Minggu, 04 Oktober 2015

IKAN SEGAR

IKAN SEGAR

Pengertian Ikan Segar 
Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah :
1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.
2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap 

Kualitas Ikan
Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain:
1. Cara penangkapan ikan
2. Pelabuhan perikanan
3. Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai dari pengalengan, pengepakan, pengangkutan, pengolahan.

Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya baik atau tidak. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk).

Parameter Kesegaran Ikan
Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisikawi, sensori/organoleptik/kimiawi dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut:

1. Kenampakan luar
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu karena belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia.

2. Lenturan daging ikan
Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

3. Keadaan mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

4. Keadaan daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik.

5. Keadaan insang dan sisik
Warna insang dapat dikatakan sebagai indicator. Ikan yang masih segar berwarna cerah merah, sedangkan ikan yang tidak segar berwarna coklat gelap. Insang merupakan pusat darah mengambil oksigen mengambil air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya tersebut berarti ikan masih segar.


PERUBAHAN MUTU IKAN SETELAH PENANGKAPAN

Pengertian Perubahan Mutu Ikan

Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu material. Pada ikan dan produk cepat busuk lainnya, mutunya identik dengan kesegaran. Ikan yang sangat segar baru ditangkap dikatakan bermutu tinggi. Istilah “segar” memiliki dua pengertian, yakni baru dipanen atau ditangkap dan mutunya masih asli belum mengalami kemunduran apapun.

Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
1. Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

2. Rigor mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.

3. Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

4. Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium. Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :
· Seluruh permukaan tubuh
· Isi perut
· Insang

Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
1.  kan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
2. Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
3. Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.

Proses Penurunan Mutu

Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid).

Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan. Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.

Penurunan Mutu Ikan

1. Penurunan mutu secara autolysis

Proses penurunan mutu secara autolysis (enzimatik) berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang mengurai senyawa kimiawi pada jaringan tubuh ikan. Enzim tersebut bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel dan jaringan tubuh, maupun yang merombaknya. Setiap enzim beraksi semaunya menurut fungsinya yang berakibat jaringan dan organ ikan akan berubah ke arah yang kita sebut “busuk”. Proses penurunan mutu secara autolysis (enzimatik) merupakan kegiatan enzim yang mengurai senyawa kimiawi yang terdapat di dalam tubuh ikan. Disana enzim bertindak sebagai media yang menjadi pendorong segala perubahan senyawa biologis yang terkandung di dalam tubuh ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel dan jaringan tubuh, maupun yang merombaknya.

2. Penurunan mutu secara kimiawi

Pada proses penurunan mutu secara kimiawi yang menyolok kegiatannya adalah perubahan oksidasi lemak pada ikan yang menyebabkan bau tengik, hingga gejala ini dinamakan ketengikan (Ilyas, 1983). Disamping terjadi perubahan pada ikan dan dagingnya pun berubah ke arah coklat kusam. Hal ini bisa menyebabkan penampakan ikan tidak menarik dan bau tidak segar lagi, semua ini disebabkan oleh lamanya ikan di tempatkan pada suhu tinggi (suhu kamar) yang sangat mempengaruhi lemak untuk beroksidasi dengan suhu tinggi. Pengontrolan suhu rendah sangat mempengaruhi aktivitas lemak untuk beroksidasi.

3. Penurunan mutu secara mikrobiologi

Akibat serangan bakteri yang dimulai sejak fase rigor mortis berlalu, akibatnya kemunduran ikan berupa lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata menjadi terbenam dan pudar sinarnya, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan (isi perut) berantakan dan bau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk. Penurunan mutu secara bakterial dapat terjadi karena ikan tidak segera dilakukan penanganan, sehingga suhu pada ikan menjadi semakin meningkat. Dengan meningkatnya suhu tersebut, maka bakteri akan mudah untuk melakukan perkembangbiakan. Aktivitas bakteri dapat di hambat pertumbuhannya dengan cara melakukan penanganan secara cepat, suhu rendah dan penerapan sanitasi dan hygiene yang perlu diperhatikan secara khusus.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan

1. Jenis spesies
Jenis spesies berpengaruh dalam mutu ikan karena tingkat pembusukan dan kerusakan bergantung pada spesies. Ketika ikan didinginkan atau dibekukan, spesiesspesies berlemak seperti ikan sarden dan mackerel akan membusuk lebih cepat dari pada spesies-spesies tak berlemak seperti ikan kod. Perbedaan komposisi dalam satu spesies dapat menjadi penyebab adanya pengaruh sekunder dalam hal kualitas. Ketika disimpan di tempat pendingin, ikan tak berlemak dalam kondisi yang buruk jauh lebih cepat membusuk dari pada spesimenspesimen spesies yang sama dalam kondisi baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan kandungan glikogen dalam daging. Pada ikan tak berlemak berkualitas rendah, kandungan glikogen yang rendah menyebabkan peningkatan yang setara dalam pH daging. Setelah mati, glikogen dalam daging diubah menjadi asam laktat yang menentukan pH daging. Bakteri-bakteri penyebab pembusukan lebih aktif dalam daging dengan kadar pH lebih tinggi. pH daging yang rendah juga memiliki dampak yang tidak diinginkan pada kualitas ikan. “ kepucatan” adalah suatu keadaan yang berkembang pada bagian ikan mentah yang dipotong dari ikan yang telah disimpan di es untuk waktu yang lama. Daging ikan terlihat putih dan pucat, seperti ikan yang sudah dimasak. Kondisi tersebut berkembang pada ikan yang pH dagingnya jauh dibawah nilai 6,0 setelah ikan mati.

2. Tempat penangkapan ikan
Lokasi tempat penangkapan ikan memiliki peran tidak langsung pada kualitas produk perikanan. Dalam suatu spesies, rasa mungkin berbeda dari satu tempat penangkapan ikan dengan tempat penangkapan ikan berikutnya dan juga mungkin berbeda dari satu musim ke musim berikutnya, bergantung pada sifat makanannya dan kondisi fisiologis spesies yang bersangkutan. Tidak dipilihnya tempat penangkapan ikan tertentu pada berbagai waktu pada sepanjang tahun dapat menghindarkan banyak masalah. Angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi juga berpengaruh pada kondisi dan kualitas ikan sebelum panen. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada jenis dan kelimpahan organism makanan yang tersedia, yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kondisi ikan.

3. Cara penangkapan ikan
Metode dan alat penangkapan ikan mempengaruhi mutu yang ditangkap sehingga perlu diperhatikan penyesuaian antara cara dan jenis alat penangkap dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Ikan yang ditangkap dengan alat trawl akan berbeda mutunya dari ikan-ikan uang ditangkap dengan alat pancing. Dengan trawl, ikan yang tertangkap segera di tarik di atas dek, sedangkan dengan alat pancing, ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan agak lama terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu dinaikkan ke atas dek.

4. Reaksi ikan menghadapi kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, dan rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.

5. Proses penurunan mutu ikan
Waktu ikan mati, senyawa organik di dalam jaringan dipecah oleh enzim yang masih tetap aktif (sejak ikan masih hidup). Pada mulanya, glikogen terhidrolisa menghasilkan akumulasi asam laktat dan penurunan pH. Hal ini selanjutnya merangsang enzim untuk menghidrolisa fosfat organic. Fosfat yang mula-mula terurai ialah creatine phosphate, membentuk creatine dan asan fosfat. Proses ini diikuti oleh adenosine trifosfat (ATP) menjadi adenosine difosfat (ADP) dan asam fosfat.

PENGENDALIAN PENURUNAN MUTU IKAN SEGAR

Pendinginan

Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan. Dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 0°C kita dapat memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan pendinginannya. 

Dengan pendinginan, hanya berhasil menghambat kegiatan bakteri, bakteri itu masih tetap hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan. Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif, sedangkan pendinginan yang dilakukan sebelum autolysis berjalan tidak akan banyak berguna. Pendinginan dapat dilakukan dengan cara-cara :

1. Pendinginan dengan es

Cara yang paling mudah untuk mendinginkan ikan adalah dengan menggunakan es. Es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi keadaan ikan. Cara penanganan pendinginan ikan dengan es sangat beragam tergantung pada tempat, jenis ikan dan tujuan pendinginan. Pada prinsipnya, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa sehingga permukaan ikan bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung lebih cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat. Faktor yang juga penting dalam proses pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan harus dilakukan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es yang digunakan harus berukuran kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak permukaan yang bersinggungan dengan es sehingga proses pendinginan ikan akan berlangsung lebih cepat. Fungsi es dalam hal ini adalah :
1. Menurunkan suhu daging ikan sampai mencapai 0°C
2. Mempertahankan suhu ikan tetap dingin
3. Menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah, dan bakteri dari permukaan badan ikan
4. Mempertahankan keadaan berudara (aerobik) pada ikan, selama disimpan didalam palka

2. Pendinginan dengan es kering

Es kering adalah CO₂ yang dipadatkan. Gas CO₂ sebagai hasil sampingan dari pupuk urea, berupa gas yang tidak berwarna, berasa asam, sedikit berbau lunak dan menghasilkan gas panas bertekanan tinggi. Gas panas tersebut kemudian didinginkan hingga mengembun menjadi cairan CO₂ yang bertekanan tinggi. Kemudian, cairan itu diturunkan tekanannya menjadi 1 atm melalui alat penyemprot sehingga menghasilkan “salju”, dan salju itu dimampatkan menjadi Kristal-kristal es kering yang siap dipakai. Daya pendingin es kering jauh lebih besar dari es biasa dalam berat uang sama. Jika es yang mencair (pada 0°C) hanya menyerap panas 80 kkal/kg es, maka es kering yang menyublim (pada suhu -78,5°C) menyerap 136,6 kkal/kg. CO₂ padat tidak mencair seperti es, melainkan langsung menyublim menjadi gas sehingga tidak membasahi produk yang didinginkan. Es kering tidak boleh menempel langsung pada ikan yang didinginkan karena suhu yang sangat rendah (-78°C) dapat merusak kulit dan daging ikan.

3. Pendinginan dengan air dingin

Air dingin dapat mendinginkan ikan dengan cepat karena persinggungan yang lebih baik dari pada pendinginan dengan es. Suhu akhir yang diperoleh tidak serendah yang dihasilkan dengan pengesan. Berbeda dari es yang tidak naik suhunya ketika mendinginkan ikan, jika air dingin dicampur dengan ikan maka suhu air akan naik secara drastis. Didalam mengatasi kenaikan suhu air, perlu ditambahkan sedikit es kedalam air, tergantung pada jumlah ikan yang dimasukkan dan berapa lama ikan akan disimpan. Pendinginan dengan air dingin banyak dilakukan di pabrik-pabrik pengolahan ikan. Jika ikan yang didinginkan jumlahnya sangat banyak, maka dapat digunakan mesin pendingin untuk mendinginkan air dan mempertahankan agar suhu air tidak lebih dari 5°C. Kelebihan pendinginan dengan air dingin dibandingkan dengan pengesan :
1. Ikan dapat didinginkan lebih cepat.
2. Ikan tidak mendapat tekanan dari ikan di atasnya, sehingga terhindar dari kerusakan akibat tekanan.
3. Ikan menjadi bersih tercuci, darah dan lendir hilang.
4. Penanganan dalam jumlah besar lebih mudah dari pada pendinginan dengan menggunakan es.

Kelemahannya :
1. Jika air didinginkan dengan es, pemakaian es relatif lebih banyak.
2. Beberapa jenis ikan tertentu cepat membusuk jika direndam didalam air.
3. Beberapa jenis ikan yang berkadar lemak rendah menyerap air selama direndam.
4. Beberapa jenis ikan akan mengalami perubahan warna.
5. Air yang dipakai berulang-ulang, konsentrasi kotoran dan bakteri akan semakin meningkat

4. Pendinginan dengan air laut atau air garam dan es

Cara mendinginkan ikan dengan air garam yang diberi es atau air laut yang diberi es sudah sering dipraktikkan. Sudah lama diketahui bahwa ikan yang didinginkan dengan brain + es atau air laut + es pada suhu -1,7°C (memakai air laut yang bersih atau brine 3%), lebih tahan lama dibandingkan bila di es pada suhu 2-3°C. Sebab, dengan suhu yang lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dapat lebih dihambat lagi. Hanya saja cara ini masih banyak kekurangannya, terutama bila tidak ada sirkulasi brine dingin. Akibatnya, suhu dalam wadah tidak merata karena es terapung di permukaan dan suhu air garam/laut di bagian bawah biasanya lebih tinggi. Tidak meratanya suhu ini menyebabkan mutu ikan tidak seragam.

5. Pendinginan menggunakan Cool-Room

Cool room adalah ruang penyimpanan ikan yang didinginkan dengan mesin pendingin, dan suhunya dapat diatur antara 5°C dan -5°C. Pengaturan suhu itu dilakukan dengan menggunakan sebuah thermostat yang bekerja berdasarkan suhu cool room. Selama ikan disimpan dalam cool room, ikan dapat mengalami dehidrasi sehingga beratnya sedikit berkurang, terutama jika waktu penyimpanannya cukup lama. Dehidrasi itu tampak pada permukaan kulit ikan yang mongering. Pengeringan ini merupakan akibat langsung dari system yang di gunakan. Uap air dari udara di dalam cool room secara alamiah cenderung untuk bergerak kea rah benda yang paling dingin, yaitu pipa-pipa pendingin, uap air itu mengembun, dan membeku jika suhu pipa kurang dari 0°C. Akibatnya, udara menjadi kering dan air yang ada diseluruh ruangan, termasuk di permukaan ikan akan cepat menguap.

Pembekuan

Pembekuan ikan adalah menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami  ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es. Metode pembekuan yang digunakan adalah:

1. Pembekuan dengan sharp freezer

Pembekuan ini merupakan cara paling tua dan bisa digolongkan pada pembekuan lambat. Pembekuan dengan sharp freezer menggunakan bahan pendingin ammonis, Freon-12, atau brine dingin. Proses pendinginannya tergantung pada udara dingin yang disirkulasikan melalui kipas angin. Pemakaian sharp freezer umumnya hanya terbatas untuk pembekuan ikan-ikan kecil. Kecepatan pembekuannya antara lain ditentukan oleh suhu pipa pendingin (-30°C sampai -45°C).

2. Pembekuan dengan blast freezer

Blast freezer merupakan sebuah ruangan atau kamar. Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang di bekukan dengan bantuan fan. Kecepatan udara paling efektif 1.200 fpm. Makin lambat kecepatan udara, akan mengakibatkan pembekuan makin lambat.

3. Pembekuan dengan contact plate freezer

Jenis freezer ini bekerja dengan cara menjepit produk yang di bekukan diantara dua plat logam yang didinginkan dari dalam dengan refrigerant yang disirkulasikan.

4. Pembekuan dengan immersion freezing

Jenis freezer ini membekukan produk dalam air (larutan garam) yang direfrigerasi, pembekuannya berlangsung cepat. Cara pembekuannya yaitu dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam bersuhu -17°C, atau dengan menyemprotkan ikan memakai brine dingin. Salah satu kelemahan menggunakan larutan garam adalah kadang-kadang dapat memperpendek shelf life atau menimbulkan bau kurang enak. Sehingga diganti dengan campuran glukose + air + garam. Larutan ini mampu menghambat penetrasi garam ke dalam daging, juga dapat memberi lapisan es pada seluruh badan ikan sebagai pelindung.

5. Pembekuan dengan cryogenic freezing

Freezer ini membekukan dengan semprotan bahan kriogen, misalnya karbon dioksida cair dan nitrogen cair. Pembekuan berlangsung sangat cepat. Jenis freezer ini dapat menghasilkan suhu yang sangat rendah, yaitu -78°C untuk karbon dioksida dan -196°C untuk nitrogen cair.

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Ilyas, S. 1997. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I. CV. Paripurna : Jakarta
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid II. CV. Paripurna : Jakarta
Liviawaty, E. dan Afrianto, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinius :Yogyakarta
Moelyanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya: Jakarta
Siregar, A dan Moelyanto. 2008. Teknologi Pengolahan Modern I

Sunarman dan Murniyati. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kasinius : Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar