan seperti anjing air, burung hantu, kucing  dan lain-lain, sehingga dianjurkan agar agar lingkungan perkolaman babas dari pohon pohon yang tinggi dan rindang, sementara sinar matahari pun dapat masuk ke dalam kolam.
            Induk ikan nila mempunyai bobot rata-rata 300 g/ekor.  perbandingan betina dan jantan untuk pemijahan adalah 3:1 dengan padat tebar 3 ekor /m2.  Pemberian pakan berbentuk pellet sebanyak 2% dari bobot biomassa per hari dan diberikan tiga kali dalam sehari.  Induk ikan ini sebaiknya didatangkan dari instansi resmi yang melakukan seleksi dan pemuliaan calon induk diantaranya Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Sukamandi, sehingga kualitas kemurnian dan keunggulannya terjamin.
            Induk nila betina dapat matang telur setiap 45 hari.  Setiap induk betina menghasilkan larva ( benih baru menetas ) pada tahap awal sekitar 300 g sebanyak 250-300 ekor larva.  Jumlah ini akan meningkat sampai mencapai 900 ekor larva sesuai dengan pertambahan bobot induk betina ( 900 g ).  Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus ( 45 hari ), induk-induk betina diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu dan diberi pakan dengan kandungan protein diatas 35 %.
            Setelah dua minggu masa pemeliharaan adaptasidi kolambiasanya induk-induk betina mulai ada yang beranak, menghasikan larva yang biasanya masih berada dalam pengasuhan induknya. Larva -larva tersebut dikumpulkan denga cara diserok memakai serokan yang terbuat dari kain halus dan selanjutnya ditampung dalam happa ukuran 2 x 0,9 x 0,9 m3.  Pengumpulan larva dilakukan beberapa kali dari pagi sampai sore, dan duusahakan larva yang terkumpul satu hari ditampung minimal dalam satu happa.

C. Jantanisasi Benih. 
            Untuk mendapatkan benih ikan nila tunggal kelamin jantan ( monos eks ) maka dilakukan proses jantanisasi.  Untuk keperluan ini diperlukan minimal 24 buah happa ukuran masing-masing 2 x 2 x 2 m3 yang ditempatkan dalam kolam dengan luas kurang lebih 400 m2 dan kedalam air minimal 1,5 m.  Kedalam setiap hapa dapat diisi larva ikan sebanyak 20.000-30.000 ekor . Larva diberi pakan berbentuk tepung yang telah dicampur dengan hormon 17 Alpha Methyl Testosteron sampai masa masa pemeliharaan selama 17 hari.
            Larva hasil proses jantanisasi selanjutnya dipelihara dalam kolam pendederan berukuran 200 m2. Kolam sebelumnya harus dikeringkan, lumpurnya dikeduk, diberi kapur sebanyak 50 g/m2, dan diberi pupuk kotoran ayam sebanyak 250 g/m2.  Setelah pengapuran dan pemupukan, kolam diisi secara perlahan-lahan sampai ketinggian air sekitar 70 cm, digenangi selama 3 hari, diberi pupuk urea dan TSP masing -masing sebanyak 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2.  Setelah kolam pendederan terisi air selam 7 hari, benih ikan hasil proses jantanisasi dimasukkan dengan kepadatan 250 ekor/m2. Pemberian pakan tambahan dapat dilakukan dengan pakan berbentuk tepung yang khusus untuk benih ikan.  Pemupukan ulang dengan urea dan dan TSP dilakukan seminggu sekali dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 kolam dan diberikan selama pemeliharaan ikan.
            Setelah masa pemeliharaan 21 hari, ikan denga bobot rata-rata 1,25 g ( ukuran panjang 3-5 cm ) bisa dipanen.  Untuk panen benih ikan nila sebaiknya digunakan jaring eret pada pengankapan awal.  Bila jumlah ikan dalam kolam diperkirakan tinggal sedikit baru dilakukan pengeringan airnya.
            Ikan mempunyai daya tahan yang baik selama diangkut apabila perutnya dalam keadaan kosong dan suhu air media relatif dingin.  Karena itu apabila akan panen dan diangkut sebaiknya ikan tidak diberi makan minimal 1 hari.  Pengangkutan menggunakan kantong plastik, dimana seper empat bagian berisi air dan tiga per empat bagian berisi oksigen murni yang diberi es balok ukuran 20 x 20 x 20 cm3 ( es balok berada dalam media air bersama benih ikan ).  Kantong plastik dengan volume 20 L bisa diisi ikan ukuran 5 cm maksimal 1.500 ekor/kantong, dengan lama masa toleransi dalam kantong sekitar 10 jam.


Sekilas tentang kolam untuk ikan nila:
            Kolam bisa diartikan suatu genangan air yang sengaja dibuat manusia yang keadaannya dapat dikendalikan. Kolam harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu dapat menampung air dalam volume yang besar, mudah diairi dan dikeringkan serta dapat terhindar dari banjir.
            Kolam yang baik memiliki lima bagian penting, yaitu pematang, pintu pemasukan, pintu pengeluaran, kema-lir dan kobakan. Pematang dibuat keliling dengan ketinggian antara 80 – 100 cm. Pematang juga dibuat miring ke dalam dan keluar kolam. Lebar bagian atas minimal 40 cm dan lebar bagian bawah minimal 80 cm.
            Pintu pemasukan dibuat dekat saluran pemasukan dengan pipa paralon berdiameter 4 inchi. Bagian itu tidak boleh menyentuh permukaan air untuk menjaga agar ikan tidak keluar. Jarak antara pintu pemasukan dengan permukaan air minimal 20 cm. Selain untuk menjaga agar ikan tidak keluar, tingginya bagian ini bertujuan agar selalu terjadi difusi oksigen dalam kolam.
            Pintu pengeluaran dibuat dekat saluran pembuangan dengan menggunakan monik, salah satu bentuk pintu pengeluaran yang paling praktis. Selain monik, lubang pengeluaran air, bisa juga dibuat dengan bentuk L, yaitu dibuat dari pipa paran. Hanya bentuk ini kurang praktis.
            Untuk lebih jelasnya, lubang pengeluaran monik dapat dilihat dalam buku Pembenihan dan pembesaran nila GIFT, karya Usni Arie yang diterbitkan oleh Penebar Swadaya Jakarta.
            Kemalir dibuat di dasar kolam dengan lebar antara 40-50 cm dan tinggi 10-20 cm. Arahnya memanjang dari pintu pemasukan ke pintu pengeluaran. Fungsi utama kemalir untuk memudahkan saat panen. Fungsi lainnya untuk tempat berlindung ikan pada siang hari.
            Kobakan dibuat di dasar, depan pintu pengeluaran dengan panjang 1,5 m, lebar 1 m dan tinggi 20-30 cm. Kobakan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan waktu panen, sehinga mudah menangkapnya.
            Artikel Cara Budidaya Ikan Nila semoga bermanfaat bagi yang membutuhkanikan nila merah, klasifikasi ikan nila, budidaya ikan nila, ternak ikan nila download, morfologi ikan nila, manfaat ikan nila

D. Pembesaran di Tambak
            Usaha pembesaran ikan nila di tambak dengan sistem monokultur, mempunyai sasaran produksi untuk pasar domestik maupun ekspor.
            Untuk pembesaran nila di tambak, yang pertama dilakukan adalah tambak diperbaiki pematangnya, saluran air dan pintu-pintu airnya.  Lumpur dasar tambak diangkat, selanjutnya tambak dikeringkan, sehingga semua hama ikan yang suka mengganggu bisa musnah.  Pengapuran dilakukan dengan takaran 50 g/m2 dan pemupukan dengan pupuk kandang sebanyak 250 g/m2. Kemudian tambak diisi air sampai ketinggian 70 cm, setelah tiga hari dilakukan pemupukan dengan urea dan TSP dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2.  Pada awal pengisian air diusahakan kadar garamnya sekitar 5 ppt dan selanjutnya bisa dinaikan selam masa pemeliharaan sampai 15 ppt.
            Benih yang ditebar sebaiknya berukuran + 1,25 g ( panjang 3-5 cm ) dengan ukuran yang seragam dan sehat ditandai dengan warna cerah, gerakan yang gesit dan responsif terhadap pakan.  Untuk target panen ukuran rata-rata 15 g/ekor (+ 1 bulan ), padat penebaran sebanyak 20 ekor/m2.  Sedangkan untuk terget panen ukuran 500 g/ekor (+ 6 bulan pemeliharaan), padat penebaran sebanyak 4 ekor/m2.
            Selama masa pemeliharaan ini ikan diberi pakan tambahan berbentuk pelet sebanyak 3%-5% per hari dari biomassa, dan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, pakan tersebut harus berkualitas dengan komposisi protein minimal 25% ( Lampiran 2 ).


            Pada awal pemeliharaan, ketinggian air dipertahankan minimal 70 cm, dan bila masa pemeliharaan telah telah mencapai dua bulan ketinggian air dinaikan, sehingga menjelang pemeliharaan empat bulan ketinggian diusahakan mencapai 1,5 m.
            Pemupukan ulang dengan pupuk kandang dilakukan dua bulan sekali dengan takaran 250 g/m2, sedangkan pemupukan ulang urea dan TSP dilakukan setiap minggu dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 selama masa pemeliharaan.
            Dengan target produksi ukuran 500 g atau lebih per ekor terutama diperlukan untuk produksi fillet, maka masa pemeliharaan adalah sekitar enam bulan.  Pemanenan dilakukan dengan cara disusur dari ujung menggunakan jaring seser.  Bila dirasakan populasi ikan dalam tambak sudah tinggal sedikit, baru air tambak dikeringkan.  Diusahakan ikan hasil tangkapan harus dalam keadaan segar dan prima.  Selainitu, untuk pasar ekspor komoditas nila ini diperlukan penanganan yang lebih hati-hati terutama sekali dari aspek higienis dan penampilan produk.
            Untuk keperluan konsumsi lokal umumnya ikan dengan ukuran rata-rata 200 g/m2 sudah dapat dipasarkan dalam keadaan segar.  Dalam proses penyimpanan, pengankutan dan pemasaran dapat menggunakan es sebagai media untuk mempertahankan kesegaran ikan.

1. Peralatan
            Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg),cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).


2. Persiapan Media
            Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.

E. Sarana Budidaya
            Alat/sarana yang digunakan oleh masyarakat pembudidaya Desa Sei Tatas Kecamatan, Pulau Petak Kabupaten Kapuas adalah hampir sama semua, misalnya
  1. Kapur dolomit Yang gunanya untuk menaikkan kadar pH kolam dan mengendapkan lumpur yang baru dibuat.
  2. Pupuk kandang Pupuk yang gunanya untuk membuat kolam ditumbuhi oleh makanan alami dan membuat kolam menjadi subur.
  3. Benih ikan Benih ikan didapatkan dari Balai Benih yang ada di Kuala Kapuas yaitu dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kapuas, ukuran benih yang ditebarkan ukurannya berkisar antara 3-5 cm yang seragam.
  4. Pakan ikan Pakan yang diberikan berupa Pellet (buatan pabrik) yaitu ukuran pakan No. 1 (satu) yaitu PF 118 dengan kandungan    Protein 30 %.


F. Penebaran Benih
            Setelah kolam dinyatakan sudah siap, lalu dilakukan penebaran benih nila dengan ukuran 3-5 cm dengan padat penebaran 10-15 ekor/m2. Untuk kolam ukuran 100 m2 dapat ditebari benih 1.000 ekor. Benih yang dipilih benar-benar sehat dengan ciri-ciri : warna cerah, gerakannya lincah dan tidak sakit. Agar benih tidak menderita stress oleh perbedaan suhu udara dan air. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari. Penebaran pada siang hari dapat membahayakan keselamatan benih.
            Penebaran benih harus dilakukan dengan hati-hati. Cara yang aman dan praktis dengan mendiamkan wadah berisi air beberapa saat hingga suhunya sama dengan suhu air kolam pembesaran. Kemudian wadahnya digulingkan secara perlahan-lahan. Biarkan benih keluar dengan sendirinya. Tinggal saat pertama kali menebar benih harus dicatat agar waktu panen dapat dipastikan.

G. Pemberian Pakan
            Untuk benih ikan sampai hari ketiga, benih tidak perlu diberi makan karena pakan alami hasil pemupukan masih tersedia. Menginjak hari keempat barulah kita memberikan pakan buatan berupa pellet berkadar protein 25%. Pakan berupa pellet diberikan setiap hari sebanyak tiga kali pemberian, disesuaikan dengan umur dan ukuran ikan.
            Untuk mengetahui pertambahan berat badan ikan yang ada di kolam, dilakukan penangkapan seminggu sekali kurang lebih 30% dari jumlah ikan keseluruhan.
            Untuk ukuran 20-50 gr diberikan pellet sebanyak 4% - 5% dari bobot total ikan, 50-200 gr diberikan pellet sebanyak 3% dan ukuran 200-500 gr sebanyak 2% dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari.

H. Penerban Benih Ikan Nila
            Setelah tahapan proses persiapan kolam terlaksana dengan baik, maka pada hari yang kelima samapai hari ketujuh setelah masa pengisian air kolam dilakukan akan dilakukan penebaran benih ikan nila. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah ukuran benih ikan yang disebarkan hendaknya berukuran antara 8-12 cm atau dengan ukuran berat 30 gram/ekor dengan pada tebar sekitar 5-10 ekor/m2. Pemeliharaan ikan nila dilakukan selama 6 bulan atau hingga ukuran berat ikan nila sudah mencapai 400-600 gram/ekor.

I. Pemberian Makanan
            Dalam pemberian makanan ikan nila diberikan setiap hari dengan komposisi makanan alami dan juga makanan tambahan. Makanan ikan nila ini bisa terdiri dari dedak, ampas kelapa, pelet dan juga sisa-sisa makanan dapur.
Umumnya pemberian pakan dilakukan dengan ukuran seperti berikut ini:
1.      Protein 20-30%;
2.      Lemak 70% (maksimal.);
3.      Karbohidrat 63 - 73%.
4.      Pakanyaberupa hijau-hijauan diantaranya adalah :
- Kaliandra
- Kalikina atau kecubung;
- Kipat
- Kihujan

J. Penyakit
            Ikan nila pada umumnya dapat diserang oleh penyakit serius yang disebabkan oleh lingkan dan keadaan yang tidak menyenangkan, seperti populasi yang terlalu padat, kekurangan makanan, penanganan yang kuran baik dan sebagainya. Penanggulangan yang paling efektif dilakukan adalah dengan memberikan kondisi yang lebih baik pada kolam ikan tersebut.
            Apabila sudah terjadi penyakit yang serius pada sebuah kolam ikan nila, maka semua upaya yang dilakukan akan terlambat dan sia-sia. Penyembuhan dengan memberikan antibiotic atau fungisida ke seluruh kolam memerlukan biaya yang cukup mahal.
            Untuk mengatasi hal ini, maka salah satu hal yang paling umum dilakukan adalah melakukan pencegahan akan lebih murah dibandingkan dengan melakukan pengobatan, yaitu dengan jalan lain melakukan pengeringan pada kolam dan melakukan penyiapan dari permulaan.

K. Pemanenan Ikan Nila
            Masa pemanenan ikan nila sudah dapat dilakukan setelah masa pemeliharaan 4 - 6 bulan. Ikan nila pada usia 4-6 bulan pemeliharaan akan memiliki berat yang bevariasi, yaitu antara 400-600 gram/ekor.
            Bila ukuran berat dari masing-masing ikan dirasa belum maksimal, maka pemanenan bisa juga dilakukan dengan sistem bertahap, dimana hanya dipilih ukuran konsumsi (pasar). Pada tahap pertama dengan menggunakan jaring dan setiap bulan berikutnya secara bertahap.
            Untuk melakukan pemanenan secara mudah bisa juga dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara total atau sebagian. Bila ikan dipanen secara keseluruhan, maka kolam dikeringkan sama sekali. Akan tetapi apabila akan memanen sekaligus maka hanya sebagian air yang dibuang.

BAB  III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Usaha pemeliharaan Ikan Nila (Oreochormis Niloticus) di Kabupaten Kapuas mempunyai prospek yang cukup baik dikembangkan, karena permintaan pasar yang cenderung sangat meningkat dan rasanya yang gurih serta ditunjang pula harganya yang relatif mahal dibandingkan dengan ikan hasil budidaya air tawar lainnya di sekitar Kuala Kapuas.
Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochormis Niloticus) di kolam merupakan salah satu cara budidaya ikan yang mudah dikembangkan di Kabupaten Kapuas karena wilayahnya yang banyak air dan sungai serta pola budidaya ikan yang mulai digandrungi masyarakat. Juga sebagai alternatif sumber pendapatan dan pemenuhan gizi keluarga.
Makanan bagi Ikan Nila (Oreochormis Niloticus) juga tidak sulit, karena ia mau menyantap segala jenis makanan alami ataupun buatan (pellet), bahkan diberi dedak halus ataupun ampas tahu ia mau juga. Ikan Nila (Oreochormis Niloticus) termasuk jenis ikan pemakan campuran (omnivora).

B.     Saran
Selama masa pemeliharaan perlu diawasi kemungkinan adanya serangan hama dan penyakit. Cara yang paling aman untuk mengendalikan hama adalah secara fisik menangkap langsung hewan liar/hama tadi atau mencegahnya masuk ke dalam kolam.

Sedangkan penyakit ikan dapat dicegah dengan pengapuran yang seimbang untuk mempertahankan kualitas air, serta diupayakan suhu air tidak kurang dari 28 0C.

Kamis, 12 November 2015

BUDIDAYA IKAN NILA GIFT

BUDIDAYA IKAN NILA GIFT



Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_nila)
       
Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lehih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan nila lain. Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah. Padahal Komponen biaya pakan dalam usaha budidaya mencapai 70% dari biaya produksi. Sebagai perbandingan nilai efisiensi pakan atau konversi pakan ( Food Conversion Ratio ), ikan nila yang dibudidayakan di tambak atau karamba jaring apung adalah 0,5 - 1,0 ; sedang ikan mas sekitar 2,2 - 2,8.

Pertumbuhan ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina. Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi. untuk mengantisipasi kendala ini, saat ini sudah dilakukan proses jantanisasi atau membuat populasi ikan menjadi jantan semua ( Sex-reversal ) yaitu dengancara pemberian hormon 17 Alpa methyltestosteron selama perkembangan larva sampai umur 17 hari.

Pembenihan ikan nila dapat dilakukan secara massal di perkolaman secara terkontrol ( pasangan ) dalam bak-bak beton. Pemijahan secara massal ternyata lebih efisien, karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva untuk jumlah yang hampir sama.

Pembesaran ikan nila dapat dilakukan di kolam, karamba jaring apung atau di tambak. Budidaya nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah 25.000 kg/ha/panen, di karamba jaring apung 1.000 kg/unit (50 m2)/panen (200.000 kg/ha/panen), dan di tambak sebanyak 15.000 kg/ha/panen.
Ada segi positif dari budidaya ikan nila di tambak yaitu pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di kolam atau di jaring apung. Ikan nila ukuran 5-8 cm yang dibudidayakan di tambak selam 2,5 bulan dapat mencapai 200 g, sedangkan di kolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4 bulan.

Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih, serta tidak berbau lumpur. Oleh kerena itu, ikan nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri fillet dan bentuk-bentuk olahan lain.

Pembenihan
Lahan atau kolam untuk pembenihan nila dibagi dalam dua kelompok yaitu kolam pemijahan dan kolam pendederan. Kolam-kolam sebaiknya dibuat dengan pematang yang kuat tidak porous ( rembes ), ketinggian pematang aman ( minimal 30 cm dari permukaan air ), sumber pemasukan air yang terjamin kelancarannya, dan luas kolam masing - masing 200 m2. Di samping itu perlu di perhatikan juga keamanan dari hama pemangsa ikan seperti anjing air, burung hantu, kucing dan lain-lain, sehingga dianjurkan agar agar lingkungan perkolaman babas dari pohon pohon yang tinggi dan rindang, sementara sinar matahari pun dapat masuk ke dalam kolam.

Induk ikan nila mempunyai bobot rata-rata 300 g/ekor. perbandingan betina dan jantan untuk pemijahan adalah 3:1 dengan padat tebar 3 ekor /m2. Pemberian pakan berbentuk pellet sebanyak 2% dari bobot biomassa per hari dan diberikan tiga kali dalam sehari. Induk ikan ini sebaiknya didatangkan dari instansi resmi yang melakukan seleksi dan pemuliaan calon induk sehingga kualitas kemurnian dan keunggulannya terjamin.

Induk nila betina dapat matang telur setiap 45 hari. Setiap induk betina menghasilkan larva ( benih baru menetas ) pada tahap awal sekitar 300 g sebanyak 250-300 ekor larva. Jumlah ini akan meningkat sampai mencapai 900 ekor larva sesuai dengan pertambahan bobot induk betina ( 900 g ). Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus ( 45 hari ), induk-induk betina diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu dan diberi pakan dengan kandungan protein diatas 35 %.

Setelah dua minggu masa pemeliharaan adaptasi di kolam biasanya induk-induk betina mulai ada yang beranak, menghasikan larva yang biasanya masih berada dalam pengasuhan induknya. Larva -larva tersebut dikumpulkan denga cara diserok memakai serokan yang terbuat dari kain halus dan selanjutnya ditampung dalam happa ukuran 2 x 0,9 x 0,9 m3. Pengumpulan larva dilakukan beberapa kali dari pagi sampai sore, dan duusahakan larva yang terkumpul satu hari ditampung minimal dalam satu happa
.
B. Jantanisasi Benih.
Untuk mendapatkan benih ikan nila tunggal kelamin jantan ( monoseks ) maka dilakukan proses jantanisasi. Untuk keperluan ini diperlukan minimal 24 buah happa ukuran masing-masing 2 x 2 x 2 m3 yang ditempatkan dalam kolam dengan luas kurang lebih 400 m2 dan kedalam air minimal 1,5 m. Kedalam setiap hapa dapat diisi larva ikan sebanyak 20.000-30.000 ekor . Larva diberi pakan berbentuk tepung yang telah dicampur dengan hormon 17 Alpha Methyl Testosteron sampai masa masa pemeliharaan selama 17 hari. 

Larva hasil proses jantanisasi selanjutnya dipelihara dalam kolam pendederan berukuran 200 m2. Kolam sebelumnya harus dikeringkan, lumpurnya dikeduk, diberi kapur sebanyak 50 g/m2, dan diberi pupuk kotoran ayam sebanyak 250 g/m2. Setelah pengapuran dan pemupukan, kolam diisi secara perlahan-lahan sampai ketinggian air sekitar 70 cm, digenangi selama 3 hari, diberi pupuk urea dan TSP masing -masing sebanyak 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2. Setelah kolam pendederan terisi air selam 7 hari, benih ikan hasil proses jantanisasi dimasukkan dengan kepadatan 250 ekor/m2. Pemberian pakan tambahan dapat dilakukan dengan pakan berbentuk tepung yang khusus untuk benih ikan. Pemupukan ulang dengan urea dan dan TSP dilakukan seminggu sekali dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 kolam dan diberikan selama pemeliharaan ikan.  

Setelah masa pemeliharaan 21 hari, ikan denga bobot rata-rata 1,25 g ( ukuran panjang 3-5 cm ) bisa dipanen. Untuk panen benih ikan nila sebaiknya digunakan jaring eret pada pengankapan awal. Bila jumlah ikan dalam kolam diperkirakan tinggal sedikit baru dilakukan pengeringan airnya.

Ikan mempunyai daya tahan yang baik selama diangkut apabila perutnya dalam keadaan kosong dan suhu air media relatif dingin. Karena itu apabila akan panen dan diangkut sebaiknya ikan tidak diberi makan minimal 1 hari. Pengangkutan menggunakan kantong plastik, dimana seper empat bagian berisi air dan tiga per empat bagian berisi oksigen murni yang diberi es balok ukuran 20 x 20 x 20 cm3 ( es balok berada dalam media air bersama benih ikan ). Kantong plastik dengan volume 20 L bisa diisi ikan ukuran 5 cm maksimal 1.500 ekor/kantong, dengan lama masa toleransi dalam kantong sekitar 10 jam.

C. Pembesaran di Tambak
Usaha pembesaran ikan nila di tambak dengan sistem monokultur, mempunyai sasaran produksi untuk pasar domestik maupun ekspor.

Untuk pembesaran nila di tambak, yang pertama dilakukan adalah tambak diperbaiki pematangnya, saluran air dan pintu-pintu airnya. Lumpur dasar tambak diangkat, selanjutnya tambak dikeringkan, sehingga semua hama ikan yang suka mengganggu bisa musnah. Pengapuran dilakukan dengan takaran 50 g/m2 dan pemupukan dengan pupuk kandang sebanyak 250 g/m2. Kemudian tambak diisi air sampai ketinggian 70 cm, setelah tiga hari dilakukan pemupukan dengan urea dan TSP dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2. Pada awal pengisian air diusahakan kadar garamnya sekitar 5 ppt dan selanjutnya bisa dinaikan selam masa pemeliharaan sampai 15 ppt.

Benih yang ditebar sebaiknya berukuran + 1,25 g ( panjang 3-5 cm ) dengan ukuran yang seragam dan sehat ditandai dengan warna cerah, gerakan yang gesit dan responsif terhadap pakan. Untuk target panen ukuran rata-rata 15 g/ekor (+ 1 bulan ), padat penebaran sebanyak 20 ekor/m2. Sedangkan untuk target panen ukuran 500 g/ekor (+ 6 bulan pemeliharaan), padat penebaran sebanyak 4 ekor/m2.

Selama masa pemeliharaan ini ikan diberi pakan tambahan berbentuk pelet sebanyak 3%-5% per hari dari biomassa, dan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, pakan tersebut harus berkualitas dengan komposisi protein minimal 25% ( Lampiran 2 ).

Pada awal pemeliharaan, ketinggian air dipertahankan minimal 70 cm, dan bila masa pemeliharaan telah telah mencapai dua bulan ketinggian air dinaikan, sehingga menjelang pemeliharaan empat bulan ketinggian diusahakan mencapai 1,5 m.

Pemupukan ulang dengan pupuk kandang dilakukan dua bulan sekali dengan takaran 250 g/m2, sedangkan pemupukan ulang urea dan TSP dilakukan setiap minggu dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 selama masa pemeliharaan.

Dengan target produksi ukuran 500 g atau lebih per ekor terutama diperlukan untuk produksi fillet, maka masa pemeliharaan adalah sekitar enam bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara disusur dari ujung menggunakan jaring seser. Bila dirasakan populasi ikan dalam tambak sudah tinggal sedikit, baru air tambak dikeringkan. Diusahakan ikan hasil tangkapan harus dalam keadaan segar dan prima. Selain itu, untuk pasar ekspor komoditas nila ini diperlukan penanganan yang lebih hati-hati terutama sekali dari aspek higienis dan penampilan produk.

Untuk keperluan konsumsi lokal umumnya ikan dengan ukuran rata-rata 200 g/m2 sudah dapat dipasarkan dalam keadaan segar. Dalam proses penyimpanan, pengankutan dan pemasaran dapat menggunakan es sebagai media untuk mempertahankan kesegaran ikan.

Sekian postingan tentang Budidaya Ikan Nila Gift, semoga menambah info bagi kita sehingga mampu mendorong timbulnya ide bisnis baru yang dapat kita kerjakan agar pengganguran di negeri kita berkurang dan ekonomi keluarga kita meningkat.

Postingan yang saya jabarkan mungkin saja secara detail kurang lengkap, saran saya bagi yang ingin serius berusaha ada baiknya bertanya kepada penyuluh TTG yang ada didaerah saudara atau membeli buku Cara Budidaya Ikan Nila yang dilengkapi gambar sehingga pada prakteknya tidak salah dan merugikan baik untuk pribadi (modal dan waktu) maupun bagi lingkungan


Sumber Artikel : http://shampankbie.blogspot.com