Selasa, 12 Januari 2016

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tentang Kepiting

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tentang Kepiting

by Rizki Fadli Senin, 17 Februari 2014 - 14:53:17 WIB dibaca: 21676 pembaca



Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Kepiting

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersar, dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabl. Akhir 1423 H./15 Juni 2002 M, Setelah MENIMBANG

1.    bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;

2.    bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi till’.. Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

MENGINGAT

1.      Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan thayyib (baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani, dan sejenisnya, antara lain :

1.      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 168).

2.      °(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagimereka segala yang balk dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk… “(QS. al-A’raf [7]: 157).

3.      Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bag]imereka? ” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah dinjarkan Allah kepadamu, Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesunggahnya Allah amat cepat hisab-Nya”. Maka makanlah yang halal lagi balk dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; clan syukurilah ni’mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah makanan yang halal lag] balk dari apa yang Allah telah berikan kepadamu, clan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makan. (yang berasal) dari taut sebagai makanan yang Iu, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam pcrjukinr, hcpadunzti… ‘(OS. al-Bcrclura6i /?J: 172).

4.      Kemudian Nabi mencritakan seorang laki-laki yai?:r melakukan peijalanan panjang, rambutny a acak-acakar3, dan badannya berlumur debu. Sambil mene-ngadahk,+.; tangan ke langit ia bcrdoa, ‘Ya Tuhan : ya Tuhan,.. (13erdoa dalarn perjalanan, apalagi dengan kondisi seperr-; itu, pada umumnya dikabulkan olch Allah–pen. ~ Sedangkan, inakanan orang itu hararn, minumanny~~ haram, pakaiannya haram, clan la diberi makatl dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar), ‘Jika demikian halnva, bagaimana mtmgkin la akw; dikabulkan doanya”… (HR. Muslim dari Abu Hurairah), “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halas harainnya), kebanyakan manusia tidak mengetahu2 hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim).

2.      Hadist Nabi : “Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya” (HR. Khat-iisa11),

3.      Ka'idah Hilafiyah • Pada dasarnya hukum tentang sesuatau adalah boleh sampai ada dalil

5.      yang mengharamkannya

4.      Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005

5.      Pedoman Penetapan Fatwa MUI

Memperhatikan :

1.      Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtaj ila Ma’rifah Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar’al –Fikr, t.th) juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “Binatang laut/air , dan halaman 151- 152 tantang binatang yang hidup dilaut dan didaratan
2.      Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani Al-Minhaj, (t.t : Dar Al-Fikr, T.th), juz IV Hal 297 tentang pengertian “binatang laut/Air “, pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298 tentang binatang laut dan didaratan serta alas an (‘illah) hokum keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
3.      Pendapat Ibn al’Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Juz lll, halaman 249 tentang “binatang yang hidup di daratan dan laut”
4.      Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot a Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi’ul Awwal 1421 H.
5.      Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scyllla spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Kornisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut :

1.    Ada 4 (empat)jenis kepiting bakau yang sering dikonsutnsi dan menjadi komoditas, yaitu :

1.      Scylla serrata,
2.      Scylla tranquebarrica,
3.      Scylla olivacea, dan
4.      Scylla pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini olr} masyarakat umtim hanya disebut dengar “kepiting”.

2.    Kepiting adalah jenis binatang air, dengal alasan :

1.      Bernafas dengan insang.
2.      Berhabitat di air.
3.      Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air.

3.    Kepiting termasuk keempat,jenis di atas (lili._angka 1) hanya ada yang :

1.      hidupdiair tawar saja
2.      hidup di air taut saja, dan
3.      hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.
4.      Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan Manusia.
5.      Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian han term::teerdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaima:, mestinya.

Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk mcnyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal : 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Juli 2002 M



KOMISI FATW’A MAKLIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Ttd


K.H. MA’RUF AMIN DRS. HASANUDIN, ‘M.Ag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar