Kamis, 21 Januari 2016

Ikan Cakalang

Ikan Cakalang

Taksonomi Ikan Cakalang
Sistematika cakalang menurut Matsumoto, Skillman dan Dizon (1985) adalah:
Filum : Vertebrata
      Subfilum : Craniata
             Superclass : Gnatnostomata
                   Series : Pisces
                         Class : Teleostomi
                               Subclass : Actinopterygii
                                      Order : Perciformes
                                            Suborder : Scombroidei
                                                  Family : Scombridae
                                                        Subfamily : Scombrinae
                                                              Tribe : Thunnini
                                                                     Genus : Katsuwonus
                                                                        Spesies : Katsuwonus pelamis



Gambar  Bentuk morfologi ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis ).
             Matsumoto et al. (1984) mengemukakan bahwa cakalang memiliki tubuh yang padat, penampang bulat, lateral line melengkung ke bawah tepat di bawah sirip punggung kedua, sirip dada pendek dan berbentuk segitiga. Warna tubuh pada saat ikan masih hidup adalah biru baja (steel blue), tingled dengan lustrous violet di sepanjang permukaan punggung dan intensitasnya menyusut di sisi tubuh hingga ketinggian pada pangkal sirip dada. Sebagian dari badannya termasuk bagian abdomen, berwarna putih hingga kuning muda, garis-garis vetikal evanescent muda tampak di bagian sisi tubuhnya pada saat baru tertangkap. Jenis ikan cakalang secara normal adalah heteroseksual yaitu dapat dibedakan atas penentuan jenis kelamin jantan dan betina. Sesuai dengan pertumbuhan, maka Nakamura (1969) membagi cakalang ke dalam enam tingkatan ekologi, yaitu:
1.      Tingkat larva dan post larva, yaitu untuk ikan yang panjang kurang dari 15 mm
2.      Prajuvenil, yaitu ikan yang berukuran antara tingkatan post larva dengan tingkatan dimana ikan mulai diusahakan secara komersial
3.      Juvenil, yaitu ikan muda yang ada di perairan neritik dengan ukuran 15 cm
4.      Adolescent, yaitu ikan muda yang menyebar dari perairan neretik ke tengah lautan mencari makan
5.      Spawners, yaitu ikan yang sudah mencapai kedewasaan kelamin (seksual)
6.      Spent fish, yaitu ikan yang sudah pernah memijah
             Ukuran ikan cakalang diberbagai perairan dunia pada saat pertama kali memijah/ matang gonad adalah berbeda. Dalam perkembangannya, cakalang akan mencapai tingkat dewasa pada tahap ke empat. Pada tahap ini cakalang dapat mencapai panjang 39,1 cm untuk jantan dan 40,7 untuk yang betina (Waldrom, 1962). Matsumoto (1984 ) mengemukakan bahwa ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm dan setiap kali memijah dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan ekuator atau antara musim semi sampai awal musim gugur untuk daerah subtropis. Masa pemijahan akan menjadi semakin pendek dengan semakin jauh dari ekuator. FAO (1983) mengemukakan bahwa cakalang umumnya berukuran 40-80 cm dengan ukuran maksimum 100 cm.
   Berdasarkan pengamatan Muhammad (1970) diacu dalam Amiruddin (1993) di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk mencari makan. Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Ayodhyoa, 1981).

  Tingkah Laku Cakalang
        Cakalang biasanya membentuk gerombolan (schooling) pada saat ikan tersebut aktif mencari makanan. Bila ikan tersebut aktif mencari makan, maka gerombolan tersebut bergerak dengan cepat sambil melocat-loncat di permukaan air (Amiruddin, 1993). Penyebaran cakalang di kawasan barat samudera Pasifik melebar dari lintang utara ke lintang selatan tetapi menyempit di kawasan timur karena terbatasnya penyebaran air hangat yang cocok untuk pemijahan oleh arus dingin yang mengalir menuju kawasan tropik di kedua belah bumi. Di Samudera Hindia, penyebaran ikan cakalang melebar menuju selatan ke arah ujung selatan benua Afrika, sekitar 36o LS. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan migrasi yaitu :
1.      Mencari perairan yang kaya akan makanan
2.      Mencari tempat untuk memijah; dan
3.      Terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air,   salinitas dan arus (Nikolsky, 1963).
       Ikan cakalang bersifat epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh. Cakalang sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu, cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertikal terdapat mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang sedang.
       Pada umumnya Scombridae kecil, termasuk ikan cakalang tidak memiliki gelembung renang sehingga tidak bisa bergerak cepat secara vertikal dekat permukaan, akan tetapi juga membuat ikan ini membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mempertahankan keseimbangan hidrostatisnya. Ikan cakalang seringkali muncul di permukaan perairan bersamaan dengan madidihang ukuran kecil, tetapi mudah dibedakan dari jarak jauh karena perbedaan loncatannya. Ikan cakalang mengadakan loncatan jauh lebih horizontal sedangkan ikan madidihang meloncat lambat dan membentuk lengkungan.

   Penyebaran Ikan Cakalang
       Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkunngan. Fluktuasi keadaan linkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu tempat (Gunarso, 1985). Faktor oseanografi yang secara langsung mempengaruhi keberadaan ikan cakalang yaitu suhu, arus dan salinitas perairan.
        Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini karena sebagian besar organisme bersifat poikilotermik. Tinggi rendahnya suhu permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi. Perubahan intensitas cahaya akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu air laut baik horizontal, mingguan, bulanan maupun tahunan (Edmondri, 1999).
     Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah dalam laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksi. Secara tidak langsung suhu berpengaruh terhadap daya larut oksigen yang digunakan untuk respirasi biota laut (Tenison  diacu dalam Edmondri, 1999). Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu ikan melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untuk melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untuk melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula (Gunarso, 1985).
      Aktifitas metabolisme serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu perairan dan ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 oC sekalipun. Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai suatu daerah penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan (Gunarso, 1985).
      Pada suatu daerah penangkapan ikan cakalang, suhu permukaan yang disukai oleh jenis ikan tersebut biasanya berkisar antara 16-26 oC, walaupun untuk Indonesia suhu optimum adalah 28-29 oC (Gunarso, 1985). Selanjutnya Hela and Laevastu (1981) mengatakan bahwa penyebaran ikan cakalang di suatu perairan adalah pada suhu 17-23 oC dan suhu optimum untuk penangkapan adalah 20-22 oC dengan lapisan renang antara 0-40 m. Ikan cakalang sensitif terhadap perubahan suhu, khususnya waktu makan yang terikat pada kebiasaan-kebiasaan tertentu (Tampubolon, 1990). Komarova diacu dalam Gunarso 1985 mengatakan bahwa suhu yang terlalu tinggi, tidak normal atau tidak stabil akan mengurangi kecepatan makan ikan. Ikan cakalang dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian timur pada suhu 27-30 oC ( Tampubolon, 1990).
             Hela and Laevastu (1981) mengatakan bahwa pengaruh suhu permukaan laut terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahunnya. Walaupun demikian suhu dapat menandakan adanya current boundaries. Kemudian dijelaskan penyebaran tuna dan cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Garis konvergensi di antara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang banyak makanan dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang baik untuk perikanan tuna dan cakalang.
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, gerakan bergelombang panjang dan arus yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhebus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim yang dalam setahun terjadi dua kali perbalikan arah yang mantap, masing-masing disebut angin barat dan angin timur (Nontji, 1993). Penyebaran ikan cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Daerah pertemuan antara arus panas dan arus dingin merupakan daerah yang banyak organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang baik bagi perikanan cakalang (Hela and Laevastu, 1981).
Blackburn (1965) berpendapat bahwa kuat lemahnya arus menentukan arah pergerakan tuna dan cakalang. Pada kondisi arus kuat, tuna dan cakalang akan melawan arus dan pada arus lemah akan mengikuti arus. Peranan arus terhadap tingkah laku ikan menurut Hela and Laevastu (1981) adalah sebagai berikut :
1.      Arus mengangkat telur-telur ikan dan anak-anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground;
2.      Migrasi ikan dewasa dapat dipengaruhi oleh arus yaitu sebagai alat orientasi;
3.      Tingkah laku ikan diurnal juga dipengaruhi oleh arus, khususnya oleh arus pasang surut;
4.      Arus, khususnya pada daerah-daerah batas alih perairan berbeda mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana pada daerah tersebut terdapat makanan ikan; dan
5.      Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan dan secara tidak langsung menentukan spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi distribusi spesies tersebut secara geografis.
Selanjutnya Gunarso (1985) menambahkan bahwa ikan-ikan yang menginjak dewasa akan mengikuti arus balik ke masing-masing daerah pemijahan, tempat mereka akan melakukan pemijahan.
      Nontji (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu perameter yang berperan penting dalam sistem ekologi laut. Beberapa jenis organisme ada yang bertahan dengan perubahan nilai salinitas yang besar (euryhaline) dan ada pula organisme yang hidup pada kisaran nilai salinitas yang sempit (stenohaline).
Salinitas dapat dipergunakan untuk menentukan karakteristik oseanografi, selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperkirakan daerah penyebaran populasi ikan cakalang di suatu perairan. Ikan cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo (Gunarso, 1985). Cakalang banyak ditemukan pada perairan dengan salinitas permukaan berkisar antara 32-35 o/oo  dan jarang ditemui pada perairan dengan salinitas rendah (Nursalam diacu dalam Suharto, 1992).
       Sesuai dengan posisi geografis Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, maka ikan cakalang di perairan Indonesia diduga berasal dari dua stok yang berbeda. Ikan cakalang yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) diduga sebagian besar berasal dari Samudera Pasifik, sedangkan ikan cakalang di Kawasan Barat Indonesia (KBI) berasal dari Samudera Hindia. Populasi ikan cakalang yang dijumpai di perairan KTI sebagian besar berasal dari Samudera Pasifik yang memasuki perairan tersebut dengan mengikuti arus. Namun demikian, sebagian ikan cakalang kemungkinan adalah stok lokal yaitu hasil pemijahan di perairan Indonesia.

      Penyebaran ikan cakalang di perairan Samudera Hindia meliputi daerah tropis dan subtropis. Penyebaran ikan cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudera Hindia dimulai dari pantai barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, sebelah barat Sumatera, Laut Andaman, di luar pantai Bombay, di luar pantai Ceylon, sebelah barat Samudera Hindia, Teluk Aden, Samudera Hindia yang berbatasan dengan pantai Somalia, pantai timur dan selatan Afrika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar