Senin, 25 Juli 2016

ANALISA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN


Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan Patin semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai melakukan budidaya pembesaran patin karena produksinya dari alam semakin menurun. Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera, seluruh wilayah provinsi di Kalimantan dan Jawa.
Beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan usaha pembenihan ikan patin, antara lain karena 1) harga benih patin relatif baik dan stabil; 2) secara ekonomis menguntungkan; 3) permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; 4) teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai; dan 5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung.

A. Pemilihan Pola Usaha
Pemilihan pola usaha digunakan kriteria minimal bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable, baik dari segi jumlah dan ukuran benih yang dijual serta harganya sesuai dengan harga pasar yang berlaku saat ini.
Pola usaha yang dipilih dalam pembenihan ikan patin adalah :
1. Produksi benih kategori PIIA (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah 110.000 ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan penjualan benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih patin kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau kolam pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ukuran 1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan produksi 8 siklus per-tahun disebabkan karena induk patin betina mempunyai frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada musim kemarau.
2. Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian adalah sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan 2-5 ekor induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan menggunakan pakan buatan berprotein tinggi (28-35%), satu induk betina ukuran tersebut dapat menghasilkan telur (fekunditas) sekitar 150-500 ribu butir setiap pemijahan dan dapat dipijahkan sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan umur produktif 2-3 tahun.
3. Dalam menjaga kontinuitas produksi maka jumlah indukan secara keseluruhan berkisar antara 1:1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-10 pasang induk dalam kondisi usia produktif untuk memulai usaha.
4. Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan tali atau corong, dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan sintasan/kelangsungan
hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.

B. Aspek Keuangan
 




Komponen dan Struktur Biaya
Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin dibedakan menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional.






 SUMBER:

DUB-DJPB, 2012. Leaflet  Analisa Usaha Pembenihan Ikan Patin. http//dub.djpb.kkp.go.id Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Jakarta.

Minggu, 24 Juli 2016

Artemia Pakan Bergizi untuk Larva Udang dan Ikan

Artemia Pakan Bergizi untuk Larva Udang dan Ikan



Artemia (Artemia salina) merupakan pakan bagi larva udang dan ikan yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan pembenihan udang dan ikan (hatchery). Artemia merupakan jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam-asam amino. Benih ikan dan udang pada stadium awal mempunyai saluran pencernaan yang masih sangat sederhana sehingga memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung nilai gizi tinggi. Nauplius artemia mempunyai kandungan protein hingga 63 % dari berat keringnya. Selain itu artemia sangat baik untuk pakan ikan hias karena banyak mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan warna pada ikan hias agar lebih menarik.
Artemia dapat hidup di perairan yang bersalinitas tinggi antara 60 - 300 ppt dan mempunyai toleransi tinggi terhadap oksigen dalam air. Oleh karena itu artemia ini sangat potensial untuk dibudidayakan di tambak- tambak tambak yang bersalinitas tinggi di Indonesia. Budidaya artemia mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan. Baik kista maupun biomasanya dapat diolah menjadi produk kering yang memiliki ekonomis tinggi guna mendukung usaha budidaya udang dan ikan. Budidaya artemia relatif sederhana serta murah, sehingga tidak menuntut ketrampilan khusus dan modal besar bagi pembudidayanya.
Potensi lahan untuk usaha budidaya udang renik air asin (brine shrimp) ini di Indonesia mencapai kurang lebih 32.000 ha. Saat ini beberapa daerah telah mengembangkan budidaya artemia seperti di daerah pantai Madura, Jawa Timur, terutama di Kabupaten Sumenep, Sampang dan Pemekasan. Daerah lain yang tak mau ketinggalan adalah Jepara, Jawa Tengah dan Gondol, Bali.
Sejatinya pembudidayaan artemia di areal tambak tidaklah terlalu sulit. Seperti yang dituturkan oleh Ir. Fa'ahakhododo Harefa (pengarang buku Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan), bahwa cukup dengan memodifikasi tambak garam yang sudah ada sedemikian rupa menjadi usaha tumpang sari garam dan budidaya artemia.
Budidaya artemia secara tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi tanah. Tanah yang tidak sesuai untuk budidaya artemia ditandai dengan adanya bahan organik didasar tambak. Bahan organik tersebut akan meningkatkan proses aksidasi dan menghasilkan zat-zat beracun atau senyawa-senyawa yang meningkatkan keasaman air. Guna mengatasinya cukup dengan cara menguras tambak setiap 2 - 4 bulan sekali.
Setelah dikuras, tambak diberakan (dibiarkan) antara 2-4 minggu. Selama pemberaan dilakukan pengapuran pada tambak sebagai upaya meningkatkan pH air hingga mencapai kisaran 7,5 - 8,5. Air dengan pH yang cukup tinggi ini sangat cocok untuk pertumbuhan artemia.

Cara Budidaya Artemia

Secara teknis budidaya artemia relatif mudah. Kemudahan ini lantaran didukung oleh sifat artemia yang sangat toleran pada berbagai kondisi fisik dan kimia media, kecuali zat-zat beracun. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan pengetahun dan keterampilan yang handal dalam budidaya Artemia.
Benih berkualiatas adalah salah satu yang harus diperhatikan dalam budidaya artemia. Benih artemia banyak dijumpai di pasaran bebas dalam bentuk kista. Strain yang mudah ditemukan di pasar dalam negeri adalah San Fransisco Bay dan Great Salt Lake berasal dari Amerika Serikat. Didalam negeri benih artemia berasal dari Gondol, Bali yang dikemas dalam kaleng dengan berat 250 g.
Budidaya artemia dapat dilakukan dengan beberapa sistem yaitu sistem tumpang sari, monokultur dan dalam bak. Sistem tumpang sari dilakukan dengan cara modifikasi tambak yang dapat berfungsi ganda. Pertama, untuk memproduksi garam dengan kualitas yang lebih baik. Kedua memproduksi artemia, baik dalam bentuk kista maupun biomassa. Dengan demikian sistem ini akan memberikan keuntungan usaha tani yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani garam.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah tanggul atau pematang tambak harus bebas dari kebocoran. Hal ini dapat diatasi dengan cara menutup tanggul dengan menggunakan plastik hitam atau menggunakan dinding beton.
Sebelum benih artemia ditebar, pada tambak terlebih dahulu diadakan perlakuan menumbuhkan makanan alami yang berupa fitoplanton. Dengan cara memupuk tambak menggunakan pupuk organik seperti kotoran ayam dan pupuk buatan berupa TSP dan Urea atau ammonium. Dosis pupuk kandang, TSP, dan urea yang diperlukan berturut-turut 3.000 kg/ha/tanam, 150 kg/ha/tanam dan 150 kg/ha/tanam.
Setelah lahan siap untuk digunakan, pertama-tama air laut dialirkan ke petakan reservoir dengan kedalaman 60 -100 cm yang menggunakan pompa air berdiameter sekitar 10 inci pada saat air pasang. Salinitas airnya kira-kira 30 - 35 ppt atau sama dengan salinitas air laut. Selanjutnya dari petakan reservoir II dialirkan ke petakan pemeliharaan dengan menggunakan pompa yang berdiameter 2 inci dan kedalamannya sekitar 60 cm.
Untuk menangani predator yang kerap mengganggu, dapat diatasi dengan tetap menjadi salinitas air media pada kisaran 150 ppt yang memungkinkan jenis predator tidak mampu bertahan hidup. Atau dengan cara menggunakan saponin pada dosis 10 -12 ppm. Ada beberapa macam predator yang sering menyerang artemia diantaranya zooplankton yakni orgnisme pesaing pemakan fitoplankton, dan benih ikan atau ikan dewasa yang masuk tambak secara tidak sengaja sehingga memakan artemia.
Sebelum artemia ditebar ke tambak, ada satu lagi kegiatan penting yang harus dilakukan yaitu penetasan kista. Kista merupakan telur yang terbungkus korion akibat ketidaksesuaian lingkungan telur menetas menjadi larva. Kondisi demikian memang sengaja direkayasa. Untuk menetaskan kista yang diperlukan adalah wadah dan perangkat suplai oksigen. Bentuk wadahnya kerucut dengan ukuran sesuai kebutuhan. Supaya suplai oksigen tetap ada, maka dibuatlah sistem aerasi dalam wadah. Sedangkan kepadatan kista sekitar 5 -10 g per liter air.
Penebaran benih artemia dapat segera dilakukan setelah kondisi pertumbuhan makanan alami di tambak terlihat normal. Hal ini ditandai dengan air tambak yang berwarna hijau keruh dan tingkat kecerahannya tidak lebih dari 20 cm.
Nauplii artemia yang ditebarkan pada petakan pemeliharaan berasal dari kista yang telah ditetaskan melalui dekapsulasi. Dalam menebarkan artemia sebaiknya digunakan nauplii instar I karena instar yang lebih tinggi relatif peka terhadap perubahan salinitas. Untuk keperluan produksi biomassa, nauplii ditebarkan pada petakan reservoir dengan tingkat kepadatan sesuai dengan daya lahan yang tersedia. Tingkat kepadatannya 200 nauplii per liter air. Sebelumnya nauplius dikeringkan yang dimasuk ke dalam alat pengering pada temperature 60 C° selama 24 jam, kemudian didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang.
Selama pemeliharaan, artemia harus mendapat pengawasan yang intensif agar hasilnya optimal. Adapun hal perlu diamati adalah salinitas, tingkat kecerahan air, pemberian makan tambahan, ketinggian air, kebersihan air, dan keasaman media.
Waktu pemeliharaan artemia sebaiknya dilakukan pada musim kemarau untuk memperoleh media dengan salinitas tinggi. Daerah Madura musim kemarau pada bulan Juli - November. Persiapannya dimulai pada bulan Mei. Sehingga beberapa tahapan budidaya artemia diantaranya bulan Mei persiapan non-teknis, Juni adalah persiapan tambak, dan Juli penebaran benih. Adapun masa panen dan pengolahannya jatuh pada bulan Agustus, September, Oktober dan November.
Pada umur 10 - 14 hari artemia mulai melakukan perkawinan. Pada artemia betina dewasa mempunyai kantung telur yang terletak di bawah tubuhnya yang berisi 20 - 30 butir telur. Dalam satu hektar tambak mampu menghasilkan kista sebanyak 260 kg. Apabila dalam setahun dapat dilakukan dua kali pemanenan maka produksi kista yang dapat dihasilkan mencapai 520 kg. Harga per kilogram kista artemia saat ini di tingkat petani Rp 35 ribu dan biomassanya Rp 40 ribu.

Penanganan Saat Panen

Pemanenan kista dan biomassa dilakukan dengan cara yang berbeda, baik teknik, waktu maupun penanganannya.Untuk kista dipanen setiap hari selama kurun waktu 2 bulan, sedangkan biomassa dipanen sekali selama satu periode budidaya. Pemanenan dapat dimulai pada akhir minggu ketiga terhitung sejak artemia ditebarkan ke dalam tambak. Tanda-tanda kista yang siap dipanen adalah terdapat butiran-buturian halus berwarna coklat tua yang mengapung di tambak. Waktu yang tepat memanen kista antara pukul 08.00-11.00, dimana hari cukup terang dan anginnya sepoi-sepoi sehingga kista mudah ditangkap dengan seser halus yang terbuat dari bahan nilon.
Biomassa artemia dewasa siap dipanen setelah 14 hari dalam pemeliharaan. Saat itu artemia telah mencapai ukuran 10 mm. Pada sistem budidaya tambak, biomassa artemia dipanen setelah masa pemanenan kista yang terakhir yang ditandai dengan mortalitas induk sudah mulai meningkat, sementara produksi kista mencapai jumlah terendah. Cara pemanennya dilakukan dengan membuat lubang pembuangan air keluar dari tambak dengan memasang jaring berbentuk V dengan ukuran 1 - 1,5 cm. Kemudian artemia yang sudah terkumpul disudut tambak diangkat dengan menggunakan seser halus dan langsung dimasukan ke dalam wasah berisi air laut yang bersih.

Sumber : Majalah Demersal

Jumat, 22 Juli 2016

BUDIDAYA IKAN MANFISH



Tak semua orang mengenal manfish, meski sebenarnya ikan ini juga banyak dijual di toko-toko ikan hias, termasuk di penjual hias pinggiran jalan di kota-kota besar, seperti Jakarta. Ciri khasnya berbadan tipis, dan bersirip panjang, terutama pada sirip punggung, ekor dan perut. Sedang warnanya bervariasi. Ada yang putih perak, ada yang hitam dan masih banyak lagi, kadang bervariari.

Beda jantan dan betina
Membedakan jantan dan betina manfish relatif mudah. Tak perlu dipegang seperti ikan koki, cukup dipandang dari jauh. Tapi perlakuan ini hanya bisa dilakukan bila manfish sudah dewasa, terutama setelah matang kelamin atau matang gonad. Yaitu setelah berumur lebih dari 6 bulan.
Jantan bercirikan dengan kepala bagian atas menonjol, tanda ini seperti tanda pada ikan gurame. Selain berkepala menonjol juga berwarna lebih cerah dari betina. Bila sudah matang kelamin atau siap pijah, kecerahan warnanya lebih jelas dari biasanya.
Sedangkan betina bercirikan dengan kepala bagian atas datar atau tidak menonjol. Selain itu berwarna lebih kusam dari jantan. Bila sudah matang gonad, atau sipa pijah, kecerahan tidak berubah, namun bentuk perut agak menonjol atau lebih gendut.
Beda lainnya, dalam umur yang sama, jantan lebih besar dari betina.

Pematangan gonad
Pematangan gonad dilakukan di akuarium. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup selama pematangan gonad; masukan 10 ekor induk; beri pakan berupa cacing darah atau Dapnia atau jantik nyamuk secukupnya. Dalam pemeliharaan induk, jantan dan betina dipelihara terpisah.

Pemijahan
Pemijahan manfish dilakukan di akuarium secara berpasangan. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; masukan 2 buah potongan paralon berdiameter 2 inchi dan panjang 10 cm; masukan 1 ekor induk betina; masukan pula 1 ekor induk betina; beri pakan berupa cacing darah atau Dapnia atau jantik nyamuk secukupnya.
Selain berpasangan, pemijahan manfish juga bisa secara massal. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 4 titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; masukan 10 buah potongan paralon berdiameter 2 inchi dan panjang 10 cm; masukan 5 ekor induk betina; masukan pula 5 induk betina; beri pakan berupa cacing darah atau Dapnia atau jantik nyamuk secukupnya.

Penetasan dan pemeliharaan larva
Penetasan dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi, tapil kecil dan biarkan hidup selama pemijahan; tambahkan larutan methilin blue hingga air berwarna biru seulas; masukan paralon yang berisi telur; biarkan menetas (Catatan :dalam 3 hari telur akan menetas dan setelah 7 hari larva mulai berenang. Sebelum bisa berenang, jangan diganti air dan kena guncangan, karena bisa menyebabkan kematian); beri pakan berupa infusoria, rotifera atau artemia; panen setelah 2 minggu dengan sekupnet halus..

Pendederan
Pendederan dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; masukan 200 ekor benih yang berasal dari tempat penetasan; beri pakan berupa infusoria, rotifera atau artemia; panen setelah 1,5 bulan.

Pembesaran
Pendederan dilakukan di akuarium lain. Caranya, siapkan akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air setinggi 20 – 30 cm; hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup selama pemijahan; masukan 100 ekor benih yang berasal dari tempat pendederan; beri pakan berupa infusoria, rotifera atau artemia; panen setelah 2 bulan. Ikan manfish siap dijual.

SUMBER:
http://bdp-unhalu.blogspot.com
http://agusrochdianto.wordpress.com

http://ebookbrowsee.net

Kamis, 21 Juli 2016

BUDIDAYA IKAN PATIN



Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkembang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan Patin Siam hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding).
Di setiap tempat, nama patin berbeda-beda. Di Vietnam, Patin Siam disebut Ca Tre Yu, di Kamboja disebut Trey Pra. Dalam Bahasa Inggeris, Patin Siam disebut Catfish, River Catfish, atau Striped Catfish. Sedangkan di Indonesia, selain dinamakan ikan patin disebut juga jambal siam, atau lele bangkok (Jawa), dan ikan juara (Sumatra dan Kalimantan).

Pematangan Gonad di kolam tanah
Pematangan gonad ikan patin dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 100 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 – 70 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk ukuran 3 – 5 kg; beri pakan tambahan berupa pellet tenggelam sebanyak 3 persen/hari. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Pematangan di bak tembok
Pematangan gonad ikan patin juga bisa dilakukan di bak. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 8 m, lebar 4 m dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 – 4 hari; isi air setinggi 60 – 80 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 50 ekor induk; beri pakan tambahan (pelet) sebanyak 3 persen/hari. Catatan : induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

Seleksi
Seleksi induk ikan patin dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Tanda induk betina yang matang gonad : perut gendut; gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, agak membengkak dan berbintik putih. Usahakan saat seleksi mengangkap ikan lebih dari satu, sebagai cadangan.

Pemberokan
Pemberokan induk patin dilakukan di bak selama semalam. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 hari; isi dengan air bersih setinggi 40 – 50; masukan 5 – 8 ekor induk; cm dan biarkan mengalir selama pemberokan. Catatan : Pemberokan bertujuan untuk membuang sisa pakan dalam tubuh dan mengurang kandungan lemak. Karena itu, selama pemberokan tidak diberi pakan tambahan.

Penyuntikan dengan ovaprim
Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 - 12 jam.
Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,2 ml/kg induk) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 0,4 ml/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,2 ml/kg induk jantan.

Penyuntikan dengan hypopisa
Penyuntikan bisa juga dengan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas ukuran 0,5 kg untuk setiap kilogran induk betina; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; potong bagian kepala secara horizontal tepat di bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan kelenjar hipofisa tersebut ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukan 1 cc aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk betina; masukan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selam 10 – 12 jam.
Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,6 ml/kg induk jantan.

Pengambilan sperma
Pengambilan sperma dilakukan setengah jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; lap hingga kering; bungkus tubuh induk dengan handuk kecil; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke dalam mangkuk plastik atau cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); aduk hingga homogen. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan oleh dua orang. Satu orang yang memegang kepala dan memijit dan satu orang lagi memegang ekor dan mangkuk plastik. Jaga agar sperma tidak terkena air.

Pengeluaran telur
Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 – 12 jam setelah penyuntikan, namun 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 buah baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk dengan sekup net; keringkan tubuh induk dengan handuk kecil atau lap; bungkus induk dengan handuk dan biarkan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur oleh pemegang kepala; tampung telur dalam baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk hingga rata dengan bulu ayam; tambahkan Natrium chrorida dan aduk hingga rata; buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah; telur siap ditetaskan.

Penetasan di akuarium
Penetasan telur ikan patin dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30 cm; pasang tiga buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan; tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula; 2 hari kemudian beri pakan berupa naupli artemia secukupmnya; lakukan panen pada hari ke tujuh dengan menggunakan gayung plastik; larva ini siap ditebar ke kolam penederan I.

Pendederan I di kolam
Pendederan I ikan patin dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur 3 minggu.

Pendederan I di bak tembok
Pendederan I ikan patin bisa juga dilakukan di bak tembok dan plastik. Caranya : siapkan bak tembok atau plastik berukuran panjang 3 m, lebar 1 m m dan tinggi 0,6 m; keringkan selama 2 hari; pasang lima buah 7 buah titik aerasi; pasang 4 buah pemanas air; masukan 100.000 larva hasil dari tempat penetasan; beri pakan berupa naupli artemia sampai hari ketujuh; siphon setiap hari (bersihkan dengan selang) sisa naupli artemia yang tidak termakan; beri pakan cincangan cacing rambut yang sudah dicuci dengan air bersih; siphon setiap hari cacing yang tidak termakan; panen setelah berumur 3 minggu; seleksi benih-benih tersebut dengan ayakan seleksi. Benih yang dipanen berukuran 0,5 – 1,0 inchi.

Pendederan II
Pendederan kedua juga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 30.000 ekor benih hasil pendederan I (telah diseleksi); beri 2 – 4 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur sebulan.

Pendederan III
Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 2 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor hasil dari pendederan II (telah diseleksi); beri 4 - 6 kg pelet kecil (khusus lele); panen benih dilakukan sebulan kemudian.

Pembesaran
Pembesaran ikan patin dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 6 - 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 - 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi dari pendederan III; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan dan bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah 2 bulan. Sebuah kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi ukuran 125 gram sebanyak 400 – 500 kg.

Pembesaran di keramba jaring apung lapis pertama
Pembesaan ikan patin bisa juga dilakukan di kolam jaring apung (KJA). Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis pertama; masukan 300 kg benih hasil pendedera III yang sudah diseleksi; beri pelet setiap hari secara adlibitum (beri saat lapar dan hentikan setelah kenyang; lakukan panen setelah 3 bulan. Sebuah keramba jaring apung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebanyak 1,5 – 2 ton.

Pembesaran di keramba jaring apung lapis kedua
Pembesaan ikan bisa juga dilakukan di kolam jaring apung (KJA) lapis kedua. Pembesaran ini tidak sebagai komoditas utama, tetapi sebagai komoditas sampingan. Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis kedua; masukan 200 kg benih hasil pendederan III yang sudah diseleksi; selama pemeliharaan tidak diberi pakan tambahan, tetapi hanya memanfaatkan pakan sisa ikan mas; Panen dilakukan setelah 3 bulan. Sebuah kolam jaring aung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebanyak 400 - 500 kg.

SUMBER:
http://bdp-unhalu.blogspot.com
http://agusrochdianto.wordpress.com

http://ebookbrowsee.net