Sabtu, 13 Februari 2016

Mengapa Ikan Sakit?




Tahukah anda kenapa ikan sakit??? Pertanyaan ini muncul ketika kita menemukan kejadian yang berbeda dari kondisi ikan yang sehat. Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal yang menakutkan bagi pembudidaya. Karena hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih sampai dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan berganti dengan kerugian jika ikan terkena penyakit. Penyakit ikan terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau berkembang biak. Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh ikan.
Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit. Jika pertahanan tubuh inang lemah dan patogen yang terdapat dalam tubuh inang banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan mendukung untuk meningkatkan ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan muncul karena patogen tidak dapat berkembang biak.
Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen tersebut di atas. Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan di kolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam. Sebagai contoh, serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp. pada usaha budidaya air tawar di tahun 1980-an yang telah menimbulkan kematian puluhan ton ikan air tawar di Jawa Barat. Kasus serangan penyakit yang terbaru adalah timbulnya penyakit Koi Herves Virus (KHV) yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan Ikan mas di Pulau Jawa pada tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan kolam, sehingga keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu.
Infeksi KHV yang bermula terjadi di Pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan Kalimantan Selatan. Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah menyerang ikan mas pada kegiatan budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya larangan untuk mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan karantina ikan. Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit (yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan dalam diagram Venn pada gambar dibawah ini.

Hubungan antara parasit, ikan (host), dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit
Inang dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: umur dan ukuran, jenis, daya tahan tubuh dan status kesehatan ikan. Pada kondisi normal, ketiga faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu menjaga keseimbangan. Ikan yang kita budidayakan akan memanfaatkan makanan yang berasal dari makanan yang bermutu, sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi dalam rangka melanjutkan keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan lingkungan sekitarnya dengan baik. Terjadinya serangan penyakit pada ikan merupakan akibat adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor di atas.
Jasad patogen biasanya akan menimbulkan gangguan sehingga terjadi perubahan pada kondisi lingkungan yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh ikan (ikan menjadi stress). Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat menyerang pada semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk. Penyakit yang biasa menyerang benih ikan biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran yang besar biasanya yang menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan. Penjelasan dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut:
  1. Ikan
Ikan merupakan sasaran atau inang dari penyakit. Ikan sehat memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit dengan adanya mekanisme pertahanan diri. Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit tergantung pada kesehatan ikan dan lingkungan. Jika kesehatan ikan menurun atau kondisi lingkungan kurang menunjang, maka ikan akan mengalami stres, sehingga menurunkan kemampuannya mempertahankan diri dari serangan penyakit.
Stres terjadi jika suatu faktor lingkungan (stressor) meluas atau melewati kisaran toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi fisiologis pada ikan tersebut. Pengaruh stres terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara hormonal. Ikan stres mempunyai respon hormonal, contohnya dapat berupa hormon esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak), atau hormon adrenaline dan respon seluler (phagocytic) relatif rendah, sehingga tidak mempunyai ketahanan yang memadai terhadap serangan penyakit. Penyebab stres pada ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia, lingkungan dan biologis. Penyebab stres ini dapat langsung mempengaruhi ikan atau secara tidak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang dipelihara atau dibudidayakan.
Stres kimia disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit. Konsentrasi sublethal dari insektisida, pestisida maupun logam berat juga dapat dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya stres kimia. Beberapa parameter yang dapat menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain adalah temperatur yang ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya yang berlebihan, fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer. Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas parasit eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab terjadinya stres biologi. Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan.
  1. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor: 1) fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air); 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat); 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama); dan 4) prosedural budidaya (penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah, pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut General Adaptive Syndrome (GAS). Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan kualitas suatu perairan adalah:
a. Oksigen
Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
b. Karbondioksida
Karbondioksida adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Adanya gas karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan tersebut. Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat diabaikan.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air tempat hidup. Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan. Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel: Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
Pengaruh Terhadap Ikan
4-5
Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi
4-6,5
Pertumbuhan lambat
6,5-9
Baik untuk produksi
> 11
Tingkat alkalinitas mematikan
d. Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis.
e. Ammonia
Pada suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati. Ammonia dengan konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat menyebabkan terjadinya New Tank syndrome yaitu kondisi tidak stabil terhadap perubahan lingkungan.
Konsentrasi ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapt mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang. Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil oksigen dari lingkungannya. Efek keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air. Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya kematian akan terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
f. Temperatur
Temperatur memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO), konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal. Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
  1. Organisme Parasit
Penyakit ikan yang disebabkan oleh organisme parasit umumnya menimbulkan kerugian cukup besar. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan yang lain secara langsung dimana organisme parasit sering menyebabkan infeksi sekunder. Tubuh ikan dapat terluka karena gesekan dengan benda keras atau berhasil meloloskan diri dari serangan hama. Tetapi jika terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi sekunder yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi. Jika tidak ditangani segera tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus misalnya melalui luka yang ditimbulkan olehnya. Dengan demikian, pembudidaya tidak akan membuat kesalahan dalam menduga penyebab timbulnya penyakit tersebut. Infeksi sekunder yang disebabkan oleh organisme parasit telah terbukti telah menimbulkan banyak kematian pada ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan tingkat serangan dari parasit. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
  1. Faktor Biologis meliputi umur, stres, nutrisi dan tingkat kepadatan yang tinggi.
  • Umur: Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap penyakit. Ikan yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit dibanding ikan dewasa. Kondisi ini dikarenakan daya tahan tubuh dan perkembangan sistem kekebalan pada tubuh ikan belum sempurna sehingga belum banyak memproduksi anti bodi). Sebagai contoh benih ikan sangat rentan terhadap parasit protozoa.
  • Stres: kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang mengalami perubahan kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres pada ikan. Tingkat imunitas pada ikan dapat menurun bila ikan mengalami stres sehingga ikan lebih rentan terhadap penyakit. Ikan yang lemah akan mengalami serangan parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi serangan sekunder oleh patogen lainnya seperti bakteri atau virus melalui jaringan kulit yang rusak.
  • Nutrisi: Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang cukup maka sistem kekebalan akan menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan parasit. Pakan pada awal hidup ikan sangat penting untuk membantunya selamat dari serangan parasit.
  • Tingkat Kepadatan Yang Tinggi : Tingkat kepadatan ikan yang tinggi mampu menimbulkan stres dan peluang menyebarnya parasit. Transmisi langsung dari ikan ke ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda monogenea. Sangat lebih mudah bagi parasit untuk menemukan inang pada kolam yang padat ikan dan hal ini memungkinkan parasit untuk berkembang secara pesat.
  1. Faktor Lingkungan meliputi salinitas, kualitas air dan jenis sistem akuakultur.
  • Salinitas : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang bersalinitas tinggi (air laut). Salinitas adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat sebanyak 5 ppt.
  • Kualitas Air : Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi dan keberadaan bakteri akan menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi ikan dan menimbulkan stres.
  • Jenis Sistem Akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang berbeda. Sistem akuakultur seperti karamba yang menampung ikan dengan jumlah yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi ektoparasit yang mempunyai siklus hidup langsung. Kolam tanah adalah lingkungan yang lebih kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat bereproduksi di sela tanaman air. Lumpurnya sendiri bisa menjadi reservoir untuk dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang perantara dari Digenea Trematoda. Semakin besar kolam akan semakin sulit untuk mengatasi populasi parasit.
Serangan organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan dari daerah lain misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru. Dalam kondisi lingkungan kolam yang baik, organisme parasit yang ada di kolam maupun di tubuh ikan tidak mampu menyebabkan timbulnya penyakit. Akan tetapi jika kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan cenderung menurun dan perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik. Adanya serangan parasit yang dapat menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Contoh ikan yang diserang Parasit
Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pada kolam yang kurang terawat sering terjadi wabah penyakit, sebab pada kolam semacam ini kondisi tubuh ikan menjadi lemah sehingga tidak akan mampu menahan serangan organisme. Semoga informasi ini dapat berguna. Terimakasih (NDK).


Sumber:
Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar