Rabu, 28 Maret 2018

PENERAPAN TEKNOLOGI BIOFLOC DALAM KEGIATAN BUDIDAYA INTENSIF RAMAH LINGKUNGAN


A.    Latar Belakang
Menurut  The State of Fisheries and Aquaculture 2008, FAO melaporkan bahwasanya kegiatan Aquaculture dunia meningkat dari tahun 2002-2006. Kontribusi kegiatan budidaya sekitar 46 % dari produksi total perikanan dunia. Fenomena lain menunjukkan kegiatan penangkapan mulai menurun dari waktu kewaktu. Produksi ikan tangkap mulai menurun dikarenakan beberapa faktor diantarannya sumber daya ikan yang mulai sedikit dan adanya over fishing diberbagai perairan dunia. Di Indonesia sendiri kegiatan budidaya mulai mengalai peningkatan yang cukup signifikan. 

Kegiatan budidaya khususnya di Indonesia terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. Maka dari itu, penerapan sistem budidaya intensif dan ramah lingkungan sangat diperlukan guna meningkatkan produksi.  Permasalahan utama dalam akuakultur sistem intensif telah menarik perhatian tidak hanya para pelaku kegiatan akuakultur tetapi juga para stakeholder lainnya seperti para pemerhati lingkungan (Allsopp et al., 2008). Lebih jauh lagi, penerapan best aquaculture practices dalam sertifikasi produk akuakultur yang diekspor, mensyaratkan praktek akuakultur yang ramah lingkungan. Sehingga perkembangan teknologi akuakultur saat ini difokuskan pada pemecahan masalah tersebut di atas. Menurut Anonim (2012) Biofloc adalah pemanfaatan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) untuk pengolahan limbah. Investigasi pertama terhadap penerapan Biofloc/activated sludge adalah sejak tahun 1941 pada pengolahan air limbah di Amerika, untuk mensubtitusi penggunaan plankton pada tahap treatment biologi yang dinilai lamban dalam uptake nutrien dan oksidasi nitrogen (ammonia, nitrit ) serta ketidakstabilannya dalam proses. Perkembangan yang sama terjadi pada industri akuakultur, penerapan BFT ( Bio Flock Technology ) mulai digunakan menggantikan sistem RAS ( Recirculating Aquaculture System ) yang menggunakan pengenceran air yang banyak untuk pengenceran plankton.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui penerapan teknologi biofloc untuk budidaya intensif yang ramah lingkungan
2.      Mengetahui penerapan budiya dengan sistem bifloc untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas air.
C.     Manfaat
Manfaat dari seminar ini adalah agar dapat mengetahui bagaimana penerapan system budidaya ikan dengan teknik biofloc yang ramah lingkungan
D.    Metodologi
Metode yang digunakan dalam seminar ini dengan menggunakan metode tinjauan pustaka. Dengan cara mencari jurnal-jurnal, literatur, buku dan sebagainya.

II. PEMBAHASAN
A.      Nitrogen dalam sistem akuakultur
Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang biasanya mengandung protein dengan kisaran 13 - 60% (2 - 10% N) tergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur (Avnimeleeh & Ritvo, 2003; Gross & Boyd 2000; Stickney, 2005). Dari total protein yang masuk ke dalam sistem budidaya, sebagian akan dikonsumsi oleh organisme budidaya dan sisanya terbuang ke dalam air. Protein dalam pakan akan dicerna namun hanya 20 - 30% dari total nitrogen dalam pakan dimanfaatkan menjadi biomasa ikan (Brune et al., 2003). Katabolisme protein dalam tubuh organisme akuatik menghasilkan ammonia sebagai hasil akhir dan diekskresikan dalam bentuk ammonia (NH3) tidak terionisasi melalui insang (Ebeling et al., 2006; Hargreaves, 1998). Pada saat yang sama, bakteri memineralisasi nitrogen organik dalam pakan yang tidak termakan dan feses menjadi ammonia (Gross and Boyd, 2000).
B.       Teknologi Bioflok
   Bioflok atau Flok merupakan istilah bahasa slang dari istilah bahasa baku “Activated Sludge” (“Lumpur Aktif”)      yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological wastewater treatment ). Investigasi pertama terhadap penerapan Biofloc/activated sludge adalah sejak tahun 1941 pada pengolahan air limbah di Amerika, untuk mensubtitusi penggunaan plankton pada tahap treatment biologi yang dinilai lamban dalam uptake nutrien dan oksidasi nitrogen (ammonia, nitrit ) serta ketidakstabilannya dalam proses. Perkembangan yang sama terjadi pada industri akuakultur, penerapan BFT ( Bio Floc Technology ) mulai digunakan menggantikan sistem RAS ( Recirculating Aquaculture System ) yang menggunakan pengenceran air yang banyak untuk pengenceran plankton. (Anonim, 2012)
Tidak semua bakteri dapat membentuk bioflocs dalam air, seperti dari genera Bacillus hanya dua spesies yang mampu membentuk bioflocs. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat ( PHA ), terutama yang spesifik seperti poli βhidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflocs.  Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton.
Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya:
-       Zooglea ramigera
-        Escherichia intermedia
-        Paracolobacterium aerogenoids
-        Bacillus subtilis
-        Bacillus cereus
-        Flavobacterium
-        Pseudomonas alcaligenes
-        Sphaerotillus natans
-        Tetrad dan Tricoda
         Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengalasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pcngolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006; de Schryver et al., 2008). Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Secara teoritis, pemanfaatan N oleh bakteri heterotrof dalam sistem akuakultur disajikan dalam reaksi kimia berikut (Ebeling et al., 2006): 
C5H7O2N + 6.06H2O + 3.07CO2 "NH4+ + 1.18C6H12O6 + HC03- +  2.06O2
Melihat persamaan tersebut maka secara teoritis untuk mengkonversi setiap gram N dalam bentuk ammonia, diperlukan 6,07 g karbon organik dalam bentuk karbohidrat, 0,86 karbon anorganik dalam bentuk alkalinitas dan 4,71 g oksigen terlarut. Dari persamaan ini juga diperoleh bahwa rasio C/N yang diperlukan oleh bakteri heterotrof adalah sekitar 6.
C.       Aplikasi teknologi bioflok dalam akuakultur
1.        Aplikasi
Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi ammonia dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al. (2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat daripada oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi de Schryver et al. (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4/L hingga 98% dalam sehari.
2.        Pembentukan Biofloc
Pembibitan bioflocs skala kecil dilakukan secara in door, dalam wadah fermentasi tertentu baik dalam drum atau bak fiber. Ke dalam air bersih ( tawar atau asin ) ditambahkan pakan udang dengan konsentrasi 1% , berikut 1% nutrient bakteri yang berupa campuran buffer pH, osmoregulator berupa garam isotonik, vitamin B1, B6, B12 , hormon pembelahan sel dan precursor aktif yang merangsang bakteri untuk mengeluarkan secara intensif enzim, metabolit sekunder dan bakteriosin selama fermentasi berlangsung (nutrient Bacillus spp. 1strain®) serta bibit bakteri baik dari isolat lokal atau bakteri produk komersil berbasis Bacillus spp. yang pasti diketahui mengandung paling tidak bacillus subtilis, sebagai salah satu bakteri pembentuk bioflocs. Campuran diaerasi dan diaduk selama 2448 jam, diusahakan pH bertahan antara 6,0 7,2 sehingga bacillus tetap dalam fasa vegetatifnya, bukan dalam bentuk spora dan PHA tidak terhidolisis oleh asam, sehingga ukuran partikel bioflocs yang dihasilkan berukuran besar, paling tidak berukuran sekitar 100 μm (Anonim, 2012).


3.        Kondisi yang mendukung pembentukan Bioflocs
a.        Aerasi dan pengadukan (pergerakan air oleh aerator)
Oksigen jelas diperlukan untuk pengoksidasian bahan organik (COD/BOD), kondisi optimum sekitar 45 ppm oksigen terlarut. Pergerakan air harus sedemikian rupa, sehingga daerah mati arus (death zone) tidak terlalu luas, hingga daerah yang memungkinkan bioflocs jatuh dan mengendap relatif kecil.
b.         Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida menjadi salah satu kunci terpenting bagi pembentukan dan pemeliharaan bioflocs. Bakteri gram negatif non pathogen seperti bakteri pengoksidasi sulfide menjadi sulfat ( Thiobacillus, photosynthetic bacteria seperti Rhodobacter), bakteri pengoksidasi besi dan Mangan ( Thiothrix ) dan bakteri pengoksidasi ammonium dan ammonia ( Nitrosomonas dan Nitrobacter ) memerlukan karbon dioksida untuk pembentukan selnya, mereka tidak mampu mengambil sumber karbon dari bahan organic semisal karbohidrat, protein atau lemak. Termasuk juga Zooglea, Flavobacterium, tetrad/tricoda dan bakteri pembentuk bioflocs lainnya. Bahkan Bacillus sendiri, sebagai pemanfaat karbon dari bahan organik dan menghasilkan gas karbon dioksida sebagai hasil oksidasinya, memerlukan karbondioksida dalam pernafasan anaerobnya ketika melangsungkan reaksi denitrifikasi.
 Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLBNRzICoZOUcNATwc-2MI8byvtLtHu79BzEEdkDBdAG3KXhKry7z-xp7iKG3ITmc-nWl_XoLTcUyaaUeKHGJNVnQlBl8kMVXmEgohF3Z1X9EeOOuK0u49Ksbj73DUK80uDctYDt21KOV9/s1600/bioflog+wrdesa.jpg 
Penerapan system bioflock dalam budidaya intensif
Penerapan budidaya intensif dengan teknologi bioflok menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok. Penerapan budidaya nila dengan teknologi bioflok dari grafik diatas menggambarkan bahwasanya pemberian kanji sebagai bahan pembentuk flok sangat mempengaruhi kualitas air. Terlihat dari grafik 1 bahwasanya formulasi pakan dengan adar protein 23% dengan penambahan tepung kanji 5% menghasilkan kandungan nitrogen yang paling rendah jika dibanding kan dengan perlakuan lain. Perlakuan pemberian pakan dengan protein 30% tanpa adanya tambahan tepung kanji menunjukkan hasil yang paling rendah dimana kandungan nitrogen dalam perairan paling tinggi yaitu sebesar 30 mg/ml. (Avnimelech et al, 2009)

BIOFLOC ATAU FLOK DALAM PERIKANAN BUDIDAYA
            Biofloc berasal dari dua kata yaitu Bio “kehidupan” dan Floc “gumpalan”. Sehingga biofloc dapat diartikan sebagai bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan-gumpalan. Gumpalan tersebut terdiri dari berbagai mikroorganisme air termasuk bakteri, algae, fungi, protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus. Ada yang bilang bahwa biofloc adalah suatu bentuk ikatan oleh mikroorganisme pada saat tumbuh dimana aktivitas pengikatan ini tergantung pada jenis mikroorganismenya.
            Biofloc merupakan flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air. 
Teknologi biofloc adalah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) banyak diaplikasikan disistem pengolahan air limbah industri dan mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur.
    Prinsip Dasar Biofloc Mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa kabon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa sludge berupa bioflocs dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer poli hidroksi alkanoat sebagai ikatan bioflocs.
    Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non pathogen, memiliki kemampuan mensintesis PHA, memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin terhadap bakteri pathogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan mudah dibiakkan di lapangan. Tidak semua bakteri dapat membentuk biofloc dalam air, seperti dari genera Bacillus sp hanya dua spesies yang mampu membentuk biofloc. 
    Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli βhidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk biofloc. Biofloc terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton (www.aiyushirota.com).
 Bakteri yang mampu membentuk
bioflocs diantaranya: 
· Bacillus cereus 
· Bacillus subtilis 
· Escherichia intermedia 
· Flavobacterium 
· Paracolobacterium aerogenoids · Pseudomonas alcaligenes 
· Sphaerotillus natans 
· Tetrad dan Tricoda 
· Zooglea ramigera 
    Beberapa bakteri pembentuk floc yang sudah teruji diaplikasikan dilapangan adalah
-  Achromobacter liquefaciens, 
-  Arthrobacter globiformis, 
 - Agrobacterium tumefaciens dan 
- Pseudomonas alcaligenes. 
Bakteri lain dapat ikut membentuk biofloc setelah exopolisakarida dibentuk oleh bakteri pembentuk floc sebagai inti floc-nya. 
   Bakteri yang dapat ikut membentuk biofloc misalnya Bacillus circulans, Bacillus coagulans dan Bacillus licheniformis. Bakteri yang ikut membentuk floc ini mempunyai fungsi dalam siklus nutrisi didalam sistem biofloc. Bakteri ini disebut sebagai bakteri siklus fungsional, misalnya Bacillus licheniformis yang berperan dalam siklus nitrogen. 
   Biofloc di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih merupakan bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi. Formasi bioflok ini terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu.
  Factor yang mempengaruhi system bioflok adalah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio dan C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio dan C/N rasio maka floc yang terbentuk akan semakin baik. Untuk mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk memperbesar N dilingkungan tambak tidak mungkin dilakukan karena menambah ammonia dalam tambak akan membahayakan udang, jalan terbaik adalah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate. 
  Sedangkan untuk mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsure karbon organik, misalnya molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya sudah ada unsure C yaitu karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk mencapai C/N rasio diatas 20. 
Sistem biofloc dapat meminimalkan ganti air karena dalam bioflok terdapat proses siklus “auto pemurnian air” (self purifier) yang akan merubah sisa pakan dan kotoran, gas beracun seperti ammonia dan nitrit menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Dengan meminimalkan ganti air maka peluang masuknya bibit penyakit dari luar dapat diminimalkan. Sistem biofloc lebih stabil dibandingkan dengan system probiotik biasa dikarenakan biofloc merupakan bakteri yang tidak berdiri sendiri, melainkan berbentuk floc atau kumpulan beberapa bakteri pembentuk floc yang saling bersinergi. Sedangkan system probiotik biasa bakteri yang ada ditambak merupakan sel-sel bakteri yang berdiri sendiri secara terpisah di air, sehingga apabila ada gangguan lingkungan atau gangguan bakteri lain maka bakteri akan cepat kolaps.
     Pada System Bio-Flock Technology (BFT) sangat tergantung pada :
 · Mikroba (terutama bakteri heterotrof)
 · Plankton
 · Bahan organik dalam air
      Indikator Keberhasilan Pembentukan Biofloc (www.aiyushirota.com)
    Biofloc terbentuk, jika secara visual di dapat warna air kolam coklat muda (krem) berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (7,2-7,8) dengan kenaikan pH pagi dan sore yang kecil rentangnya kecil yaitu (0,02-0,2). Mulai terjadi penaikan dan penurunan yang dinamis nilai NH4+, ion NO2‐ dan ion NO3‐ sebagai indikasi berlangsungnya proses Nitrifikasi dan Denitrifikasi. Untuk 30 hari pertama DOC merupakan masa krusial bagi tahap pembentukan Bioflocs, penerapan “minimal exchange water” pada fase ini sangat menentukan. Lebih baik menghindari penggantian air dalam jumlah besar pada masa ini. Penambahan air hanya untuk penggantian susut karena penguapan dan perembesan saja. Atau menambah secara perlahan ketinggian air dari awal tebar 120 cm menjadi 150 cm secara bertahap  selama 30 hari.
  Permasalahan dalam Sistem Biofloc (
www.aiyushitota.com) 
a)      Flocs di kolam berbusa 
Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri berfilamen yang menempel pada biofloc.
  Untuk itu ditebar 10 ppm Kalsium peroksida, ikuti dengan menahan pergantian air selama 5
6 hari sambil dilakukan penambahan 20 ppm CaCO3/ kaptan per harinya, jika pada hari ke 6 busa masih ada, tebar 10 ppm Kalsium Peroksida lagi, pada hari ke 7 air mulai dimasukkan ke dalam kembali, dan ketinggian air dipulihkan ke ketinggian semula.
b)      Biofloc terlalu pekat
    Lakukan pengenceran secara over flow, pipa pengeluaran dipotong sama rata dengan ketinggian air di dalam kolam. Biarkan air yang masuk menyebabkan air tumpah keluar lewat pipa pembuangan yang telah dipotong sama rat dengan ketinggian air di dalam kolam.
c)      Biofloc ketebalannya berkurang (normal 1020 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke hijau   
Hentikan pengenceran, tahan air selama 56 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green algae. Pada hari ke 7 sirkulasi/ pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.
d)     Biofloc ketebalannya berkurang (normal 1020 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah
  Hentikan pengenceran, tahan air selama 56 hari, aplikasikan CaCO3 / kaptan 20 ppm setiap harinya dan 12 x treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi/pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.
e)      Warna hijau biru (BGA) atau merah (Dinoflagellata) tetap ada setelah 56 hari
Treatment Berlakukan pola sistem “minimal exchange water” terhadap kolam tersebut, hindari pengenceran/ sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang hilang/susut akibat penguapan, perembesan dan susut air akibat pembuangan lumpur rutin harian saja
Budidaya Udang System Semibioflock
 • Budidaya dengan sistem Bio-Floc adalah mengembangkan komunitas bakteri di dalam tambak
 • Menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton) karena tidak tergantung sinar matahari
 • Kualitas air lebih stabil sehingga penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan
lumpur
• Dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen 
• Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc 
• Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam merombak limbah nitrogen 10 – 100x lebih efisien daripada algae
• Dapat bekerja siang maupun malam dan dipengaruhi cuaca 
• Dapat merubah limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi ikan dan udang
     Komposisi Mikrobial Biofloc
  Komposisi                            Kadar                 Rata-rata
 -  Protein                         31,5% -  22,5% 
 - Bahan Organik             78 %-  66%                 72 % 
 - Abu                              21 % - 32 %                26 %
-  Protein                          51 % - 35 %                43 %
-  Lemak                          10 % -  15 %               12,5 %
-  Arginine                        2,3 % - 1,61 %             1,95 % 
- Methionine                     0,61 % -  0,35 %          0,48 % 
- Lysine                               2,5 - 1,7                       2,1      
Sumber : (McIntosh, 2000) 

Komposisi Nutrient Mikroba Biofloc
Nutrient                                              Kisaran                   Mean Suspended 

- microbial floc (mg/l)                         87,3 – 200,8                            157
-  Moisture (%)                                    5,9 – 7,3                                  6,6  
- Crude protein (Nx6,25)(%)              29,2 – 34,3                              31,2 
- Crude lipid (%)                                 2,5 – 2,6                                  2,6 –
- Cholesterol (mg/ kg)                    470 – 490                                     480 
- Ash (%)                                       25,5 – 31,8                                    28,2 
- Gross energy (MJ/kg)                   10,3 - 12,8                          12 
- Sodium (%)                                      0,41 - 4,31                               2,75   
- Calcium (%)                                 0,56 - 2,86                                    1,70
- Phosphorus (%)                                 0,36 - 2,12                           1,35 
- Potassium (%)                                   0,13 - 0,89                           0,64
-  Magnesium (%)                                0,12 - 0,45                           0,26 
- Zinc (mg/kg)                               78,3 - 577,9                         338
- Iron (mg/kg)                                      170,8 - 521,0                           320
- Manganese (mg/kg)                     8,9 - 46,8                                      28,5 
- Boron (mg/kg)                                  8,8 - 45,7                                 27,3
-  Copper (mg/kg)                          3,8 - 88,6                                      22,8   
Sumber : (Tacon, 2002)

  Komposisi Asam Amino Mikroba Biofloc
  Asam Amino                                     Kisaran                Rata- Rata 
- Methionine + Cystine (%)            0,86 – 0,93                    0,89 
- Phenylalanine + Tyrosine (%)       2,41 – 2,54                    2,48
-  Isoleucine (%)                             1,21 – 1,26                   1,24 
- Leucine (%)                                 1,78 – 1,97                   1,87
-  Histidine (%)                               0,43 – 0,45                   0,44 
- Threonine (%)                              1,44 – 1,50                   1,47 
- Lysine (%)                                    0,90 – 0,96                   0,93 
- Valine (%)                                    1,66 – 1,80                    1,73
-  Arginine (%)                               1,46 – 1,63                     1,54
-  Tryptophan (%)                          0,18 – 0,22                     0,20 
- Total essential amino acids           24,5 – 26,3    25,4 
Sumber(Tacon,2002) 
 Mikroba Biofloc dapat Digunakan sebagai Pakan.
 Hal ini dikarenakan :
• Mengandung nutrien yang cukup tinggi seperti protein dan mineral 
• Tidak memerlukan pakan yang memiliki protein tinggi
• Dapat menghemat pakan dan menurunkan nilai FCR pakan 

Hal-hal yang perlu Diperhatikan dalam Sistem Biofloc 
• Bahan organik harus cukup (TOC > 100 mgC/L) dan selalu teraduk
• Nitrogen disintesis menjadi mikrobial protein dan dapat dimakan langsung oleh udang dan ikan
• Perlu disuplay C organik (molase, tepung terigu, tepung tapioka) secara kontinue atau sesuai dgn amonia dalam air 
• Oksigen harus cukup serta alkalinitas dan pH harus terus dijaga Keuntungan Sistem Biofloc (Suprapto, 2007)
• pH relatif stabil   pH nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak (NH3) relatif kecil
• Tidak tergantung pada sinar matahari dan aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah.
• Tidak perlu ganti air (sedikit ganti air) sehingga biosecurity (keamanan) terjaga
• Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang dan dijadikan makanan alami berprotein tinggi 
• Lebih ramah lingkungan.


Kekurangan Sistem Biofloc (Suprapto, 2007)

• Tidak bisa diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air
• Memerlukan peralatan/aerator cukup banyak sebagai suply oksigen Aerasi harus hidup terus (24 jam/ hari)
• Pengamatan harus lebih jeli dan sering muncul kasus Nitrit dan Amonia
• Bila aerasi kurang, maka akan terjadi pengendapan bahan organik. Resiko munculnya H2S lebih tinggi karena pH airnya lebih rendah. 
• Kurang cocok untuk tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar kompak (dasar berbatu / sirtu, semen atau plastik HDPE)
• Bila terlalu pekat, maka dapat menyebabkan kematian bertahap karena krisis oksigen (BOD tinggi).
• Untuk itu volume Suspended Solid dari floc harus selalu diukur.Bila telah mencapai batas tertentu, floc harus dikurangi dengan cara konsumsi pakan diturunkan. 

Daftar Pustaka :  Indonesianaquaculture.
www.aiyushirota.com.
Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotroph dengan Bioflocs. Suprapto. 2007.
Pemahaman Bio- Floc Technology : Teknik Budidaya alternatif. Disampaikan dalam Seminar Temu Akhir Tahun 2007.

http://zaedkfc.blogspot.com/2012/11/penerapan-teknologi-biofloc-dalam.html?spref=fb

Kamis, 15 Maret 2018

Cara Supaya Bibit Lele Dapat Besar Merata Hingga Panen Dan Pakan Organik Terapung



Cara Supaya Bibit Lele Dapat Besar Merata Hingga Panen Dan Pakan Organik Terapung

Oleh : Agus Setiawan
Dari : Pengalaman pribadi & beberapa Sahabat Tani Ikan Air Tawar & Tambak


Dalam berbudidaya ikan air tawar pada umumnya dan ikan lele pada khususnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya bibit lele dapat tumbuh dengan merata hingga panen.
Tidak ada sebagian tumbuh besar dan sebagian lagi lambat pertumbuhannya.
Tidak ada yang tumbuh besar hanya kepalanya saja atau badannya saja.
Segala kejadian itu pasti hampir semua pembudidaya lele / Sahabat Tani Lele pernah mengalaminya bukan ?!
Kejadian kegagalan budidaya itu disebabkan oleh beberapa sebab, mulai dari kualitas bibit ikan itu sendiri hingga pola pemberian pakan. Dari pengalaman budidaya ikan pribadi dan beberapa sumber sahabat lele dapat diketahui supaya bibit lele dapat tumbuh besar merata hingga panen ialah sebagai berikut.

1. Bibit Lele Yang Berkualitas
Asal bibit, untuk sekarang ini sudah banyak sekali jenis-jenis induk lele yang sudah bersertifikat, misalnya lele sangkuriang, phyton, masamo, mutiara dan lain-lain.
Dalam hal ini sebenarnya tidak mempermasalahkan jenis induk, karena untuk jenis-jenis induk sekarang banyak yang sudah diuji dan bagus.
Untuk hal yang paling penting ialah bagaimana mendapatkan bibit yang kualitas 1 atau 2 biasanya pertumbuhan lele saat dari ukuran "1-2 cm" “2-3 cm” hingga "3-5cm" "5-6 cm” pasti tidak merata, jika di sortir akan menjadi 3 ukuran pasti.
Nah, langkah pertama adalah carilah pembibit yang jujur, yang Anda kenal / tahu kualitasnya dan bersertifikat, minta bibit hanya sortiran pertama atau kedua saja. INGAT, yang pertama atau kedua saja !
Karena kalau yang sudah kesekian kali, BIASANYA bibit lele pertumbuhannya cenderung sangat lambat, tentu itu akan sangat mempengaruhi sekali waktu saat panen lele. Tapi kualitas bibit yang baik biasanya harganya juga berbeda dengan yang dipasaran. Minimal untuk ukuran pada bibit lele yakni "4-6 cm" , "6-7 cm" atau ukuran "5-7 cm" , "7-8 cm", dengan semakin besar untuk ukuran bibit lele maka semakin lebih mudah juga dalam perawatannya.
Pada saat sebelum membeli bibit lele sempatkanlah melihat, lihat kondisi bibit lele apakah sehat/stres/sakit.
Tips untuk melihat ciri bibit lele yang sehat & bagus untuk budidaya yaitu :
~ Yang aktif berenang
~ Tidak terlihat diam & menggantung
~ Warna tubuh cenderung hitam cerah / abu abu cerah
~ Tidak menggerombol
~ Tidak sering muncul ke permukaan
~ Tidak ada noda putih atau tidak ada goresan di badan lele
~ Dan lain lain
Maka cermatilah dalam membeli bibit lele, karena ketika kita membeli bibit yang tidak sehat, setidaknya kita harus memerlukan waktu 3-7 hari supaya lele dapat beradaptasi di kolam yang baru. Kalau tidak dapat menangani bahkan 90% bibit lele akan mati.
● Dalam Proses Pemberian Pakan
Untuk cara dalam pemberian pakan akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan lele. Dalam pemberian pakan ditakar sesuai kebutuhan bibit lele, untuk pemberian pakan langsung di tebar di kolam, jangan di satu titik karena ini akan menyebabkan hanya lele di titik itulah yang paling banyak makan pelet.
Bibit lele yang terlalu makan banyak pelet juga akan bermasalah karena ikan air tawar / lele kesulitan mencerna pelet. Saran saya, dalam pemberian pakan / pelet lebih baik dicampur dengan menggunakan probiotik, karena pelet yang difermentasi dengan probiotik jika dimakan lele akan mudah dicerna dan nutrisinya lebih mudah terserap oleh tubuh lele. Ini akan sangat menguntungkan karena nutrisi tidak banyak terbuang percuma dan pertumbuhan lele semakin cepat dan masa panen lebih pendek.
Biasanya saya sendiri dan banyak sahabat budidaya lele menggunakan Probiotik yang sudah teruji dan terbukti hasilnya.
Kami menggunakan produk organik Probiotik NASA.
Alasan kenapa kami pakai Probiotik NASA itu adalah :
→ Kita bisa menghemat pakan
→ Terbukti menurunkan FCR. FCR merupakan konversi antara jumlah pakan dan daging yang dihasilkan setelah panen.
→ Air kolam tidak bau
→ Mampu meminimalkan pergantian air besar-besaran karena kualiatas air tetap terjaga.
→ Banyaknya plankton dan sumber makanan alami di kolam budidaya
→ Pertumbuhan dan kesehatan ikan / lele / lingkungan kolam yang stabil
→ Dan keuntungan lainnya

Nah berikut prosentase penyerapan nutrisi dengan probiotik dan yang tidak menggunakan yaitu:
● Pelet dengan probiotik / telah dipresentasikan dengan Probiotik yaitu nutrisi pelet yang terserap tubuh lele lebih dari 40% bahkan dengan kondisi tertentu hingga 70% jika sebelumnya pelet difermentasi minimal 12 jam.
● Pakan Tanpa probiotik, yaitu nutrisi pakan yang diserap tubuh ikan maksimal HANYA 40%.
Nah, jika Anda tertarik terjun ke dalam usaha budidaya yang khusus pembiakan dan pembesaran ikan, dalam hal ini harus ada perhitungan dan kemampuan yang cukup juga pertimbangan yang matang.
"Kenapa harus begitu ?"
Karena Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa yang Anda tangani ialah makhluk hidup dan makhluk hidup yang menjadi sumber penghasilan Anda.
Hal yang demikian inilah yang membuat Anda perlu extra berhati-hati dalam berbagai hal. Apabila dalam hal ini salah dalam penanganan bisa-bisa berujung pada gagal panen dan saya yakin bahwa Anda tentunya tidak ingin harapkan itu terjadi bukan ?!
"Lalu bagaimana caranya menyiasati hal itu agar saya dapat untung ?"
Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan, misal seperti menyiasati masalah pakan ikan air tawar / lele ini. Ada metode pemberian pakan ikan yang murah meriah dan tahan lama, yang mungkin bisa jauh mengurangi jumlah pengeluaran Anda untuk pakan.
Seperti saya dan beberapa sahabat tani lele sudah melakukannya dan saat ini saya ingin berbagi pengalaman kepada Anda & semoga bermanfaat ....
Pakan Terapung
Yang salah satu poin dalam membisnis yang terkait dengan ikan hidup terkait dengan jenis pakan. Ada beberapa jenis ikan yang masuk kedalam jenis pemakan permukaan air kolam dan ada pula yang makan di bagian bawah kolam.
Dari hal perbedaan perilaku ini, ada beberapa jenis ikan air tawar / lele akan mempunyai pengaruh pada pemberian makanan yang efektif. Walaupun demikian, bukan berarti anda perlu menuruti sifat alami ikan. Hal yang perlu diingat bahwa pakan ikan mudah tenggelam jika tidak habis dimakan oleh lele / ikan di kolam budidaya kita, justru malah menyebabkan penumpukan makanan di dasar kolam dan mengeluarkan amonia yang sangat beracun untuk ikan / lele.
Untuk alasan itulah dan untuk kelancaran dalam budidaya hingga menjaga kualitas ikan / lele budidaya kita, kita pakai sistem pakan Pelet Apung.
" Kenapa pakai sistem pakan pelet apung ?"
Karena sistem pelet apung ini tetap lebih baik, secara alami ikan lele yang lapar sekalipun akan memakan pakan yang terapung.
Lebih hemat dan dapat memangkas hampir sepertiga pengeluaran biaya pakan.
"Lalu bagaimana pembuatannya dan bahannya apa saja yang di butuhkan dalam sistem pakan apung ini ?"
Dalam hal ini dengan cara pembuatan yang biasa, setiap orang pastinya akan punya pelet yang murah bikinan sendiri atau pelet pabrik yang di jual di berbagai tempat.
Sayangnya pelet dasar ini biasanya susah untuk mengapungnya. Dengan demikian hal ini tidak lepas dari bentuk bahan yang akan dipilih.
Disini saya katakan bahan yang "dipilih" karena kita akan membuat sendiri pelet ikan / lele ini.
Untuk pelet apung, setidaknya semua bahan harus sudah berbentuk bubuk atau tepung dulu. Apabila sebelumnya Anda menggunakan ikan sisa biasa yang sudah dihaluskan dulu, atau sisa makanan dapur juga harus Anda haluskan terlebih dulu, Anda perlu membuatnya menjadi tepung ikan atau tepung halus.
Untuk cara membuat tepung ini sebenarnya mudah, pada ikan sisa tadi dapat dijemur terlebih dahulu atau dengan menggunakan oven, lalu setelah benar benar kering, kemudian ikan tadi dihaluskan dengan bantuan mesin penepung atau bisa juga pakai blender.
Lalu langkah langkah dalam proses pembuatan Pakan Apung yang perlu dilakukan dalam pembuatan pakan ikan terapung ini, yaitu:
1. Dengan memasukan bahan yang bersifat perekat terlebih dahulu. Atau sisa ikan yang sudah kering.
2. Kemudian masukan bahan seperti tepung tapioka dengan pemakaian sekitar 10% hingga 20% dari total campuran pakan total.
* Untuk bahan alternatif bisa juga dipakai seperti tepung gaplek dan tepung ketela.
3. Lalu tambahkan air secukupnya supaya dapat mengikat adonan lainnya.
4. Kemudian masukkan bahan sumber protein utama seperti tepung ikan minimal 20% dari total campuran pakan total.
Atau tepung ikan juga bisa diganti dengan tepung kepala udang, tepung tulang maupun tepung jeroan.
5. Kemudian masukkan bahan pelengkap lainnya seperti dedak halus maksimal sebanyak 30% dari total campuran pakan total.
* Apabila memakai bubuk kedelai dapat dengan konsentrasi maksimal 40%.
6. Untuk pelengkap lainnya seperti minyak ikan maksimal 10% dari total campuran pakan total. Atau bisa juga ditambahkan sekitar 1% hingga 2% kalsium karbonat atau kapur dan juga sekitar 1% hingga 3% vitamin B komplek dan vitamin lainnya.
7. Masukkan 4 - 5 tutup Botol / 100 ml campuran Probiotik Organik VITERNA, POC NASA & HORMONIK kedalam campuran adonan calon pakan apung tadi.
Selanjutnya dari semua bahan itu kemudian dimixer / di blender sampai halus kira kira selama 10 menit sampai benar-benar merata dan halus.
Dan kemudian campuran ini diolah dengan menggunakan mesin ekstruder sistem kering, yang secara otomatis pelet yang akan dihasilkan sudah dalam keadaan kering dan memiliki sifat pakan apung.
*Biasanya ada yang pakai mesin ekstruder ada juga yang tidak. Jadi pemakaian mesin ekstruder ini tidak baku atau tidak harus.
Agar dapat menghasilkan pakan-pakan yang dapat mengapung, bahan campuran dan peranan mesin ekstruder sangat besar. Untuk alasan ini jangan pernah mencampurkan bahan yang tidak diolah dulu ke dalam bentuk tepung sebelumnya.
Hal ini akan menggangu proses pencampuran, kalaupun dipaksakan, biasanya akan sulit dihasilkan pori-pori udara dalam campuran pakan. Yang hasilnya ialah pakan kering yang tidak dapat mengapung.
Hingga saat ini sudah ada beberapa sahabat Tani ikan air tawar / Sahabat Tani Lele berhasil membuat pakan apung tanpa bantuan mesin ekstruder.
Dengan bantuan mesin ekstruder, membuat pakan lele sendiri yang dapat terapung relatif mudah. Pakan buatan ini akan menjadi alternative murah bersama pakan organik alami yang sudah ada dikolam budidaya karena sebelumnya air kolam sudah kita masukkan 3 - 4 tutup Botol TANGGUH PROBIOTIK.

FAST RESPONS !!!