Kamis, 25 Februari 2016

Upaya Mengendalikan Penyakit Ikan

Upaya Mengendalikan Penyakit Ikan



Mencegah lebih baik dari mengobati adalah prinsip yang tepat untuk mengatasi setiap gangguan penyakit ikan. Mencegah penyakit akan jauh lebih baik dari mengobatinya. Pencegahannya berarti melakukan upaya-upaya agar ikan terhindar dari serangan penyakit. Pada tahap awal, seorang pembudidaya ikan hendaknya memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengenal tanda-tanda awal dari ikan yang terkena penyakit. Ini sangat diperlukan agar tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap serangan penyakit tersebut juga dapat dilakukan secara dini.
Kolam dan akuarium dapat dibersihkan secara mekanik, kimia atau biologis. Cara mekanik dilakukan menggunakan peralatan pembersih, seperti alat sirkulasi dan filter. Pembersihan secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan mutilen biru dan PK (Kalium Permanganat). Secara biologis, kolam atau akuarium dibersihkan dengan memanfaatkan organisme lain seperti bakteri pengurai dan tanaman air.
Beberapa kegiatan berikut ini juga bermanfaat untuk mengendalikan serangan penyakit ikan yaitu:
  1. Pengaliran Air
Pengaliran air adalah salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di kolam, disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air kolam yang kurang memenuhi syarat. Pengaliran dimaksudkan untuk mengencerkan senyawa beracun atau menciptakan kondisi lingkungan kolam yang lebih baik, sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan dan hasil ekskresi, sehingga tidak terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut. Aliran air juga dapat mempertahankan temperatur dan konsentrasi oksigen di kolam tetap menunjang kehidupan ikan. Jika jumlah ikan yang terserang penyakit cukup besar, pengaliran dapat dilakukan di kolam tersebut. Akan tetapi, jika hanya beberapa ekor ikan saja yang terserang, maka pengaliran dapat dilakukan dalam bak atau wadah yang lebih kecil.
  1. Pencucian Kolam
Sering dijumpai kematian ikan di kolam disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam kolam, baik disengaja maupun tidak. Penggunaan insektisida untuk pertanian maupun buangan limbah industri yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan masuknya senyawa beracun tersebut ke dalam kolam dan menimbulkan masalah penyakit.
Untuk mengatsi kematian ikan secara masal karena keracunan sebaiknya dilakukan penutupan saluran pemasukan air dan memindahkan ikan yang terkena racun secepat mungkin ke kolam lain atau saluran air yang tidak tercemar oleh racun atau limbah industri. Tindakan selanjutnya adalah mengeringkan kolam selama beberapa hari agar daya racun dari senyawa tersebut menjadi lemah.
  1. Perendaman
Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit di bagian luar tubuhnya (ektoparasit), sebaiknya dilakukan tindakan perendaman dalam senyawa kimia tertentu. Bila ikan yang terkena penyakit hanya beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak atau wadah kecil. Akan tetapi jika jumlah ikan yang terserang cukup banyak, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam kolam.
Perendaman ikan di dalam bak atau wadah kecil dapat dilakukan dengan membuat larutan senyawa kimia sesuai dengan jenis organisme penyakit yang menyerangnya. Masukkan ikan yang sakit ke dalam wadah tersebut dan biarkan selama beberapa saat. Ikan yang telah direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang airnya bersih untuk menghilangkan pengaruh senyawa kimia selama perendaman. Jika belum sembuh, sebaiknya dilakukan perendaman ulang dalam senyawa kimia, hingga ikan benar-benar sembuh.
Sebelum menebar senyawa kimia sesuai konsentrasi yang dianjurkan, saluran pemasukan dan pengeluaran air harus ditutup dahulu, agar konsentrasi senyawa kimia tidak berubah. Agar konsentrasinya seragam, senyawa kimia tersebut dilarutkan dahulu ke dalam beberapa liter air dan kemudian barulah disebarkan secara merata ke seluruh permukaan kolam. Konsentrasi senyawa kimia di dalam kolam harus lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi senyawa kimia yang digunakan di dalam bak atau wadah kecil. Dengan demikian, proses perendaman ikan di kolam berlangsung lebih lama.
Jika sebelum waktu perendaman yang ditetapkan berakhir ikan sudah memperlihatkan tanda-tanda keracunan, sebaiknya segera dialirkan air baru yang segar dengan cara membuka saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air.
  1. Melalui Pakan
Ikan yang telah terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan melalui pakan, terutama terhadap serangan yang tidak mengakibatkan kematian secara tiba-tiba. Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada tahap awal terjadinya serangan, sebab pada saat itu ikan masih mempunyai nafsu makan. Keterlambatan pengobatan akan memberikan hasil kurang memuaskan, karena ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat yang diberikan lebih banyak terbuang percuma.
Prinsip pengobatan melalui pakan adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui pemberian pakan dan membunuh organisme penyebab penyakit dengan obat yang sengaja dicampurkan ke dalam pakan. Jenis obat yang umum digunakan melalui pakan antara lain sulfamerazin, sulfadiazin, trisulfa, dan teramisin. Dosis yang diberikan tergantung pada jenis obat yang digunakan. Satu gram sulfamerazin yang dicampurkan ke dalam 5 kg pakan sudah cukup efektif untuk mengobati 30 – 50 kg ikan yang terserang penyakit. Lamanya pengobatan biasanya berlangsung secara terus-menerus selama 5 – 10 hari.
  1. Penyuntikan
Pengobatan melalui penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang penyakit berupa parasit. Tindakan pengobatan melalui penyuntikan hanya efektif digunakan jika ikan yang terserang jumlahnya relatif sedikit. Jika jumlahnya banyak, maka dibutuhkan tenaga, waktu dan peralatan yang lebih banyak sehingga dianggap kurang efisien.
Teknik pengobatan ikan dengan cara penyuntikan biasanya dilakukan untuk induk ikan. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan yang sakit, karena mudah dan resiko lebih kecil dibandingkan dengan penyuntikan di bagian lainnya. Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 (dua) langkah yaitu :
  1. Berdasarkan tehnik budidaya yaitu berupa tindakan-tindakan menghentikan pemberian pakan pada ikan, mengganti pakan dengan jenis lain, mengelompokkan ikan menjadi kelompok yang kepadatan/densitasnya rendah, dan bila tidak memungkinkan lagi maka ikan dapat dipanen daripada menjadi wabah bagi ikan lainnya.
  2. Berdasarkan terapi kimia yaitu berupa pemeriksaan kepekaan dari masing-masing obat yang telah dan akan digunakan, pemeriksaan batas dosis yang aman untuk masing-masing obat agar tidak terjadi over dosis, dan memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
Di bawah ini diuraikan beberapa tindakan penanganan terhadap penyakit ikan antara lain untuk:
  1. Penyakit Virus
Jika ikan terinfeksi virus sangatlah sulit untuk diobati, Ada 2 (dua) tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari lingkungan dan meningkatkan kekebalan ikan terhadap virus. Tindakan pencegahan pertama adalah dengan melakukan desinfeksi semua wadah dan peralatan, seleksi induk dan telur bebas virus. Berikutnya adalah melakukan upaya meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin dan immunostimulan atau vitamin. Diantara tindakan penanganan yang ada, vaksin merupakan tindakan pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit virus, walaupun untuk penyakit virus herpes koi belum dikembangkan.
  1. Penyakit Bakterial
Dapat diobati dengan antibiotika. Tetapi penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang negatif. Pemilihan antibiotika yang tepat adalah pekerjaan penting dalam mengatasi masalah infeksi bakteri. Pemilihan antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensivitas obat. Antibiotika dapat mengobati dengan cepat ikan yang terinfeksi bakteri, tetapi juga dapat menghasilkan bakteri yang resisten terhadap antibiotika. Apalagi dengan adanya Kepmen 52 tahun 2014 tentang Klasifikasi Obat Ikan yang melarang beberapa obat Antibiotik digunakan dalam budidaya ikan.Untuk itulah maka pengembangan vaksin sangat penting artinya.
  1. Penyakit Jamur
Sampai sekarang belum dilakukan tindakan penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan merupakan tindakan yang dapat dilakukan. Spora yang berenang di air untuk menemukan inang menunjukkan sensitivitas terhadap beberapa zat kimia.
  1. Penyakit Parasitik
Umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat kimia. Tetapi telur dan kista memiliki resistensi terhadap zat kimia. Berdasarkan keberadaan parasit maka pengobatan kedua harus dilakukan setelah spora atau oncomiracidium menetas. Untuk menentukan jadwal pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus hidup parasit sangatlah penting.


Sumber:

Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Kamis, 18 Februari 2016

Pemeriksaan Patogen Pada Ikan

Pemeriksaan Patogen Pada Ikan



Diagnosa adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering disebut sebagai diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa) penyakit berdasarkan pada gejala-gejala yang tampak (symptom). Diagnosa klinik didahului dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih di dalam bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya gerak tak terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan perubahan-perubahan tingkah laku abnormal lainnya. Ahli penyakit memiliki 2 (dua) tugas utama di lapangan yaitu:
  1. Pemeriksaan atau peninjauan lapangan ke daerah yang terserang penyakit,
  2. Mengumpulkan sampel yang akan diperiksa di laboratorium untuk menemukan penyebab kematian.
Sejarah ikan mempunyai arti penting dalam diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status ikan dan riwayat kejadian penyakit mempunyai arti penting dalam diagnosa penyakit ikan.. Status ikan dapat berupa jenis atau spesies, populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, daerah asal (lokasi) pemeliharaan, serta sistem pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan. Dalam riwayat/ ejarah kejadian perlu diketahui inseden (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan kesakitan. Data tersebut diperlukan sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit tertentu (kualitas air, virus, bakteri, parasit, pakan, atau faktor-faktor lain). Hal-hal yang perlu diketahui pada saat terjadinya penyakit adalah sebagai berikut:
1..Morfologi
  • Tanggal mulai terjadinya kematian
  • Jumlah ikan mati per hari
2. Gejala ikan yang diserang
  • Tingkat kematian akut/ kronis
  • Karakteristik tingkah laku ikan
  • Tanda-tanda eksternal dari ikan
  • Tanda-tanda internal
3. Faktor lingkungan
  • Suhu air media pemeliharaan
  • Kekeruhan air
  • Konsentrasi oksigen terlarut
  • Konsentrasi ammonia dan pH media pemeliharaan
4. Metode pemeliharaan
  • Lokasi wadah pemeliharaan
  • Tingkat pertukaran air
  • Kepadatan ikan
  • Jenis obat atau zat kimia yang pernah dipakai
Prosedur diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut:
  1. Pengukuran panjang dan berat ikan.
  2. Pengamatan tanda-tanda luar permukaan tubuh dan insang.
  3. Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah mikroskop.
  4. Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
  5. Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur. Isolasi bakteri dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada insang atau sirip yang membusuk.
  6. Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan Agar TS atau BHI, jika ikan memiliki borok atau ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
  7. Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati tanda-tanda internal.
  8. Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan menggunakan Agar TS atau BHI. Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi infeksi bakteri.
  9. Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10% berpenyangga fosfat untuk histopatologi dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
Dalam memulai pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah terdapat makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea. Jika parasit telah diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan seberapa parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan. Jika ditemui parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak mengganggu proses akuakultur. Jika jumlah parasit yang menyerang ikan sangat banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada ikan-ikan yang lain. Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan mengeruk kulit dan insang ikan.
Ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh banyak hal. Untuk ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi pemeriksaan terhadap abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi dan anggota tubuh, warna kulit, keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan anggota gerak dan kemungkinan terdapatnya ektoparasit kulit, perubahan abnormal insang berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing pada ikan, abnormalitas mata.  Semua hasil diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah kartu pemeriksaan atau Kartu Status Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan penyakit sebaiknya ikan hidup atau baru saja mati.  Sampel untuk setiap pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga sakit dan baru saja mati.
Banyaknya ikan contoh yang diambil tergantung pada kondisi kesehatan ikan. Pada populasi ikan sakit yang menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka jumlah contoh yang diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor). Contoh ikan yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang mewakili kondisi populasinya. Jika populasi ikan yang tidak sakit tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata dan tidak seragam, maka dilakukan pengambilan contoh secara sampling. Jumlah contoh ditentukan dari jumlah populasinya serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Jumlah populasi (ekor)
Jumlah ikan yang disampling dengan asumsi tingkat prevalensi
2%
5%
10%
20%
30%
40%
50%
50
50
35
20
10
7
5
2
100
75
45
23
11
9
7
6
250
110
50
25
10
9
8
7
500
130
55
26
10
9
8
7
1.000
140
55
27
10
9
9
8
1.500
140
55
27
10
9
9
8
2.000
145
60
27
10
9
9
8
4.000
145
60
27
10
9
9
8
10.000
145
60
27
10
9
9
8
≥ 100.000
150
60
30
10
9
9
8
Salah satu hal penting dalam ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan adalah kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium. Jika pengambilan contoh tidak dilakukan dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah. Pengambilan sampel ikan sedapat mungkin diusahakan dari ikan atau sekelompok ikan dengan gejala patogenik. Jumlah sampel ikan untuk pemeriksaan parasitologi diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan virologi 3 – 10 ekor ikan sakit dan untuk pemeriksaan bahan pencemar akibat pencemaran diperlukan sampel sejumlah 2 – 3 ekor. Jika ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera ke laboratorium terdekat. Beberapa cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah:
  1. Pengiriman Sampel Ikan Hidup (untuk seluruh pemeriksaan).
  • Pengepakan ikan sehat dan ikan sakit dipisahkan
  • Sampel ikan dengan kantong plastik diangkut dan diberi oksigen, atau dapat pula menggunakan aerasi bila waktu tempuh tidak terlalu lama.
  • Apabila kondisi cuaca saat pengangkutan panas, sebaiknya pengangkutan menggunakan kotak styrofoam atau termos yang diisi es(suhu diatur 22 – 24 0C)
     2. Pengiriman sampel ikan dengan es (untuk pemeriksaan parasit dan bakteri)
  • Pisahkan pengepakan ikan sehat dan ikan sakit
  • Tiriskan satu persatu disimpan dalam plastik
  • Masukan dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan es
Pemeriksaan parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang penting dari manajemen kesehatan ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan secara regular. Penting sekali untuk mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan menentukan metode pengobatannya kelak. Khususnya dalam pemeliharaan udang, diagnosis merupakan tindakan yang menentukan keberhasilan dalam usaha pengendalian penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat dilakukan melalui dua metode yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
  1. Diagnosis Sementara (Presumptive)
Diagnosis sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan tingkah laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata. Gejala klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga permasalahan yang sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung, antara lain:
  • Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku seperti udang menunjukkan peningkatan nafsu makan kemudian diikuti dengan kehilangan nafsu makan. Perubahan tingkah laku antara lain: mendekat ke aliran air masuk atau permukaan air, menyendiri, mengarah ke pematang kolam dan berenang abnormal.
  • Pengamatan kondisi fisik udang. Kegiatan ini dapat dilakukan di petak kolam atau udang ditempatkan dalam wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya bintik putih.
  • Pengamatan perubahan kualitas air, terutama terhadap parameter kunci seperti suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.
  • Diagnosis lanjut, udang dapat diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih detail secara mikroskopis. Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang dan dikirim ke laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar Minggu, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, dan Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo).
2. Diagnosis Definitif
Diagnosis defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium dengan berbagai teknik seperti:
  • Pengamatan karapas udang dengan menggunakan mikroskop.
  • Mikroskop elektron.
  • DNA probes.
  • Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari keenam teknik tersebut, sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat dan tepat dalam mendeteksi patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik PCR sudah banyak digunakan oleh masyarakat.
Sumber:
Dailami. D, A.S. 2002. Agar Ikan Sehat. Swadaya. Jakarta.

Effendi Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Swadaya. Jakarta

Selasa, 16 Februari 2016

Mengenal Jenis Virus Patogen pada Ikan

Mengenal Jenis Virus Patogen pada Ikan


Virus adalah organisme bertubuh kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata (patogen yang paling kecil). Untuk melihatnya diperlukan mikroskop elektron yang kepekaannya lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak mempunyai pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk dijadikan inang. Virus menyerang makhluk hidup, berkembang biak di dalam organisme inang dan pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada organisme inang.
Virus dapat memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang sekaligus memproduksi asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh inangnya, virus juga membentuk selubung protein yang disebut capsid yang berguna sebagai media pertahanan diri terhadap serangan organisme lain. Setiap virus memiliki bentuk capsid yang berbeda-beda. Virus mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal. Perbedaan Virus dengan mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada:
  • Diameter virus yang sangat kecil (kurang dari 300 nm)
  • Virus tidak dapat tumbuh pada media mati.
  • Sifat-sifat pertumbuhan (siklus hidup) virus didalam hospes (insang).
  • Virus hanya mempunyai materi genetik berupa DNA atau RNA saja, tidak pernah keduanya.
  • Asam nukleat virus bersifat infektif.
  • Virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri.
  • Virus tidak peka terhadap antibiotik.
Serangan virus membawa akibat kerusakan jaringan cukup luas dan membawa kematian dalam waktu yang relatif cepat. Infeksi oleh virus sering berlanjut pada infeksi sekunder yang dapat melemahkan tubuh ikan terutama ikan hias. Ada 3 (tiga) jenis virus yang sering ditemukan menyerang ikan, yaitu:
  1. Epithelioma papulasum
Virus ini sering menyerang ikan mas (Cyprinus carpio), Prussian carp (Carassius auratus) dan juga beberapa jenis ikan hias. Serangan virus ini akan menyebabkan penyakit cacar, sehingga pada tubuh ikan timbul bercak-bercak putih seperti susu yang secara perlahan-lahan akan membentuk lapisan lebar mirip kaca atau lemak dengan ketebalan antara 1-2 mm. Jika serangannya gencar, maka dalam waktu yang singkat lapisan ini akan menutupi seluruh permukaan tubuh ikan. Serangan virus ini menimbulkan gejala penyakit cacar. Pada tubuh ikan muncul bercak-bercak putih yang secara perlahan-lahan membentuk lapisan lemak yang berlendir dan transparan. Serangan virus ini dapat dikendalikan dengan zat arsenik yang telah dilarutkan ke dalam senyawa arycil. Kemudian suntikan larutan tersebut kedalam tubuh ikan yang berukuran besar.

Penyakit Cacar pada Ikan Mas
  1. Hervesvirus
Virus ini sering menyerang ikan hias jenis catfish (berbagai jenis lele) sehingga penyakit yang ditimbulkannya lebih dikenal dengan nama Channel Catfish Virus Disease (CCVD). Infeksi CCVD disebabkan oleh virus Herpervirus, dan termasuk jenis penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian massal pada lele, terutama perioda pemeliharaan benih. Penyebaran penyakit ini dapat melalui induk atau pada saat pengangkutan. Serangannya dapat menimbulkan kematian secara massal. Langkah awal untuk mencegah serangan virus ini adalah memberikan suntikan imunisasi hervesvirus yang telah dilemahkan. Selain itu dapat dilakukan tindakan pencucian kolam dengan menggunakan klorin.

Serangan Herpes Virus pada Ikan Lele
  1. Limfosistis
Limfosistis merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh sejenis virus. Penyakit ini dapat menyerang sejumlah besar ikan, akan tetapi serangannya biasanya terbatas pada jenis-jenis ikan yang telah mengalami evolusi lanjut, seperti keluarga cichlid. Penyakit ini tidak menyerang golongan cyprinid maupun catfish. Virus limfosistis pada dasarnya akan menyerang sel-sel ikan sehingga sel tersebut akan membesar 50 hingga 100000 kali dari ukuran normalnya. Pada saat infeksi berlangsung, sel-sel disekitar sel yang terinfeksi akan dapat pula terserang dan membesar sehingga akan membentuk kumpulan sel-sel berukuran besar yang mengandung banyak virus dan membentuk bintil berwarna putih. Infeksi penyakit pada umumnya diawali dengan munculnya bintil kecil berwarna putih, atau abu-abu atau kadang-kadang merah jambu. Munculnya terutama pada bagian sirip. Tidak tertutup kemungkinan mereka muncul dibagian tubuh lainnya.

Limfosistis pada Ikan Budidaya
Penyakit limfosistis disebabkan oleh sejenis Iridovirus (kelompok virus DNA). Virus ini memiliki ukuran 180-200 mikron sehingga cukup sulit untuk dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa. Sejauh ini belum diketahui pengobatan yang tepat untuk mengatasi limfosistis. Meskipun demikian, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang berakibat fatal.Ikan yang terserang harus dilolasi untuk mencegah terjadinya penularan, sampai penyakit tersebut hilang. Ikan yang terserang biasanya akan menjadi kebal sehingga tidak akan terinfeksi kembali. Ikan harus tetap dikarantina hingga sekitar 2 bulan setengah penyakit hilang dari ikan yang bersangkutan. Satu-satunya cara agar limfosistis tidak sampai menyerang ikan adalah dengan melakukan karantina yang memadai. Penyakit ini biasanya baru terlihat 10 hari hingga 2 bulan setelah infeksi. Meskipun demikian, karantina bagi limfosistis tidak perlu dilakukan pada ikan-ikan yang tidak dapat terserang seperti ikan dari famili cyprinid. Ikan-ikan yang telah mengalami kontak dengan ikan terinfeksi disarankan untuk dikarantina selama 2 bulan, sampai dipastikan bahwa infeksi tidak terjadi.
Sumber:
Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Sabtu, 13 Februari 2016

Mengapa Ikan Sakit?




Tahukah anda kenapa ikan sakit??? Pertanyaan ini muncul ketika kita menemukan kejadian yang berbeda dari kondisi ikan yang sehat. Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal yang menakutkan bagi pembudidaya. Karena hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih sampai dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan berganti dengan kerugian jika ikan terkena penyakit. Penyakit ikan terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau berkembang biak. Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh ikan.
Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit. Jika pertahanan tubuh inang lemah dan patogen yang terdapat dalam tubuh inang banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan mendukung untuk meningkatkan ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan muncul karena patogen tidak dapat berkembang biak.
Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen tersebut di atas. Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan di kolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam. Sebagai contoh, serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp. pada usaha budidaya air tawar di tahun 1980-an yang telah menimbulkan kematian puluhan ton ikan air tawar di Jawa Barat. Kasus serangan penyakit yang terbaru adalah timbulnya penyakit Koi Herves Virus (KHV) yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan Ikan mas di Pulau Jawa pada tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan kolam, sehingga keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu.
Infeksi KHV yang bermula terjadi di Pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan Kalimantan Selatan. Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah menyerang ikan mas pada kegiatan budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya larangan untuk mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan karantina ikan. Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit (yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan dalam diagram Venn pada gambar dibawah ini.

Hubungan antara parasit, ikan (host), dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit
Inang dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: umur dan ukuran, jenis, daya tahan tubuh dan status kesehatan ikan. Pada kondisi normal, ketiga faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu menjaga keseimbangan. Ikan yang kita budidayakan akan memanfaatkan makanan yang berasal dari makanan yang bermutu, sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi dalam rangka melanjutkan keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan lingkungan sekitarnya dengan baik. Terjadinya serangan penyakit pada ikan merupakan akibat adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor di atas.
Jasad patogen biasanya akan menimbulkan gangguan sehingga terjadi perubahan pada kondisi lingkungan yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh ikan (ikan menjadi stress). Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat menyerang pada semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk. Penyakit yang biasa menyerang benih ikan biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran yang besar biasanya yang menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan. Penjelasan dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut:
  1. Ikan
Ikan merupakan sasaran atau inang dari penyakit. Ikan sehat memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit dengan adanya mekanisme pertahanan diri. Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit tergantung pada kesehatan ikan dan lingkungan. Jika kesehatan ikan menurun atau kondisi lingkungan kurang menunjang, maka ikan akan mengalami stres, sehingga menurunkan kemampuannya mempertahankan diri dari serangan penyakit.
Stres terjadi jika suatu faktor lingkungan (stressor) meluas atau melewati kisaran toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi fisiologis pada ikan tersebut. Pengaruh stres terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara hormonal. Ikan stres mempunyai respon hormonal, contohnya dapat berupa hormon esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak), atau hormon adrenaline dan respon seluler (phagocytic) relatif rendah, sehingga tidak mempunyai ketahanan yang memadai terhadap serangan penyakit. Penyebab stres pada ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia, lingkungan dan biologis. Penyebab stres ini dapat langsung mempengaruhi ikan atau secara tidak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang dipelihara atau dibudidayakan.
Stres kimia disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit. Konsentrasi sublethal dari insektisida, pestisida maupun logam berat juga dapat dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya stres kimia. Beberapa parameter yang dapat menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain adalah temperatur yang ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya yang berlebihan, fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer. Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas parasit eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab terjadinya stres biologi. Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan.
  1. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor: 1) fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air); 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat); 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama); dan 4) prosedural budidaya (penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah, pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut General Adaptive Syndrome (GAS). Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan kualitas suatu perairan adalah:
a. Oksigen
Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
b. Karbondioksida
Karbondioksida adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Adanya gas karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan tersebut. Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat diabaikan.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air tempat hidup. Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan. Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel: Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
Pengaruh Terhadap Ikan
4-5
Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi
4-6,5
Pertumbuhan lambat
6,5-9
Baik untuk produksi
> 11
Tingkat alkalinitas mematikan
d. Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis.
e. Ammonia
Pada suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati. Ammonia dengan konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat menyebabkan terjadinya New Tank syndrome yaitu kondisi tidak stabil terhadap perubahan lingkungan.
Konsentrasi ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapt mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang. Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil oksigen dari lingkungannya. Efek keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air. Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya kematian akan terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
f. Temperatur
Temperatur memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO), konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal. Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
  1. Organisme Parasit
Penyakit ikan yang disebabkan oleh organisme parasit umumnya menimbulkan kerugian cukup besar. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan yang lain secara langsung dimana organisme parasit sering menyebabkan infeksi sekunder. Tubuh ikan dapat terluka karena gesekan dengan benda keras atau berhasil meloloskan diri dari serangan hama. Tetapi jika terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi sekunder yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi. Jika tidak ditangani segera tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus misalnya melalui luka yang ditimbulkan olehnya. Dengan demikian, pembudidaya tidak akan membuat kesalahan dalam menduga penyebab timbulnya penyakit tersebut. Infeksi sekunder yang disebabkan oleh organisme parasit telah terbukti telah menimbulkan banyak kematian pada ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan tingkat serangan dari parasit. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
  1. Faktor Biologis meliputi umur, stres, nutrisi dan tingkat kepadatan yang tinggi.
  • Umur: Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap penyakit. Ikan yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit dibanding ikan dewasa. Kondisi ini dikarenakan daya tahan tubuh dan perkembangan sistem kekebalan pada tubuh ikan belum sempurna sehingga belum banyak memproduksi anti bodi). Sebagai contoh benih ikan sangat rentan terhadap parasit protozoa.
  • Stres: kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang mengalami perubahan kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres pada ikan. Tingkat imunitas pada ikan dapat menurun bila ikan mengalami stres sehingga ikan lebih rentan terhadap penyakit. Ikan yang lemah akan mengalami serangan parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi serangan sekunder oleh patogen lainnya seperti bakteri atau virus melalui jaringan kulit yang rusak.
  • Nutrisi: Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang cukup maka sistem kekebalan akan menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan parasit. Pakan pada awal hidup ikan sangat penting untuk membantunya selamat dari serangan parasit.
  • Tingkat Kepadatan Yang Tinggi : Tingkat kepadatan ikan yang tinggi mampu menimbulkan stres dan peluang menyebarnya parasit. Transmisi langsung dari ikan ke ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda monogenea. Sangat lebih mudah bagi parasit untuk menemukan inang pada kolam yang padat ikan dan hal ini memungkinkan parasit untuk berkembang secara pesat.
  1. Faktor Lingkungan meliputi salinitas, kualitas air dan jenis sistem akuakultur.
  • Salinitas : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang bersalinitas tinggi (air laut). Salinitas adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat sebanyak 5 ppt.
  • Kualitas Air : Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi dan keberadaan bakteri akan menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi ikan dan menimbulkan stres.
  • Jenis Sistem Akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang berbeda. Sistem akuakultur seperti karamba yang menampung ikan dengan jumlah yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi ektoparasit yang mempunyai siklus hidup langsung. Kolam tanah adalah lingkungan yang lebih kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat bereproduksi di sela tanaman air. Lumpurnya sendiri bisa menjadi reservoir untuk dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang perantara dari Digenea Trematoda. Semakin besar kolam akan semakin sulit untuk mengatasi populasi parasit.
Serangan organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan dari daerah lain misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru. Dalam kondisi lingkungan kolam yang baik, organisme parasit yang ada di kolam maupun di tubuh ikan tidak mampu menyebabkan timbulnya penyakit. Akan tetapi jika kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan cenderung menurun dan perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik. Adanya serangan parasit yang dapat menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Contoh ikan yang diserang Parasit
Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pada kolam yang kurang terawat sering terjadi wabah penyakit, sebab pada kolam semacam ini kondisi tubuh ikan menjadi lemah sehingga tidak akan mampu menahan serangan organisme. Semoga informasi ini dapat berguna. Terimakasih (NDK).


Sumber:
Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta.